kisah sang Surya

Dirgantara putra 16.17 |

Sebening Cinta Surya
 Oleh: M Andrean Ramadanish

Embun. Aku memanggilnya embun. Titik – titik air yg jatuh dari langit di malam hari dan berada di atas dedaunan hijau yang membuatku damai berada di taman ini, seperti damai nya hatiku saat berada disamping lelaki  yang sangat aku kagumi, Surya .yang selalu temaniku menikmati indahnya embun di pagi hari . memberikan kehangatan .

              Setiap nafasku ada rasa rindu
              Setiap detak jantung terasa getaran sayang
              Setiap denyut nadi beriramakan cinta
              Sepi dan sendiri bersama aliran darah
              Daun-daun bernyanyi bersamaku
              Bebatuan bernyanyi bersamaku
              Gemercik air bernyanyi bersamaku
              jagad raya bernyayi untukmu
              yang kurindukan hanya kamu
              yang kudambakan hanya kamu
              yang kutakutkan hanya satu
              terpisah dari genggamanmu
                                                                    surya ,,,

“ngapain diam di situ, ayo sini Ram…” teriakan surya  yang memecahkan lamunanku. Aku lalu menghampirinya, dan tersenyum manis dihadapan nya.

“gimana kabarmu Surya?”

“seperti yang kamu lihat, tak ada kemajuan. Obat hanyalah media yang bertujuan memperparah keadaanku. Dan lihat saja saat ini, aku masih terbaring lemah dirumah sakit kan?”, Keluhnya.

“obat bukan memperparah keadaanmu, tapi mencegah rasa sakitnya. Surya,, kamu harus optimis ya”.

“helloooooo Ram, aku selalu optimis. Kamu nya aja yang cengeng. Kalo jenguk aku pasti kamu mau nangis,, iya kan? Udahlah Ram,,, aku udah terima semua yang di takdirkan Tuhan,, dan saatnya aku untuk menjalaninya, kamu jgn khawatir, aku baik-baik aja kok”. Benar kata Surya, aku selalu ingin menangis ketika melihat keadaannya. Lelaki setegar apapun, pasti akan sedih melihat keadaannya, termasuk aku.

***

Sudah 2 minggu tak kutemui senyum Surya  di sekolah. Sangat sepi yang aku rasakan. Orang yang aku cintai sedang bertaruh nyawa melawan kanker otak yang telah merusak sebagian hidupnya. Apa? Cinta? Apakah benar aku mencintainya??? Entahlah,, aku hanya merasakan sakit di saat melihat dia seperti ini. ya Tuhan, izinkan aku menggantikan posisinya. Aku tak ingin melihat lelaki yang aku sayangi terbaring lemah di sana. Tolong izinkan aku.

Seperti biasa, aku menyempatkan diri setelah pulang sekolah untuk pergi menjenguk Surya di rumah sakit.

“hai Surya baby Doll,, bagaimana kabarmu?”

“sudah merasa lebih baik di bandingkan hari kemarin. Gimana keadaan sekolah kita?”

“baik juga. Cuma… ada sedikit keganjalan.”

“keganjalan apa Ram?”

“karena di sana tak kutemukan senyummu Surya , Gurauanmu , Canda Tawamu , Cablakmu , serta Omongan cadelmu yang biasa memekakkan telinga….”

“ada ada aja kamu Ram,,, hahaha. O iya, kata dokter, besok aku udah di izinin pulang lho. Aku senang banget. Kamu bisa kan jemput aku di sini”.

“apa? Serius?” tanyaku kaget dan senang juga.

“sejak kapan aku bisa bohong sama kamu. Aku serius Rama  Aditya. Hehehhe”.

“gak perlu sebut nama lengkapku Surya Nurodillah,, aku percaya kok”. Senang sekali bisa melihat senyum dan tawamu embun,,, bathinku.

***
Deretan nada telah terbang bersama angin
Membelai lembut bagai tangan tak bertulang
Menjemput ia yang tengah lelap di bawah langit malam
Lelah akan peperangan yang tak pernah usai
Sebuah nyanyian telah usai ia mainkan
Tertunduk ia sejenak tercengang akan sebuah mimpi
terlalu sukar untuk diterima dan diterjemahkan
Deretan nada dan nyanyian tentang keabadian 
 
Waktu terasa cepat berlalu, karena sekarang aku sudah berada tepat di depan pintu kamar Surya. Aku mengetuknya dan…” pagi Surya,,”

“pagi juga Rama,, gimana, kamu dah siapkan antar aku kemanapun aku mau…?”

“siap Pangeran,, aku selalu siap mengantarmu kemanapun engkau mau. Heheheh”

“ok,, sekarang aku pengen ke taman. Tempat kita pertama kali bertemu Ram,, kamu bisa antar aku ke sana kan?”.

