Love Blue Sky In bromo

Dirgantara putra 17.37 |


semenjak kematian kakakku,  ayah dan bundaku jadi sering murung dan tidak punya semangat untuk melanjutkan hidup . itu yang aku lihat di mata kedua orang tuaku . kadang aku ngerasa bukan bagian dari keluarga ini , masih ada aku ayah bunda come on kakak ga mungkin kembali" itu yang selalu aku batin selama dua bulan ini semenjak kecelakaan itu merenggut nyawa kakakku . bus pariwisata yang ditumpangi kakak terbalik saat rombongan sekolah mengadakan study tour. ayah memang tak pernah mengijinkan kakak ikut kegiatan apapun , bukan karena apa apa . tapi penyakit asma kakak . sebagai anak kedua aku selalu jadi nomor dua . kadang aku cemburu melihat perlakuan kedua orang tuaku ke kakak ku . tapi setelah kepergian kak Guntur keluarga kami jadi sepi hambar kayak sayur tanpa bumbu . keluarga yang dulu dipenuhi candaan , banyolan kini sepi seperti kamar mayat. karena khawatir dengan keadaan akan semakin parah , ayah memutuskan untuk pindah rumah dan stay di rumah kakek di jawa timur . alhasil aku juga harus pindah sekolah meninggalkan teman teman aku . teman yang selama ini menemaniku .
“Semuanya harap tenang! Hari ini kita kedatangan murid baru dan dia akan bergabung di kelas ini,”seru Bu melati. “Silahkan perkenalkan diri kamu di depan teman-teman !”katanya padaku.
“Perkenalkan, namaku Rama aditya putra. Kalian bisa memanggilku Rama atau Adit. Aku pindahan dari semarang . Terima kasih,”kuperkenalkan diriku di depan puluhan mata yang begitu asing bagiku.mata yang tajam laksana mata elang yang mengincar buruan . aku sedikkit ngeri dengan kelas ini .
Dari puluhan mata yang begitu asing tersebut, aku mendapati sepasang mata dari seorang murid cowok yang duduk di bangku paling depan persis di depan bangku guru , mata yang dihiasi kacamata yang semakin membuatnya kelihatan cool, yang tampak begitu indah, namun tatapannya sangat teduh dan mengayomi mirip banget dengan kak guntur . Aku memang belum berkenalan dengannya secara pribadi, tapi rasanya aku bisa merasakan kalau cowok itu baik dan pintar . tapi kenapa di mukanya tak terhias senyum . wjah rupawan itu terlihat datar dan masam tanpa senyuman .
“Ada yang ingin kalian tanyakan pada Adit ?”seru Bu melati.
"dit , boleh minta no Hp kagak ? "celetuk seorang cewek berambut sebahu 
"huuuuuuuuuuuuuuuuu" seketika kelas menjadi gaduh gara gara pertanyaan cewek tadi.
"sudah ...sudah .....ada lagi yang kalian mau tanyakan?"seru bu melati sambil menaruh tasnya di meja guru
“Nggak ada, kok Bu…….,”jawab semua murid, kecuali cowok yang duduk di bangku paling depan itu.
“Kalau begitu, Adit silahkan duduk , kamu boleh memilih duduk di belakang atau di depan  !”suruh Bu Laksmi.
Aku sebenernya lebih nyaman di belakang  , tapiii  aku juga  sangat penasaran pada cowok yang duduk di bangku paling depan itu , akhirnya  pun berniat untuk duduk di sebelahnya, yang kebetulan kursinya masih kosong. Aku berjalan perlahan menuju kursi yang kosong di depan  di samping cowok bermata teduh dan Cool  itu. Kemudian matanya yang indah itu menatap kearahku dengan tatapan sendu, aku langsung tersenyum semanis mungkin. Cowok itu membalas senyumku. Tapi sayang, senyum yang ia lepaskan untukku itu adalah senyum yang dipaksakan kayak matahari yang lagi malas keluar karena banyak mendung yang menghalanginya . Mungkin dia enggan tersenyum saat itu, tapi karena tuntutan tata krama pada orang baru, akhirnya dia membalas senyumku, walaupun tampak dipaksakan . Aku langsung duduk di sampingnya. Semua murid menoleh ke tempat dimana aku duduk sekarang, tapi kemudian pelajaran dimulai dan wajah-wajah yang menatapku tadi kembali menatap papan putih.
“Oh ya, kita kan belum kenalan. Aku Adit,”aku mengulurkan tanganku pada cowok di sebelahku.
“Saga adrianus pambudi. Panggil aja Aga!”cowok itu menjabat tanganku.
Setelah perkenalan itu, tak terjadi percakapan apapun di antara kami, sebab kami sibuk mencatat apa yang dijelaskan oleh Bu Melati. Jam terus berganti berputar meliuk liukkan panah yang menjadikan dunia terus mengikutinya . Aku dan saga masih belum melanjutkan percakapan masih sibuk menggoreskan penah hitam ini diatas buku . Aku tak berani memulai percakapan dengannya dan sepertinya dia juga tak ingin bicara denganku , dia terlalu dingin lebih dingin dari embun pagi ini . Sampai akhirnya bel istirahat pun berbunyi. Semua murid berlarian keluar kelas laksana kumpulan bebek yang keluar dari kandangnya ...melesat kesegala arah  untuk istirahat, tak terkecuali denganku. Setelah kenyang, aku segera kembali ke kelas.duduk di tempat baruku .
“Ssstt…Ram!”panggil Nadia dengan sedikit berbisik sambil melambaikan tangan padaku.gadis berponi itu memanggilku .
Aku pun membalikkan tubuhku, memutar arah tujuanku yang semula hendak duduk di bangkuku bersama Saga, kini berganti menuju Nadia  dan teman-temannya berada.
“Ada apa, sih, ?”tanyaku.
“Eh, kenalin aku Nadia , Nadia putri syareefa ! Tadi kenapa kamu milih duduk sama Saga, sih? Sama Randy atau Nayla  kan bisa!”bisik Nadia .
