pacar saya seorang mafia (part 2 - end)
Sambungan dari bagian
01
Di bawah sinar lampu yang terang
benderang, saya berdiri setengah
telanjang di hadapan seorang lelaki yang baru saja saya kenal
tadi
siang. Lelaki mafia pula! Namun entah kenapa, saya menikmati
permainannya, saya menikmati tatapannya yang lekat ke sekujur
tubuh
saya. Bola matanya tampak tajam menatap badan saya.
Seharusnya
saya merasa malu, namun saya malah menegakkan tubuh,
membusungkan dada,
hingga Leo bebas menikmati keindahan Tubuh saya yang
berwarna
lebih Gelap dibandingkan tubuhnya yang putih , lengkap
dengan
dua puting yang merah muda.
Leo terbaring miring di ranjangnya dengan pose
yang amat
merangsang. Garis pinggulnya tampak begitu indah macho, pahanya
yang mulus
dan putih bersih begitu panjang dan menggoda serta berotot . Kaosnya
oblongnya agak
tersingkap ke atas, membuat perutnya yang six pack indah mengintip
nakal. Celana
dalam yang dipakainya pun hitam transparan menunjukkan
rambut-rambut
halus di selangkangannya dan tonjolan besar di balik kain itu. Matanya meredup dan bibir basahnya
berbisik
agar saya kembali naik ke ranjang.
"Kamu ganteng sekali Van." bisiknya lagi saat saya
menelentangkan diri di ranjang.
"Kamu juga, Leo." saya sudah mulai berani menjawab.
Ia lalu mendekatkan wajahnya, lalu mulut-mulut kami
berciuman
dengan mesra. Saat itulah saya pertama kali berciuman,
merasakan
lidahnya masuk ke mulut saya, menjilat dan menghisap-hisap
bibir bawah
saya, mm, nyaman sekali.
Bibirnya lalu melepaskan bibir saya dan beranjak
menuruni rahang
dan leher saya. Lidahnya yang hangat berputar-putar di pangkal
susu
saya, membuat saya kegelian. Tangan saya membelai-belai
rambutnya yang
lurus dan agak cepak. Entah kenapa, tapi saya merasakan hal
yang
berbeda. Saya merasa dikagumi, diperhatikan, dan dicintai.
Sebuah
perasaan yang tidak pernah saya dapatkan dari siapapun kecuali
orang
tua saya. Namun kali ini rasanya benar-benar lain.
"Von, susu kamu enak sekali." bisiknya dengan suara
setengah merintih.
"Ciumin lagi dong Leo ." pinta saya tidak sabar.
"Haa, kamu udah pengen ya?" godanya.
"Kok tau sih?" jawab saya kembali menggoda.
"Pentil kamu udah tegang gini mau aku service." jawabnya cuek sambil
menatap ke dua puting susu saya.
Saya mengangkat kepala untuk melihat ke susu saya, dan
benar, kedua
puting ini tampak berdiri meruncing. Saya tersipu malu. Namun Leo
segera menangkap puting susu saya dengan mulutnya.
"Engghh.." saya langsung mengerang sambil
menggelinjang ketika puting susu saya dihisapnya.
Saya mendongakkan kepala, merem melek dan mengerang-
ngerang. Aduhh,
puting susu saya rasanya begitu nikmat. Saya tidak tahu apa
yang Leo
lakukan, namun kedua puting saya tidak henti merasakan belaian
lembut
dan hisapan-hisapan halus. Rasa nikmatnya mengalir ke seluruh
badan
sampai rasanya seperti lemas dan pasrah padanya. Ohh, benar-
benar mabuk
kepayang. Betapa tidak, rasanya nikmaat sekali. (Mengetikkan
cerita ini
saja membuat dua puting susu saya terangsang lagi mengingat
rasanya dan penis saya menegang).
Entah berapa lama Leo memainkan susu saya, tapi
rasanya seperti
bertahun-tahun terperangkap dalam rasa nikmat. Sampai-sampai Penis
saya terasa tegang berdiri penuh dan mengeluarkan cairannya. Padahal hanya
susu saya
saja yang dimainkannya. Aduhh, Leo benar-benar mengerti
bagaimana
menaklukkan seorang lelaki innocent seperti saya ini. Ia terus
mengulum, menjilat, dan menghisap, dan entah ngapain lagi di
kedua
puting saya ini, yang jelas saya begitu menikmatinya. Sampai
saya
mencengkeram tengkuknya agar mulutnya tidak lari dari puting
saya. Mata
saya 'kiar-kier' menahan nikmat, mulut saya terus mengerang-
ngerang
keenakan.