“siip, berangkat”.

Taman ini menjadi tempat favorit kami. Sedih, suka, marah akan kami lontarkan di tempat ini. Tempat yang penuh dengan bunga-bunga yang kami tanam dari nol. Ya, taman ini karya kami. Taman yg terletak tepat di belakang gedung sekolah. 1 petak tanah yg tak pernah tersentuh oleh tangan manusia, ntah apa alasan mereka. Tanah yg tandus, bunga yg layu telah kami sulap menjadi taman cinta yang begitu indah, yang di tumbuhi bunga2 kesukaan kami. Sejak Surya di rawat di rumah sakit, aku tak pernah mengunjungi taman ini, walaupun dekat dengan sekolahku.

Kusandingkan bayanganku akan wajahmu bersama sang surya yang mulai merangkak meninggalkan kaki langit
Agar sang surya dapat menyampaikan kepada jagad raya
betapa teduh dan indah rona wajahmu
Oohhh kekasih yang bersanding dengan matahari yang perkasa..
Layaknya sinar mentari yang menyirami jagad raya
sirami juga wajah usang bumiku
bumi usang yang selalu kubawa dan kubanggakan..


“Ram, kenapa semua bunga di sini layu,, apakah tak pernah kamu rawat?”. Tanyanya. Apa yang harus aku jawab,, aku tau, dia pasti marah.

“mereka layu karena tak ada embun dan sang surya  di sini”. jawabku seadanya.

“embun dan surya ? Bukannya tiap pagi selalu ada embun yg membasahinya dan surya yang menghangatkannya?”

“tak ada yg lebih berarti selain embun cinta kita dan hangatnya Surya Nurodillah  bagi tanaman ini, termasuk aku”. Jelasku yg membuat dia terdiam sesaat.

“maksud kamu?”, dia menatapku dalam.

“tak ada,, mereka cuma butuh embun cinta kita berdua dan Surya Nurodillah yg merawatnya, bukan  Sang  Rama . Mereka kesepian, karena sudah 2 minggu tak melihat senyum dan tawamu surya mereka kedinginan karena cahayamu tak ada”.

“ya, aku menyadarinya itu. Sahabat,,, maafin surya ya,,, maaf selama ini surya gak bisa merawat sahabat serutin kemarin. Itu karena kesehatan surya yg semakin berkurang. Dulu surya bisa berdiri sendiri, sekarang surya harus menggunakan tongkat, kursi roda dan bahkan teman. Teman seperti Rama, yg bisa memapah Surya. Thanks y Rama..”

“eh,, ii iya, iya Surya, sama sama.”

Sudah seharian kami di sini,, tanpa di sadari Surya terlelap di pangkuanku. Menetes airmataku ketika melihat semua perubahan fisik yg terjadi padanya. Wajahnya yg pucat, tubuhnya yg semakin kurus, dan rambutnya yg semakin menipis, membuat aku kasihan. Kenapa harusSurya yg mengalaminya? Tapi aku juga salut, tak pernah ada airmata di wajahnya. Dia sangat menghargai cobaan yg diberikan Tuhan kepadanya, dia selalu tersenyum, walaupun sebenarnya aku tau, ada kesedihan dibalik senyum itu.

“Rama…” desahnya

“ia Surya. Kamu dah bangun ya? Kita pulang sekarang yuk,,, “ ajakku ketika dia sadar dari mimpinya.

“aku mau di sini terus Ra,, kamu mau kan nemenin aku. Aku mau menunggu embun datang membasahi tubuhku dan surya akan hangatkan aku. Sudah lama sekali aku tak merasakannya”.

“tapi angin malam gak baik buat kesehatan kamu”.

“aku tau, tapi untuk terakhir kali nya Ram,,, pliss…”.

“maksud kamu apa? Aku gak mau dengar kalimat itu lagi”.

“gak ada maksud apa-apa,,, kita gak tau takdir kan. Dah ah,, kalo kamu gak mau nemenin aku, gak apa-apa. Aku bisa sendiri”.

“gak mungkin aku gak nemenin kamu Surya ,, percayalah… aku akan selalu ada untukmu”.

“ gitu dong,, itu baru sahabat aku.” Ucapnya sambil melihat bunga-bunga di sekelilingnya.

“Surya…”

“ya,,,”

“kamu suka dengan embun dan Cahaya Surya?”

“sangat. Aku sangat menyukainya. Embun itu bening, sangat bening. Dan bening itu menyimpan sejuta kesucian. Aku ingin seperti embun, bening dan suci dan surya akan menambah kebeningan sang embun membiaskan semua perasaan sang embun . Menurutmu bagaimana?”