“Memangnya kenapa sih, kalau aku duduk sama dia? Dia anaknya baik kok,”kataku dengan nada yang sangat rendah.takut Saga mendengar apa yang keluar dari mulut ini . aku ga mau mulut ini membuat hati orang tersayat .
“Saga memang baik, tapi dia itu anak yang dingin, jarang senyum boro boro senyum niat buat senyum aja kagak , banyak cewek yang dekatin tapi gara gra sifat dia banyak yang nyerah termasuk aku heheheheheh . Sampai-sampai teman satu kelas memberi julukan  ‘Ice man’,”tambah melanie.
“Aku yakin syakin yakinnya , kamu enggak akan tahan lama-lama duduk sama dia lihat aja ntar kamu pasti boring bingits duduk sama tuh anak,”bisik Husein.
“Menurut aku sih, dia itu bukannya dingin, tapi agak pendiam saja,  ada kalanya dim itu lebih baik dibanding terlalu mengumbar omongan  ,”tambahku.
“Lepas dari sifatnya yang dingin itu, menurutku dia itu cowok terkece, terganteng, terkeren, dan terseksi , tercetar mebaheNOL di sekolah ini. Selain wajahnya yang rupawan, otaknya juga encer,”jelas Melani, sambil sesekali melirikkan matanya pada Saga . Aku pun turut melirik Saga . walau dengan pandangan biasa tak sefrontal pandangan melanie yang otaknya radak geser.
emang sich kalau dilihat lebih jauh , Yang dikatakan Melani memang benar. Dengan kulitnya yang putih bersih tanpa noda layak kayak artis korean kesukaan sepupuq adel, wajahnya yang ganteng, rambut hitamnya yang sedikit gondrong ala ala korean style , dan bibirnya yang kemerahan, kurasa Saga  memang layak mendapatkan predikat yang telah disebutkan oleh Melani tadi. terlebih kedua bola mata itu mengingatkanku pada kak Guntur yang amat sangat aku rindukan . teduh meneduhi hatiku yang lagi dilanda gundah gulana kacau badai .
“Ram, sebaiknya kamu segera pindah sama randy  atau syukur syukur ma nayLa! Sebelum kamu mati beku ada di dekat dia hahahaha,”bisik Nadia.
“Kita lihat saja nanti!”aku berdiri dan meninggalkan Nadia, Husein, Randy, dan Melani. Aku kembali duduk di sebelah Saga.
Bel masuk berbunyi selang beberapa menit setelah aku duduk di sebelah Saga, murid murid yang tadi berhamburan di halaman kantin dan perpustakaan kini kembali ke tempat duduk masing masing di kelas masing masing . Jam pelajaran bahasa Indonesia telah di mulai. Bu Astuti mencatatkan materi di papan putih, sedangkan kami menyalinnya, menulis tiap kalimat tersusun . Tiba-tiba aku dihampiri oleh rasa bosan. Pelajaran bahasa Indonesia kali ini begitu membosankan, ditambah lagi makhluk tampan yang duduk di sampingku itu masih tak mau bicara padaku seperti berada di kutub dingin banget . Aku menoleh kearah Nadia. Ingin sekali rasanya aku berteriak minta tolong padanya untuk membebaskanku dari rasa bosan yang memerangkapku memenjarakanku di tempat sedingin ini , aku tak tahan toloooonggggggg. Akhirnya bel pulang sekolah berdering dengan kencangnya. Sorak-sorak semua murid pun mengiringi suara bel yang cukup mengganggu itu memekakkan telinga ketika langkah kaki dan candaan murid murid terdengar di sana sini. Semua murid segera membereskan buku mereka, menenenteng tas dan keluar dari kelas beramai-ramai. Aku masih sibuk membereskan buku-bukuku, sedangkan Saga sudah menenteng tasnya dan mendahuluiku keluar dari kelas. Aku mempercepat gerakanku saat membereskan bukuku kemudian lari keluar kelas untuk menyusul Saga, namun aku tak melihat saga
“Cepat banget sih, jalannya itu anak apa dia malaikat yang punya sayap hingga aku kehilangan jejaknya ,”gerutuku sebal.
Aku mempercepat langkah kaki ini menuju gerbang sekolah , sekolah baruku , tempat dimana aku harus sungguh sungguh memilih pijakan untukmasa depanku . Aku melihat Saga tengah berdiri di tepi jalan sedang menunggu bis. Tak lama kemudian sebuah bis berwarna kuning bertulis SAYANG BOJO berhenti di hadapan Saga. Tanpa pikir panjang lagi, dia pun Naik. Aku juga naik bis yang sama dengan Saga tadi. Kenapa aku naik bus ya padahaldi trumah ada motor ..mobil juga ada . Aku naik dari pintu belakang, jadi dia tidak tau kalau aku satu bis dengannya. Selama di dalam bis, aku terus memerhatikan Saga  yang sedari tadi menujukan pandangannya pada jalanan yang ada di luar sana. Tatapannya begitu sendu. ‘Apa yang sebenarnya sedang kamu pikirin sih apa di otakkamu ada yang mengganjal , saGa’ batinku dalam hati. Bis berhenti di sebuah halte. Ada beberapa orang yang sedari tadi menunggu bis di halte itu pun segera naik bis itu. Aku melihat Saga turun di halte tersebut. Entah kenapa aku sangat ingin tau apa yang akan dilakukan oleh Saga dan aku pun turun juga, padahal rumahku masih jauh, seperempat jam dari halte tempat aku turun. Aku terus mengikuti langkah Saga yang tak kunjung kuketahui kemana tujuannya. Saat itu Saga tak sadar bila aku membuntutinya membuntuti orang yang kita keepoo-in itu nikmat juga ada sensasi yang gimana gitu. Tiba-tiba saja Saga berbelok ke kanan saat ada pertigaan jalan di gang depan . Aku sempat kehilangan jejaknya untungnya aku dibekali mata setajam burung nazar , tapi kemudian aku melihatnya memasuki sebuah toko alat-alat seni lukis. Entah apa yang akan dia lakukan di dalam sana. Aku bertambah kepo dengan apa yang dia lakuin , kemudian aku pun turut memasuki toko tersebut. Masih sama seperti tadi, Saga masih tak menyadari keberadaanku .