"Uhh, Ohh.. Ahh.. Leo.. Aduhh.. enaknyaa.. Ohh.."
Leo seperti tidak perduli, ia terus saja membuat kedua
puting ini
merasakan rangsangan luar biasa. Badan saya menggelinjang-
gelinjang
hebat, punggung saya terangkat-angkat dari ranjang karena tidak
kuat
menahan enaknya permainan ini. Tiba-tiba leo berhenti. Saya
terengah-engah lemas, dua susu saya terasa menyesak dan berat.
kemerahan .
"Van.. Oi, buka mata kamu, Van..!" ujar Leo sambil masih
memilin-milin puting saya.
Saya membuka mata dan susah payah mengangkat kepala
melihat ke arah
dada saya. Astaga! Puting-puting saya yang selama ini coklat tua,
kini
jadi berwarna merah daging, dan begitu besar. Tidak pernah saya
melihat
puting saya sendiri berdiri begitu merah. Dua susu saya pun
terasa
agak membengkak.
tapi enak .
"Ohh, Leo.. kamu apain susuku..?" desah saya naif.
"Belum pernah ya?" bisiknya menggoda, "Tapi enak kan?"
Saya mengangguk lemah sambil berusaha tersenyum.
Tangan saya meraih susunya dari balik kaos, tapi ia
menepiskannya.
"Eits, mau balas dendam ya? Nggak boleh!" godanya nakal.
God, saya merasa jatuh cinta padanya, pada kenakalannya,
pada kedewasaannya.
Tanpa banyak bicara, Leo lalu melucuti celana dan
celana dalam
saya. Sudah tidak ada lagi rasa takut, malu, atau risih di
hadapannya,
malah saya merasa tidak sabar menanti permainan berikutnya.
Dilemparkannya celana panjang saya jauh-jauh. Lalu ia menciumi
paha
saya.
"Wow, paha kamu halus banget! Aku jadi iri!" ujarnya
sambil menciumi.
Saya agak malu, karena paha dan kakinya jelas-jelas lebih
panjang dan lebih atletis dan macho.
"jangan tutupin dong, aku pengen lihat lebih jauh!" katanya lagi.
Saya membuka tangan saya yang menutupi penis saya yang tegang,
membiarkannya melihat
jelas-jelas kemaluan saya. Saya agak heran melihatnya
menggeleng-gelengkan wajah Gantengnya sambil menatap
kemaluan saya.
"Ngghh.. Leo.." saya memekik keras menyebutkan
namanya saat leo mulai menggerakkan lidah dan bibirnya di
kemaluan saya.
Ohh, saya tidak tahu apa yang dilakukannya di bawah sana,
tapi
rasanya sungguh nikmat. Saya terhentak-hentak merasakannya,
wajah saya
meringis keenakan, menggeliat-geliat untuk menahan rasa nikmat
yang
luar biasa ini. Saya seperti bingung, berusaha meraih dan
mencengkeram
apapun yang dapat saya raih, sprei, bantal, tiang ranjang, apapun.
Sementara mulut leo di bawah sana mengeluarkan bunyi
berkecipak.
"gantian dunk;:ujar leo
Kumasukkan kontol itu sampai bagian pangkalnya. Kepala kontolnya
menyentuh tenggorokanku, membuatku hampir saja tersedak. Kukenyot-kenyot
kontolnya di dalam mulutku, dan kukocok kontol itu dengan bibirku
naik-turun. SLURP! SLURP! SLURP!
“Ohhhh, yeahhhh. Yeahhhh! Ahhhhh!” leo mulai meracau-racau tak terkendali. Tubuhnya seketika berkeringat.
Kumainkan lidahku di buah zakarnya yang saat itu sedang dalam keadaan
menegang karena udara dingin. Rasanya kasar dan tidak kenyal. Kalau saja
buah zakarnya itu dalam keadaan menggantung, pasti aku bisa memainkan
dua buah sebesar anggur itu dengan lidahku.
“Ahhh, enak sekali, van! Aku mau keluar sebentar lagi. Emut lagi, please...”
Malah kukocok kontolnya yang sudah licin itu dengan kencang, sampai
menimbulkan bunyi becek-becek. Leo malah menggelinjang-gelinjang
seperti cacing kepanasan. Otot-ototnya menegang. Sebentar lagi Leo
pasti muncrat.