“aku juga suka embun tapi aku lebih mencintai surya. Mencintai surya sejak mengenal embun”.

“Surya , kamu tau… aku ingin persahabtan kita seperti embun dan surya. Embun yang bisa hadir dan memberi suasana beda di pagi hari. Embun yg selalu di sambut kedatangannya oleh tumbuhan dan surya yang akan selalu menerangi dan menghangatkan suasana”.

“kamu sudah menjadi embun yg kamu inginkan sekaligus surya yang menghangatkan hatiku.”

“maksudmu?”

“tak ada”.

Aku sengaja merahasiakan perasaanku terhadapnya. Karena aku tau, tak ada kata “ya” saat aku menyatakan perasaanku nanti. dia tak mau pacaran, dan dia benci seorang kekasih, ntah apa alasannya.

Jam sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Embun pun terlelap kelelahan di sampingku.

“surya,,,, surya,,,,,, bangun surya,, sekarang sudah pagi. Katanya mau melihat embun dan sang surya, ayo bangun” bujukku,, tapi tak kudengarkan sahutan darinya.

“ayolah surya, bangun. Jangan terlelap terlalu lama…” aku mulai resah, apa yg terjadi. Kurasakan dingin tubuhnya, tapi aku menepis fikiran negatif ku. Mungkin saja dingin ini berasal dari embun pagi.

“surya sayang,, ayo bangun. Jangan buat aku khawatir”. Lagi lagi tak kudengarkan sahutannya. Tubuhnya pucat, dingin, kaku,,. Aku mencoba membawanya kerumah sakit dengan usahaku sendiri. Dan,,, “ kami sudah melakukan semaksimal mungkin, tapi Tuhan berkehendak lain. surya sudah menghadap sang pencipta” itulah kata-kata dokter yg memeriksa surya yg membuat aku bagai tersambar petir. Aku lemah, jatuh, dan merasa bersalah. Kalau tak karena aku yang mengajaknya ke taman, mungkin tak kan seperti ini. Ya Tuhan, kenapa ini terjadi… aku tak sanggup.

***

Beberapa bulan kemudian….
Aku temui surat berwarna biru dan ada gambar embun di surat itu.

Teruntuk Rama Aditya
Embun…
Titik titik air bening yg jatuh dari langit
Dan membasahi kelopak bunga yg aku sukai.
          surya
          cahaya kilatan sang khaliq
          menyimpan kehangatan semesta menyalurkan berjuta imaji
Aku ingin seperti embun, yg bisa hadir di hati orang
Yg menyayanginya. Tapi aku tak menemui siapa orang itu???
           aku juga ingin seperti surya
           yang bisa hangatkan keadaan membawa kebahagiaan


Ram … makasih ya, dalam waktu terakhirku, kamu bisa menjadi embun di hatiku. Dan tak kan pernah aku lupakan itu. Ram,, maaf kalau sebenarnya aku suka sama kamu aku ingin kamu aku surya yang hangatkan hatimu . Aku sengaja tak mengungkapkannya, karena aku tau.. sahabat lebih berharga di banding kekasih.

O ia Ram,,, tolong rawat taman kita ya,, aku gak mau dia layu karena tak ada yg memperhatikannya lagi. Karena taman itu adalah tempat pertemuan kita pertama dan terakhir kalinya.
sekali lagi,, makasih dah jadi embun selama aku hidup dan tolong,, jadiin aku embun di hatimu ….

salam manis… Surya Nurodillah

“Surya,,,kamu tau, pertama aku kenal kamu, kamu telah menjadi surya dihidupku, yang menghangatkan hatiku. Dan kamu adalah butiran bening yang selalu buat aku tersenyum, seperti embun yang selalu buatmu tersenyum.

Taman ini, bukan aku yg akan merawatnya, tapi kita. Dan taman ini tak akan pernah mati, karena kamu selalu ada di sini, di sini rumah mu.” Kalimat terakhirku ketika meletakkan setangkai bunga mawar yg aku ambil dari taman di atas pusaranya. Pusara yg terletak di tengah-tengah taman surya. Dan kunamai taman itu dengan nama Surya. Surya .. yang tak kan pernah mati…yang selalu menunggu embun .

            ada suara lembut memecah keheningan
            seperti mengajak untuk terbang ke sana
            meninggalkan kepekatan yang menyelimuti
            ada untaian nada-nada nan indah
            membangunkan dari sihir dunia fana
            meninggalkan kepekatan yang menyelimuti
            ada seberkas cahaya menerobos celah hati
            seperti ingin menuntun setiap langkah kaki
            meninggalkan kepekatan yang menyelimuti
                                             surya ..... 












The End

0 komentar:

Posting Komentar