Saga berpindah-pindah dari rak satu ke rak lainnya. Dia melihat-lihat alat-alat seni yang terpajang di dalam toko itu. Ada kuas lukis, pallet(tempat menuangkan cat), kanvas, krayon, pensil gambar, pensil warna, spidol, buku gambar, gliter, dan masih banyak lagi benda-benda yang berbau seni di dalam toko itu.apa yusuf suka melukis ya kayak kak guntur . kenapa banyak sekali kesamaan kak guntur dengan Saga . aku semakin kepo dengan apa yang dilakuin Saga di Toko itu.  Saga  yang saat itu sedang berdiri di rak yang berisi macam-macam pensil gambar, tiba-tiba menoleh kearah rak berisi kumpulan cat minyak dimana aku berada. Aku terkejut dan dengan sigap aku langsung menunduk. Saat sedang bersembunyi dari saga  itu, aku melihat sebuah peristiwa yang mencengangkan peristiwa yang ga akan aku bayangin ..boro boro bayangin terlintas di benak aku saja tidak akan . Dengan mata kepalaku sendiri, aku melihat saga yang cool itu  mengambil satu dari masing-masing jenis pensil gambar yang ada di rak di depannya itu, kemudian memasukkan pensil pensil itu ke dalam saku celana abu-abunya. Sesekali aku melirik pada pemilik toko yang duduk di belakang meja kasir sambil membaca majalah. Ternyata aksi yang tergolong nekat dari Saga itu tak disadari oleh Ibu pemilik toko itu. Setelah selesai dengan pensil gambar, Yusuf beralih ke rak berisi buku gambar. Dia mengambil satu buah buku gambar yang terlihat cukup tebal. Aku memerkirakan isinya ada lima puluh lembar. Aku melupakan saga sejenak. Muncul ide gila dalam otakku untuk ikut melakukan apa yang dilakukan oleh saga di awal tadi, tapi sasaranku bukanlah pensil gambar, tapi bolpen warna. Aku mengambil bolpen warna merah, biru, hijau, dan emas, kemudian langsung kumasukkan dalam saku celanaku seperti yang dilakukan Saga. Entah kenapa aku merasakan sensasi yang luar biasa saat melakukan hal itu hari ini aku melakukan dua hal yang membuatku merasakan hal yang amat nekad tapi punya sensasi yang tak bisa dibayangin nguntut dan ngutil . Untuk pengalihan, aku mengambil satu buah pensil gambar dan membawanya ke kasir. Setelah membayarnya, aku segera keluar dari toko itu dan kembali mengikuti Saga . Di depan sana ada perempatan. Saga berbelok ke kanan dan aku pun segera mengejar langkahnya. Sialnya aku kehilangan jejaknya. Aku sama sekali tak melihat batang hidungnya di sekitar situ. Dia menghilang begitu cepat seperti hantu.apa dia kayak Galang ya ...tokoh di serial tv GGS yang bisa lari secepat kilat .karena masih keturunan serigala...jadi ngeri sendiri .
“Jangan-jangan rumahnya ada di sekitar sini,”gumamku. “Berarti tak jauh dari rumah nenekku dong,”aku tersenyum sendiri kemudian berjalan lurus meneruskan perjalanan pulang.
Keesokan harinya, aku berangkat diantar oleh supirku, Pak ghufron.Pagi ini mendung, berselimut dalam kabut yang masih membekas di jendela kamar. Melihat sekeliling tumbuhan hijau. Menghirup kabut-kabut yang mulai hilang dalam panas surya. Sekitar lima menit dia beranjak dari rumah,  Saat sampai di tengah perempatan, dari lorong sebelah kanan, aku melihat seorang cowok yang kuyakini adalah Saga. Dia sedang berjalan dengan santainya menuju perempatan. Sekarang aku benar-benar yakin kalau rumahnya ada di serkitar sana. tak jauh dari kediaman omah tersayangku . kayaknya akan ada alasan aku ke rumah nenek selain kangen dengan kue jahe buatan omahku .
“Den Rama kenapa senyum-senyum sendiri?”Pak ghufron membuyarkan lamunanku.
“Ahh, Bapak kepo banget sih,kalah kayak pincess the pinkers ”
Pak Ghufron kembali memacu mobil menuju sekolahku tanpa ingin tau lagi apa yang sudah membuatku tersenyum sendiri tadi. Sampailah aku di sekolahku tempat baru aku menimba ilmu . Pak ghufron turun dari mobil kemudian membukakan pintu mobil untukku bak raja namunitulah tugas seorang sopir ,tapi pak ghufron ini adalah orang kepercayaan ayah dan bunda , beliaulah yang dari SD nganterin aku dan kak guntur ke sekolah , dialah orang yang melindungi aku dan kak guntur di jalan , lalu aku pun turu dari mobil .
“Pak, aku nanti enggak usah dijemput, ya! Aku mau pulang naik angkot  sama teman teman saja,”kataku.
“Lho! Memangnya kenapa, Den? Nanti kalau saya ditanya sama Tuan bagaimana, Den? Terus Bapak jawab apa?”Pak ghufron jadi banyak tanya.
“Lagian aku bosen naik mobil terus ,masak dari SD dianter bapak terus bosan tau pak . Sekalian mau liat-liat daerah sini. Pokoknya nanti Bapak enggak usah jemput aku! Titik. Sudah, jangan banyak nanya lagi!”aku meninggalkan Pak ghufron.
Aku berlari menuju kelasku. Disana masih sedikit muridnya. Hanya ada Randy dan Melani. Mereka sedang sibuk mengerjakan PR Matematika yang diberikan bu melati kemaren .
“Sibuk ngapain sih?”tanyaku.
“Kamu bagaimana sih? PR Matematika gitu kok. Kamu sudah selesai?”kata Randy.kamu tak tau apa atau kamu amnesia . kebanyakan tinggal di kutub sich ...makanya buruan pindah tempat.