“Ahhhh, Ohhhh, Yeeehhhhhhhsssss, Ahhhhhhh!”
“Gimana, kamu mau muncrat, ya?”
“Iya, nih. Ahhhhhhhh! Ahhhhhh!” Kemudian kontol itu menyemburkan
pejunya deras sekali. Sebagian pejunya membasahi tanganku dan sebagian
lagi muncrat sampai ke dada Leo.
Leo memejamkan matanya,
meresapi setiap kenikmatan yang barusan aku berikan. Bibirnya bergetar,
dan mendesah-desah lirih. Kujiat pejunya yang ada di tanganku, karena
kebetulan Leo nggak ngelihat.
“Van , mau gag kalau kontolku aku
masukin ke anusmu ?” Tanya begitu tenaganya kembali
normal. Napasnya mulai teratur, dan kontolnya yang sudah kubersihkan
dengan tissue itu kembali ke ukuran normalnya.
“aku belum pernah Leo .”
“Aku boleh coba nggak?”
“Boleh. Emang Kamu udah mau masuk ronde dua?”
Leo mengangguk. “Sehari aku bisa main sampai tiga kali.”
“WOW! Nggak pakai obat kuat?”
Leo menggeleng lagi. “Ayoooo, buruan. Keburu pagi!”
Di luar hujan turun deras, sampai-sampai lewat jendela kamar , situasi di luar nggak kelihatan pemandangannya. Segera aku
merebahkan tubuhku ke tempat tidur dengan merentangkan kakiku
lebar-lebar seperti ayam panggang.
“Anusku dikasih pelumas dulu, leo.”
“okey sayang ?” Tanya leo sambil mengurut-urut kontolnya, berusaha membangunkannya
leo membasahi tangannya dengan air liurnya sendiri
dan mengusap-usapkannya ke lubang anusku. Setelah bagian itu becek, dia masukkan jari tengahnya ke dalamnya, dan aku langsung mendesah keenakan
sementara jari nya di gerakan masuk-keluar.
“vann, kamu emut lagi dong. Nggak bisa tegang, nih.”
“Oke!”
Leo berlutut di depanku, sementara aku nungging sambil menghisap
kontol Leo yang belum bangun itu. Kujilat-jilat kepala kontolnya di
dalam mulutku, sambil kukocok-kocok batangnya. Dalam beberapa saat
kontol itu menegang sempurna.
“Ahhhhhhhhh! Ahhhhhh! Ahhhhh!”
“Buruan dimasukin, Leo.”
“Oke!”
Kemudian aku kembali ke posisi semula, rebahan sambil ngangkang.
Ditekannya kepala kontolnya yang sudah basah itu ke lubang anusku .agak sulit memang karena ini kali pertama aku melakukannya sesaat kemudian.
BLUUUUUUUZ! Kontol itu sepenuhnya masuk ke dalam anusku.
“kamu masih virgin van, ya?”
Aku mengangguk sambil mengusap-usap perut Leo yang seksi itu.
Dengan perlahan Leomenggerakkan pantatnya, kemudian semakin cepat.
“Ahhhh, ahhhh, anusmu sempit banget, Van!”
“Sodok terus, Leo! Ahhhh! Ahhhh, enak banget. Ahhhh!” Racauku sambil
meremas-remas buah pantatnya yang kencang..
PLOK! PLOK! PLOK! PLOK! Kakiku makin direntangkan
lebar-lebar saat Mas Hadi menghujamkan kontolnya dengan beringas. Napas
kami memburu dan tubuh kami lengket oleh keringat, sampai-sampai
keringat di kening Leo menetes ke tubuhku.
“Van, aku mau keluar!” Padahal baru lima menit.
“Keluarin di dalam saja, Leo. Sekarang, Ahhhh, sodok, terus!”
“Oke!”
“OHHHH, YES! AHHHHHHHH!”
“Nggak sakit, Van! Anusmu sampai merah gitu.”
“Nggak, Leo. Ayo, Mas... Ahhhhhh! Sodok terus!”
JLOP! JLOP! JLOP! JLOP!
“Kontolmu enak banget, Leo. Ahhhhh! Ahhhhh!” Sambil mengerang keenakan kukocok kontolku. “Ahhhhhh, aku mau keluar, Mas!”
“Ahhhh, Van. aku sebentar lagi. Ohhhh, Yes! Ahhhhh!”