“Oh iya! Aku lupa,”aku langsung berlari ke mejaku, mengeluarkan LKS dan buku tugas Matematikaku, dan mulai mengerjakan.dengan susah payah aku memikirkan jawaban dari tiap point pertanyaan di LKS tapi kepala ini serasa diperas . kenapa ada pelajaran matematika ?gerutuku
Tiba-tiba Saga datang dan duduk di tempatnya. Seperti biasa, dia langsung menyandarkan kepalanya pada tembok. Setiap hari dia selalu seperti itu, tak pernah terlihat ceria, selalu murung tapi kali ini senada dengan langit yang mendung .
Bersandar pada tembok kelas dengan menyembunyikan mukanya. Apa yang dia lakukan. Sedikit waktu. Dia beralih ke jendela, melihat keluar. Membisukan sejenak mulutnya, menulikan sebentar telinganya. Wahai muda, apa yang kau pikirkan.Aku meliriknya sebentar. Aku ingin bertanya padanya, tapi aku takut. ‘Aku harus berani bertanya padanya’ batinku. Aku tersenyum padanya. Dia pun membalas senyumku tadi. Akhirnya suasana sedikit mencair. Aku pun melanjutkan percakapan.
“Eh, Ga ! Tadi aku lihat kamu di perempatan jalan perumahan Griya mandiri. Rumah kamu sekitar situ, ya?”tanyaku.
“Ya, yang belokan ke kanan,”jawabnya datar.
“Tau, enggak, Ga , rumahku juga di sekitar situ. Kalau kamu belok ke kanan, aku masih lurus,”
“Begitu, ya,”
Responnya yang dingin itu benar-benar membuatku kesal.suasana yang memang lagi dingin jadi bertambah dingin . jari jemariku jadi sedikit kaku.  Hampir saja aku kehabisan kesabaran, tapi demi bisa dekat dengannya aku kembali mengisi ‘amunisi’ kesabaranku mengisinya penuh , agar bisa lebih sabar menghadapi sifat dingin dari Saga itu. Aku harus bisa mencairkan es yang ada dalam dirinya dengan sikap yang ramah dan hangat . Bel pulang sekolah berbunyi. Semua murid mengemasi buku mereka dan segera pulang. Yusuf mengangkat tasnya dan pergi meninggalkan aku yang sedang mengemasi bukuku.
“Ga , tunggu aku!”aku menghentikan langkahnya saat dia sampai di depan pintu.
“Ada apa, Ram?”
“Kita kan, searah, jadi pulangnya bareng, ya,”
“Ayo kalau gitu,”
Aku tersenyum girang lalu menyusul langkahnya yang sedikit jauh di depanku meninggalkan kumpulan bangku yang kosong karena ditinggal penghuninya melewati gerbang hijau . Kami berdua menunggu bis di tepi jalan. Tak lama kemudian ada bis yang datang dan kami pun naik bis tersebut. Di dalam bis, kami duduk bersebelahan. Walau kami duduk bersebelahan, tapi kami seperti duduk sendiri. Kami saling diam.kenapa tetapsaja dingin ya padahal sudah kagak di sekolahan .Aku tak mau mengawali percakapan, begitu juga dengan Saga . Bis pun berhenti di halte untuk menaikkan penumpang. Selagi orang-orang di halte itu naik ke bis, kami turun di halte itu. Kami berjalan beriringan kayak anak bebek dan induknya. Masih seperti di dalam bis tadi, tak terjadi percakapan antara aku dan Saga. Sampai akhirnya, dengan tidak tau malu, cacing-cacing di perutku meronta-ronta, monyet monyet di otakku udah menggelayut minta agar aku belok ke warung nasi bebek. Maklum saja tadi pagi aku tidak sarapan dan ditambah lagi waktu istirahat tadi, aku juga tidak jajan. Saga menatapku kemudian tersenyum, sambil geleng-geleng. Mukaku memerah. Aku benar-benar malu. ‘Dasar cacing bodoh!’ hardikku dalam hati.kenapa perut  inikagak bisa diajak kompromi .
“Kenapa kamu melihatku seperti itu? Lucu, ya? Ketawa saja sepuasnya!”aku sedikit kesal.
“Kamu benar-benar lapar, ya?”tanya saga.
“Tadi pagi aku enggak sarapan, terus waktu istirahat aku enggak jajan,”jawabku sambil memegangi perutku yang masih keroncongan.
“Kita makan dulu, yuk! Aku tau tempat makan yang enak,”
“Benarkah? Ayo kita kesana! Aku sudah lapar,”aku mempercepat langkahku meninggalkan saga.sok tau tempat mana yang akan ku tuju.
“Ram, tempatnya belok ke kiri, bukan lurus. Kamu gimana sih ?”
“Enggak bilang dari tadi,”aku malu tau sambil cengar cengir.
Aku hanya berjalan mengikuti Saga saja, sebab dia yang paling tau tempat-tempat disini. Sedangkan aku yang orang baru disini tak begitu tau tempat-tempat disini tapi lapar tlah butakan otakku hingga tadi nyeludur sesukanya . Dan ditambah lagi aku jarang keluar rumah, kalaupun keluar rumah harus ditemani oleh Pak ghufron. Tak terasa aku dan Saga sudah berdiri di depan sebuah Café.
“Selamat datang, Mas Saga,”sambut seorang pelayan.
Aku dan Saga duduk di meja nomor tujuh. Entah kenapa Yusuf lebih memilih duduk di meja nomor tujuh, daripada duduk di meja kosong lainnya.ada apa dengan meja ini .tapi senggaknya meja ini kagak sedingin meja di kelas dan di bis tadi. ada suasana hangat meski ga terlalu .tapi aku senang.
“Ga, kenapa sih, kita kok, duduk di meja ini, padahal kan meja yang kosong banyak?”tanyaku.
“Ini meja kesukaanku,”jawabnya datar.
“Pesan apa Mas Saga?”tanya seorang pelayan.
“Seperti biasanya saja, Mbak vea,”jawabnya. “Kamu pesan apa, Rama?”
“Sama kayak kamu saja,”jawabku datar sedatar meja cafe ini.
“Ditunggu, ya!”pelayan langsung pergi ke dapur untuk menyerahkan pesanan kami pada koki wanita yang ada di sana.
“ga, kamu sering kesini, ya?”tanyaku sedikit kepo.
“Betul,”jawab Ysaga dengan nada datar seperti di awal-awal tadi.
“Pantesan pelayannya tau nama kamu. Ternyata kamu pelanggan café ini, ya,”kataku.
Tak lama kemudian Mbak Vea datang bersama makanan pesanan kami. Di atas nampan yang di bawanya, ada dua burger dan dua jus alpokat.
“Silahkan, Mas Saga!”kata Mbak Vea sambil meletakkan burger dan jus alpokat di atas meja kami.
“Makasih,ya  Mbak,”kata Yusuf.
“Sama-sama. Selamat menikmati,”Mbak Vea beranjak dari meja kami. Kemudian beralih ke meja lain untuk melayani pengunjung lainnya.
“Aku berani bertaruh, ini pasti menu yang biasanya kamu makan disini kan, ga . kata kataku sedikit sotoy tapi gimana lagi kata kata itu meluncur kayak rudal yang sulit aku cegah,”kataku.
“Yap, tepat sekali,”jawabnya. Kemudian menggigit burgernya.
“Ga, kenapa sih, kamu dingin banget?”tanyaku.
“Dingin? Enggak tuh,”katanya sambil menyentuh telinganya.
“Bukan itu maksudku, tapi sikapmu padaku dan anak-anak lain,”jelasku.
Saga meletakkan burgernya.
“Tidak bisakah kamu tidak membahas sikapku ini?”tanya Saga,
sambil menatapku. Aku tak berani menatapnya. Tatapan matanya
membuat jantungku berdebar.
“Maafkan aku, Ga! Aku hanya ingin kamu bersikap sedikit ramah
pada teman-teman, agar kamu tidak dinilai buruk oleh teman-
teman,”jawabku sambil menundukkan kepalaku takut takut ntar dia 
menerkamku dan buat aku jadi manusia serigala.
“Biar saja mereka menilaiku buruk! Toh, itu hak mereka,”jawab saga ketus
“Tapi aku enggak suka kalau kamu dijelek-jelekin sama mereka,”aku menyelah
“Ada apa denganmu, Rama? Kenapa kamu begitu
memerdulikanku?”mata Saga terus menatapku dengan tajam.
Seakan dia mencoba membaca pikiranku.seperti Thea di film GGS .
Aku tak menjawab pertanyaannya itu. Sebab bila Sagatau kalau
aku menaruh hati padanya , pasti dia akan menjauhiku dan semuanya akan
jadi kacau.
“Apa salah bila aku memerdulikan sahabatku sendiri?”kini aku yang
menatap matanya.
“Huh, apa maksudmu aku? Sejak kapan kamu menganggapku
sahabat?”Saga menggigit burgernya.
“Sejak kita duduk di bangku yang sama. Apa kamu enggak
menganggapku sebagai sahabatmu?”aku menyedot jus alpokatku.
“Kamu adalah orang pertama yang bisa dibilang cukup akrab
denganku, Ram,”saga pun juga menyedot jus alpokatnya.
“Berarti aku ini sahabat pertamamu, ya?”tanyaku sambil
mencondongkan tubuhku ke depan.
“Kurasa begitu,”Saga juga mencodongkan tubuhnya ke depan.
Wajahku dan wajahnya sangat dekat. Aku segera menarik tubuhku
ke belakang.takut takut Saga tau kalau aku Salting.
Mendengar jawaban Saga tadi, aku tersenyum saja, tapi
sebenarnya dalam hati aku sudah melonjak kegirangan . Saat ini
hatiku benar-benar bahagia. Seperti seorang musyafir yang tengah
kehausan dan menemukan oasis di tengah padang pasir. Aku
benar-benar tak menyangka kalau aku ini sahabat pertama saga.
Aku terus menatap wajahnya. Saat di menggigit burgernya, dia
tampak begitu manis. Saat dia mengunyah lalu menelan burgernya,
dia terlihat manis. Begitu juga saat dia menyedot jus alpokatnya,
dia tampak sangat manis bagiku. Apapun yang dia lakukan, selalu
tampak manis bagiku.kayaknya dia punya wajah yang pas dihati.
“Kamu kelihatannya senang sekali mendengar itu,”Saga
membuyarkan lamunanku.
“Ya, iyalah, aku senang banget kamu ga tau sich gimana rasanya,”
“Memangnya apa yang kamu harapkan dari orang yang dingin
sepertiku ini?”celetuknya
“Aku tak mengharapkan apa-apa darimu. Yang kuharapkan hanya
menjadi sahabatmu,”
“Apa kamu akan tahan dengan hawa dingin dariku?”sindirnya
“Selama api persahabatan masih menyala, aku akan pasti akan
tahan dengan hawa dingin itu,”sambilsenyum cengengesan
“Semoga kamu tidak mengingkari kata-katamu itu,”saga
mengacungkan kelingkingnya.
“Aku janji akan selalu ada untukmu,”aku mengaitkan kelingkingku
pada kelingking saga.
Disini, di café ini deretan lampu temaram puluhan kursi hitam ini 
, aku dan Saga mengikatkan tali persahabatan. Meja, kursi, mesin kasir, makanan,
 minuman, lampu, dan semua yang ada di dalam café ini menjadi saksi bisu 
persahabatan kami.persahabatan yang dimulai denganrasa dingin yang menusuk tulang
Aku yang dulu hanya teman bagi saga, kini sudah menjadi
sahabatnya. Untuk hal ini aku sudah selangkah lebih maju untuk
bisa lebih dekat dengan Saga. Dan itu adalah sebuah kemajuan
yang sangat pesat. Aku tak mau terlalu memerlihatkan kalau aku
senang bisa menjadi sahabatnya dan bisa selalu dekat dengannya,
sebab bila itu kulakukan mungkin Saga akan curiga, jadi aku harus
lebih bersabar. Sesampainya di rumah, aku langsung masuk ke
kamarku, kurebahkan tubuhku yang penuh keringat ini di atas
ranjangku. Kupejamkan mataku, kubayangkan wajah tampan
Saga. Aku benar-benar tak bisa menghilangkan wajah Saga dari
memoriku. Ingin rasanya hari cepat pagi, agar aku bisa segera
bertemu dengan Saga.
“Rama, darimana saja kamu, jam segini baru pulang?”seruan
bundaku itu membuyarkan lamunanku.
“Eh, Bunda. Anu, Bun, itu…anu..”aku jadi gugup gelagapan bingung alasan apa 
yang harus aku berikan pada bundaku.
“Anu, anu. Anu apa? Kalau ngomong itu yang jelas!”celetuk bunda
“Tadi aku main sama anu, bun,”bicaraku makin tak jelas kesana kemari tak ada juntrungannya.
“Ya….ampuuuuunnn, Ramaa! Kamu mainan sama anunya siapa?
Sudah bunda bilang jangan mainan anunya orang
sembarangan,”bicara bunda ikut enggak jelas ngelantur kemana aku kemana .
“Saga, Bun. Maksud aku itu Saga bunda,”akhirnya bicaraku sudah mulai
jelas tak tersengal sengal seperti beberapa menit sebelum ini.
“Saga? Siapa Saga? Jadi kamu mainan anunya Saga?”tambah bunda yang ngelatur
“Saga itu sahabatku, Bunda. Tadi aku main sama dia, tapi bukan main
yang begituan. Main yang beneran. Tadi aku makan siang sama dia
di café,”jelasku.
“Ohhh….kirain Mama, kamu mainan anunya Saga,”
“Ihh…BUndaaaa, pikirannya jorok,”
“Ya sudah! Cepat mandi sana! Baumu seperti ikan asin yang di jemur di tepi jalan ,”ujar bunda
“Oke, bun. Eh, Bunda! ayah  kemana?”tanyaku
“ayah  kamu ada lembur hari ini, jadi pulangnya agak
malam,”kemudian Mama meninggalkanku di kamar.
Oh ya, aku belum bilang pada kalian kalau Mama sama Papaku
sudah tau kalau aku gay. bunda sama Ayahku menerima apa
adanya orientasi seksualku ini semua berkat kak Guntur yang menyakinkan Ayah dan bunda 
. Mereka selalu mendukungku, agar akuselalu kuat menghadapi 
kehiduapanku sebagai gay. Aku rasa tidak semua orang tua mau 
menerima dengan lapang dada terhadap
melencengnya orientasi seksual anaknya. Dalam hal ini aku
termasuk gay yang beruntung kakak kandungku yang meyakinkan kalau Gay bukanlah penyakit , atau hal yang harus dibunuh karena di dalam dunia gay yang kejam ini, aku dilahirkan di antara dua orang yang sangat toleran dan menghormati orientasi seksualku meski awalnya mereka terpukul . Ya. Mereka adalah ayah dan bundaku yang sangat aku sayangi. meningat ini aku jadi kangen banget sama Kak Guntur. Tapi lucunya Mama sama Papaku itu berbeda prinsip dalam mendidikku. Papaku pernah
bilang kalau apapun yang aku lakukan asalkan itu masih positif,
Ayah akan selalu mendukungku. Sedangkan Bunda selalu mewanti- wanti aku, agar tidak mainan sama anunya orang sembarangan. Bunda juga pernah berpesan, agar aku jadi ‘Smart gay’, ‘Selective
gay’, harus sedikit jual mahal sama cowok, dan bla-bla-bla masih
banyak lagi..
Keesokan harinya saat jam istirahat berlangsung, aku tidak melihat
Melani di dalam gengnya(Randy, Husein, dan nadia) saat di kantin.
“Nad, Melani kemana?”tanyaku pada salah satu teman satu
gengnya Melani.
“Si Melani tadi sih, disini sama kami, tapi tiba-tiba dia balik ke
kelas. Katanya hapenya ketinggalan,”jelas Husein.
“Tumben, kamu nyariin Melani. Ada apaan sih?”Nadia penasaran.
“Kemarin dia janji ke aku, katanya dia mau ngasih aku film kartun
terbaru yang ada di laptopnya. Ya sudah, kalau gitu aku samperin
dia saja di kelas,”
“Kamu enggak makan atau minum dulu, Ram?”tawar Randy.
“Enggak lapar,”kemudian aku meninggalkan mereka.
Aku pun segera berlari keluar kantin menuju kelas.
“Kamu kenapa, Ram? Kayak habis liat setan saja,”kata Intan yang
tadi sedikit kaget dengan kedatanganku.
“Kamu liat Melani?”tanyaku.
“Kayaknya dia di ke kebun belakang sama si Saga deh,”jawab
Intan, sambil memainkan gadgetnya.
Aku segera berlari menuju kebun belakang sekolah. Jantungku
terus berdebar mendengar bahwa Melani sedang berduaan
bersama Saga. Dalam hati aku terus berharap kalau Saga dan
melani jangan sampai berduaan. Sesampainya aku di kebun
belakang, aku mendapati sebuah bayangan yang ada di balik pohon
jambu disana. Aku yakin kalau itu adalah Saga. Ternyata tidak ada
Melani disana. Aku bisa sedikit bernapas lega. Perlahan aku
menghampiri bayangan itu.
“Sendirian saja, Ga? Melani mana?”aku sedikit berbasa-basi. “Kata
Intan, tadi kamu sama Melani,”
“Tadi memang sama Melani, tapi sampai sini kami pisah. Awalnya
dia ngajakin aku ke kantin, tapi aku nolak, soalnya ada banyak
orang. Aku enggak suka,”jawabnya.
“Syukur deh, kalau gitu,”gumamku.
“Kenapa memangnya kalau aku sama Melani?”tanya Saga, sambil
berbalik menatapku. Aku jadi deg-degan. Mukaku pasti sudah
memerah.
“Eh, enggak apa-apa kok,”dalihku.
“Enggak apa-apa gimana, jelas-jelas tadi kamu bersyukur banget
aku enggak lagi sama Melani,”
“Disini panas. Balik ke kelas yuk, Ga!”aku meninggalkan saga.
“Tunggu, Ram!”tiba-tiba saga menangkap tanganku dan aku pun
berhenti.