“AGRHHHHH! MAS! AKU KELUAR! AHHHHHHHHHHH!” JROT JROT! Pejuku muncrat
dua kali dengan semburan yang nggak terlalu kencang. Semua pejuku
menggenang di selangkanganku .
“Van! AKU KELUAR!”
Kemudian aku mencabut kontol itu dari dalam anusku dan merubah posisiku
ke nungging dan memasukkan kontol Leo ke mulutku. Kugantikan
dengan emutanku sambil kukocok dengan bibirku.
“OSHHHHH! OSHHHHHH! ENAK Van! AHHHHH! AKU MAU KELUAR!”
CLORP! CLORP! CLORP! Bunyi bibirku yang mengocok kontol Leo.
“AHRRHHHHRGRHRHHHHHHHH!” JROT! JROT! JROT!!!!!!! Kemudian pejunya
nyembur di dalam mulutku. Rasanya hangat, sedikit amis, dan berbau khas.
Aku telan semua benih suburnya itu. Leo meremas kepalaku kencang
saat kenikmatan menguasai tubuhnya.
“Enak banget, pejumu, Leo.
Pagi berikutnya, saya baru terbangun dari tidur
panjang saya yang
begitu nikmat. Badan terasa segar dan nyaman, meski kedua kaki
saya
terasa agak pegal dan pantat saya agak nyeri . Saya bangkit duduk, dan cepat-cepat menarik
selimut
untuk menutupi badan telanjang saya. Betapa tidak, di ruangan itu, Leo tidak sendiri bersama saya. Lelaki itu tampak sedang
berbicara
dengan seorang pria berwajah Indo. Bukan salah satu dari
centengnya
kemarin, tapi seorang pemuda ganteng berkaca mata, dengan
dandanan yang
rapih.
"Wah, pacarmu sudah bangun rupanya." ujar si pria Indo saat melihat saya terjaga.
"Ya, dan itu berarti waktumu untuk pergi." jawab Leo
dengan dialek padang
"Oke, aku pergi." jawab pria Indo itu sambil tersenyum.
"Hey, suatu saat aku ingin bertukar tempat denganmu!" seru
pria itu sambil menatap ke arah saya dengan senyuman ramah.
"Kalau aku mau, nanti malam juga bisa!" canda Leo sambil
menepuk bahu pria itu, mengantarkannya keluar kamar.
Aku agak tertegun setengah marah mengetahui Leo
membiarkan orang
lain masuk ruangan saat aku masih tertidur dalam kondisi
telanjang
bulat. Namun aku seperti tidak tega mengutarakan perasaan itu.
Aku
melihat Leo membawa nampan berisi sarapan pagi ke dekat
ranjang dan
mempersilakanku makan. Aku menurut saja, karena memang
permainan
semalam membuatku kelaparan pagi ini. Leo berdiri bersandar
di
dinding sambil melihatku makan.
Pagi itu ia tampak segar dan ganteng. Rambutnya yang cepak menambah dia kliatan maskulin. Ia mengenakan kaos T-Shirt hijau tua dan celana pendek
putih,
memamerkan kaki-kakinya yang bagus itu. Ia melihatku makan
dengan
tatapan bahagia. Sejujurnya, aku amat terharu dengan sikap
manisnya
padaku.
"Van.." ujarnya lirih.
"Kenapa, leo?"
"Maaf ya, semalam aku kurang ajar sama kamu."
sambungnya, "Maaf juga soalnya aku biarin temanku tadi masuk."
"Nggak apa-apa leo." jawab saya berusaha maklum,
"Semalam itu.. indah sekali."
leo tersenyum. Senyum yang ramah, hangat, dan
bersahabat.
Namun.., hanya itu. Senyuman seorang sahabat, bukannya
senyuman mesra
seorang kekasih. Melihat senyumnya, saya merasa agak patah
hati juga,
karena sudah merasa jatuh cinta kepadanya. Saya terdiam, dan
tanpa
sadar air mata mengalir di pipi saya.
"Aku tahu apa yang ada di hati kamu, Van." ujar leo
membaca situasi.
"Tapi aku juga ngerti, kamu nggak mungkin bisa hidup
bareng aku." lanjutnya lagi.
Ia lalu melangkah menghampiri saya dan mengangkat
nampan sarapan
pagi dari pangkuan saya. Setelah meletakkan nampan itu di meja,
ia
kembali naik ke ranjang di sisi saya.