Rasanya tubuhku seperti terbakar. Panas sekali. Ini bukan panas
karena sengatan matahari, tapi karena tanganku merasakan panas
dari tangan saga. Panas dari tangan saga itu menjalar ke seluruh
tubuhku.membuat genderang di hatiku berdegub tak beraturan . 
pipi ini pun memerah kayak tomat yang siap untuk dimakan.tapi
aku rela kalau yang makan saga .lelaki yang menghipnotis ku 
sepersekian detik tadi.
“Ada apa, Ga?”tanyaku dengan nada lirih.
“Nanti malam aku jemput kamu, ya,”Saga melepaskan tanganku.
“Memangnya mau kemana?”tanyaku penasaran bercampur senang.
“Pokoknya kamu tungguin aku saja! Jangan ketiduran!”
“Heemm, baiklah. Aku siap bos saga ,”
Ada rasa penasaran bercampur senang berkecamuk dalam diriku.
‘Entah akan diajak kemana aku malam minggu ini. Mungkinkah dia
mau mengajakku kencan?’ batinku dalam hati. Aku benar-benar
tidak sabar menunggu malam hari. Kalau saja aku bisa memohon
pada Tuhan, aku akan memohon agar Tuhan segera membawa
matahari ke peraduannya, tapi itu sungguh permintaan yang konyol
dan tak mungkin terjadi. Kalau pun itu dapat terjadi, pasti seluruh
dunia akan gempar. Dan pastinya aku lah yang akan dipersalahkan,
gara-gara permohonan konyolku pada Tuhan. Jarum-jarum pada
jam dindingku terus berputar pada tempatnya. Detik demi detik
kuhitung. Jam demi jam kulewati dengan perasaan berdebar.
Malam ini aku tak tenang. Aku terus mondar-mandir dalam
kamarku, seperti ayam yang mau bertelur.
Malam hanya sebatas 
pembagi Matahari dan Bulan. Malam hanya waktu yang diperlukan 
oleh bintang untuk bersinar.Sesekali kulihat keluar
rumah melalui jendela kamarku yang masih terbuka. Ada sedikit
rasa kecewa yang hinggap saat tak kutemukan Saga di luar sana,
tapi aku tetap sabar menanti. Lama-lama aku merasa lelah
mondar-mandir dalam kamarku dan aku pun duduk di tepi
ranjangku sambil menatap jam yang menunjukkan pukul sebelas
malam.
‘Miaw….miaw….’ sayup-sayup terdengar suara kucing dari luar
rumahku. Entah kucing siapa yang keluyuran malam-malam begini.
Awalnya aku mengacuhkan suara kucing itu, tapi lama kelamaan
suara kucing tersebut semakin terdengar ganjil di telingaku. Aku
beranjak dari dudukku lalu berjalan menuju jendela kamarku untuk
melihat keluar rumah. Betapa senangnya hatiku saat melihat keluar
rumah melalui jendela kamarku, aku melihat orang yang sedari tadi
membuatku gelisah sedang berdiri di luar sana sambil
melambaikan tangannya padaku. Kulempar senyumku padanya
kemudian aku segera berlari keluar kamar menuju halaman untuk
menghampiri saga.
“Kamu lama banget sih, Ram,”sagatampak sedikit kesal.
“Sorry! Tadi aku kira suara kucing itu adalah suara kucing
tetanggaku. Eh, ternyata itu suara kamu,”kataku sambil
memasukkan kedua telapak tanganku ke dalam saku celanaku.
“Wow, ini motor kamu, Ga? Keren banget,”
“Ya iyalah. Masa’ motornya tetanggaku,”jawabnya datar.
“Eh, kita mau kemana sih, ga?”tanyaku.
“Pokoknya kamu ikut saja. Dah, cepat naik!”saga menaiki motornya
kemudian aku pun naik juga.
Semula, sagamelajukan motornya secara perlahan, namun tiba-
tiba dia menambah kecepatannya. Aku yang kaget pun dengan
otomatis langsung memeluk pinggang Saga. Kali ini motor Saga
melaju dengan kecepatan yang sama seperti tadi dan aku pun
masih memeluk pinggang saga. Malahan pelukanku itu semakin
erat, karena malam ini terasa sangat dingin. Dengan berani, aku
menyandarkan kepalaku di pundak saga kemudian kupejamkan
mataku sejenak. Kurasakan ada yang menggenggam jemariku
kemudian diremas pula jari-jariku. Tanganku yang semula terasa
dingin karena angin malam, kini mulai sedikit terasa hangat.
“Ram, jangan tidur dulu, ya!”suara saga bercampur dengan suara
angin. “Kalau kamu tidur, nanti kamu bisa ketinggalan
pertunjukannya,”
“Pertunjukan apaan sih, Ga?”
“Pokoknya nanti kamu akan tau sendiri,”
Motor Saga  yang semula melaju kencang, kini mulai melaju
dengan perlahan. Aku membuka mataku kemudian melihat ke
kanan dan ke kiri. Aku tak tau tempat apa itu. Maklum saja aku
bukan orang asli sini. Ditambah lagi gelapnya malam membuat aku
tidak bisa mengamati tempat itu dengan mataku.tempat yang tadi jalannya
 enak mulus kayak pahaku kini berubah penuh terjal .pelukan ini semakin 
erat memeluk Saga . Dinginnya malam membuat aku semakin erat dan erat lagi
 Tiba-tiba saga menghentikan motornya di tengan hamparan pasir . Motornya itu dia parkir di
tepi jalan
“Ini dimana, ga?”tanyaku sambil turun dari motor saga.
“Ini tempat penuh kenangan. Setiap ada kesempatan, aku selalu kesini. Pada
jam yang sama. Dulu-dulu, aku selalu kesini sendiri, tapi kali ini
untuk pertama kalinya aku mengajak seseorang ke tempat ini. Saat
siang, tempat ini terlihat biasa-biasa saja, tapi saat malam hingga
fajar, tempat ini akan menjadi tempat yang sangat indah dan
romantis,”jelas saga
“Indah? Romantis? Mana? Enggak ada. Semuanya hanya terdiri dari
pohon, batu, rumput, hamparan pasir,  gelap, dan suara binatang malam. Sama
seperti tempat-tempat lainnya tapi kalau ada pasir kok ga ada pantai ya,”kataku sambil berjalan di samping Saga.
“Pertunjukkannya belum dimulai, Rama, jadi sabar dulu!”katanya.
“Pertunjukkan apa sih, Ga? Kamu bikin penasaran saja,”
“Duduk sini, Ram!”saga yang sudah duduk duluan memintaku untuk
duduk di sampingnya. Dan aku pun duduk di sampingnya.
Tiba-tiba Saga merebahkan tubuhnya di tanah yang ditumbuhi oleh
rerumputan. Matanya memandang ke langit malam. Di malam yang
gelap seperti ini, aku seperti melihat pancaran cahaya dari mata
Saga. Matanya benar-benar berbinar-binar bak bintang di langit malam ini.
Senyum manis mengukir di wajahnya yang tampan itu. wajah itu tak sedingin malam ini.
mata itu senyum itu penuh kehangatan yang belum ada di dirinya selama ini
“Tidur sini, Ram! Pertunjukkan akan dimulai,”katanya. Aku pun
menurut saja.
“Pertunjukkan….”kata-kataku tak berlanjut. Karena saga
menyilangkan telunjuknya di depan bibirku.
“Tunggu dan lihat saja!”
“Lihat, ga! Ada bintang jatuh,”aku terkejut karena melihat sebuah
bintang yang jatuh.
“Itu masih belum apa-apa, Ram. Ini baru permulaan,”kata-kata
Saga membuatku penasaran.
Setelah beberapa saat, ada satu lagi bintang jatuh di langit sana.
Kemudian muncul lagi, lagi, lagi, dan lagi, hingga langit malam
penuh dengan ribuan bahkan mungkin ratusan ribu bintang jatuh.
Ternyata itu bukan sekedar bintang jatuh, tapi hujan meteor. Aku
benar-benar kagum, hingga tak bisa berkata-kata lagi. Kurasakan
ada yang menggenggam telapak tanganku dengan sangat eratnya.
Aku sadar tangan itu adalah tangan Saga, tapi aku tak
memerdulikannya. Aku masih terpaku melihat fenomena hujan
meteor yang begitu menakjubkan itu.
“Banyak sekali bintang jatuhnya kayak di film meteor garden. Kalau begini caranya, aku bisa
mengucapkan beribu-ribu permohonan,”kataku.
“Kenapa tidak kamu lakukan?”tanya saga. Tangannya masih
menggenggam tanganku.
“Ya, enggak mungkin lah. Itu kan bintangnya banyak banget. Kalau
setiap satu bintang, aku harus mengucapkan satu permohonan. Itu
kan bintangnya ada ribuan, masa’ aku juga harus mengucapkan
beribu permohonan? Berbusa dong, mulutku,”
“Kamu enggak perlu mengucapkan beribu permohonan, Ram! Cukup
satu permohonan saja. Maka bintang-bintang yang lain akan ikut
memohon agar permohonanmu dapat terkabulkan. Coba
bayangkan! Bila semua bintang jatuh itu ikut memohonkan
permohonanmu, aku yakin pasti Tuhan akan mengabulkannya,”kata
Saga sambil menatapku dengan matanya yang berbinar bagai
bintang itu.
Jantungku berdebar kencang seperti genderang perang. Darahku
memanas sepanas lava gunung berapi seperti gunung bromo di sampingku 
. Kalau saja di atas kepalaku terdapat lubang, pasti berliter-liter darahku akan menyembur
keluar melewatinya. Mendadak saga mendekatkan wajahnya ke
wajahku. Langsung saja aku bangun dari tidurku dan duduk sambil
melihat bulan satu satunya cahaya malam ini. Melihat aku bangun,
Saga juga ikut bangun dari tidurnya. Tiba-tiba saja saga
memelukku dari belakang dan pelukannya itu sangat erat
kurasakan. Dapat kurasakan hangatnya hembusan napas Saga
memenuhi leherku dan itu membuat dadaku terasa berdesir seperti
debur ombak di lautan. Tangannya membelai lembut wajahku
kemudian menghadapkan wajahku ke wajahnya. Perlahan tapi
pasti, SAga mengecupkan bibirnya yang ranum di atas bibirku yang
tipis, kemudian bibirnya itu mulai bermain-main dengan bibirku.
Aku hanya diam, tidak melakukan penolakan ataupun membalas
ciuman itu.
“Saat ini aku sedang ciuman dengan boneka manikin, ya? Sama
sekali tidak ada balasan,”sindir Saga.
Aku tersenyum mendengar sindiran dari Saga itu, kemudian
langsung saja kusambar bibir Saga yang merah dan ranum itu.
Dan terjadilah pertarungan sengit antara bibirku dan bibir Saga.
Lama sekali pertempuran itu berlangsung, tapi tak kunjung ada
yang kalah. Dalam pertempuran ini aku tidak mau kalah, begitu
juga dengan Yusuf. Kami berdua saling memertahankan diri, agar
tidak tumbang. Aku sungguh tak menyangka, Saga yang biasanya
begitu dingin padaku, kini malah berubah jadi begitu hangat, panas
malahan. Sesekali hembusan angin malam menerpa tubuh kami
dan dia pun mendinginkan jiwa kami yang panas oleh api cinta.
Kemudian sagamemererat pelukannya sedangkan aku memainkan
tanganku di leher dan rambut saga, dan itu menyebabkan api cinta
dalam jiwa kami semakin berkobar-kobar. Kami pun menyudahi
ciuman kami dan merebahkan tubuh kami di atas tanah sambil
menatap ke langit malam yang penuh bintang.sekitar pukul 05.00 saga 
mengajakku ke puncak untuk lihat sunrise . ternyata bukan hanya hujan meteor yang 
dia beri kepadaku tapi senyuman sang fajar pagi ini jadi tanda cintanya padaku 
i love u saga .






*****TAMAT*****

0 komentar:

Posting Komentar