"Aku sayang sama kamu, kok!" ujarnya sambil mengecup
kening saya, "Itu sebabnya aku nggak ingin kamu terlibat jauh di
hidupku."
Saya memeluknya erat-erat, tanpa tahu harus berkata apa
pada seorang yang baru saja 'memperawani' saya ini.
"Kamu ngerti maksudku kan?" tanyanya lagi dengan penuh
harap.
Semula saya merasa sedih. Saya benar-benar ingin
melewatkan hidup
saya bersamanya terus. Tidak pernah ada orang yang membuat
saya merasa
begitu aman, tenang, nyaman, dan membuat saya merasa begitu
dicintai
dan dikagumi. Hanya dia, leo, yang memberikan semuanya
pada saya.
Namun saya melihat sekeliling, lemari pakaiannya kebetulan
terbuka,
memamerkan jas jasnya yang mahal dan berbagai merk,
sederet sepatu , laptop dan ponsel yang
menunjukkan
tingkat kemapanan hidupnya, lalu.. ah.. pistol keperakan itu.
Bagaimana saya dapat hidup damai dan bermesraan
dengan seorang yang
berkeliaran di lorong-lorong gelap Pasuruan malang dengan menenteng
pistol
kemana-mana? Yang bergaul dengan preman-preman dan
penjahat? Yang
dengan entengnya mengobrak-abrik kantor atau toko seseorang
karena
telat membayar tagihan? Semuanya berkecamuk dalam otak saya.
Namun, hey. Ivan sekarang sudah dewasa! Pikir saya.
Sekarang saya
lebih percaya diri, dan sadar bahwa hidup ini indah dan tidak
menakutkan. Mungkin saya bisa setegar Leo, atau lebih dari dia?
Mungkin juga saya dapat menemukan peluang lain yang
membuat hidup saya
lebih berarti daripada sekedar karyawan admin di sebuah
perusahaan
kecil? Rasa cinta dan kagum bercampur dengan haru dan
terimakasih
berkecamuk di dada saya. Namun saya juga sadar, jika saya
harus
melanjutkan kehidupan saya tanpa Leo.
"Hey, cool dong!" hiburnya, "Kita bisa ketemu lagi
kapan-kapan kalau kamu mau. Saat liburan kayak gini kan bisa
juga?"
Saya mencoba tersenyum nakal. Ia membalas senyuman
saya dengan
nakal juga. Iseng-iseng saya meraih dan meremas dadanyaa yang
kanan,
sambil menjentik-jentik putingnya dari balik bajunya. Jenny
menatap
saya. Pelan-pelan matanya meredup, lalu setengah memejam.
Saya
melepaskan susunya dari tangan saya.
"Kok berhenti?" tanyanya sambil kembali membuka mata.
"Emang boleh?" tanya saya.
"Kenapa enggak?" tanya leo balik sambil melucuti
pakaiannya sendiri.
leo segera telanjang bulat berdiri di samping
ranjang. Indah
sekali tubuhnya, kulitnya halus mulus dan putih bersih. Kakinya
panjang
indah, begitupula lehernya. Wajahnya amat ganteng, berkesan
cerdas namun
dingin. Kedua buah susunya merah menggoda di dadanya yang waw gedhe , .
Puting-putingnya berwarna merah jambu kecoklatan, dan
tampak agak
terangsang oleh sentuhan saya tadi. Saya duduk di sisi ranjang,
wajah
saya tepat menghadap ke dua putingnya. Tanpa banyak basa-
basi, saya
mendekap pinggangnya, dan mengisap puting susunya. Mmm..,
puting susu
hangat itu terasa lucu dalam mulut saya. Saya jilati, saya hisap-
hisap.
Terdengar rintih erangan Jenny setiap kali lidah saya
menyentuh
puting itu. Terasa sekali puting itu mengencang, membengkak
dalam mulut
saya. Kami berbagi kehangatan dengan sangat mesra pagi itu, dan
kejadian itu sempat terulang beberapa kali lagi di hari-hari
setelahnya, sampai kemudian saya mendapati homestay-nya
kosong dan
teleponnya tidak diangkat. Ia benar-benar telah pergi jauh dari
kehidupan saya. Mungkinkah ia telah mencapai cita-citanya?
Mungkinkah
ia sudah berada 2 meter di bawah tanah? Saya tidak tahu. Saya
tetap
akan mengenangnya, karena dia adalah yang pertama bagi saya.
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar