malam pertama di pasuruan (2)

Dirgantara putra 15.50 |

 pacar saya seorang mafia (part 2 - end)

Sambungan dari bagian 01

Di bawah sinar lampu yang terang benderang, saya berdiri setengah telanjang di hadapan seorang lelaki yang baru saja saya kenal tadi siang. Lelaki mafia pula! Namun entah kenapa, saya menikmati permainannya, saya menikmati tatapannya yang lekat ke sekujur tubuh saya. Bola matanya tampak tajam menatap badan saya. Seharusnya saya merasa malu, namun saya malah menegakkan tubuh, membusungkan dada, hingga Leo bebas menikmati keindahan Tubuh saya yang berwarna lebih Gelap dibandingkan tubuhnya yang putih , lengkap dengan dua puting  yang merah muda.

Leo terbaring miring di ranjangnya dengan pose yang amat merangsang. Garis pinggulnya tampak begitu indah macho, pahanya yang mulus dan putih bersih begitu panjang dan menggoda serta berotot . Kaosnya oblongnya agak tersingkap ke atas, membuat perutnya  yang six pack  indah mengintip nakal. Celana dalam yang dipakainya pun hitam transparan menunjukkan rambut-rambut halus di selangkangannya dan tonjolan besar di balik kain itu. Matanya meredup dan bibir basahnya berbisik agar saya kembali naik ke ranjang.

"Kamu ganteng sekali Van." bisiknya lagi saat saya menelentangkan diri di ranjang.
"Kamu juga, Leo." saya sudah mulai berani menjawab.
Ia lalu mendekatkan wajahnya, lalu mulut-mulut kami berciuman dengan mesra. Saat itulah saya pertama kali berciuman, merasakan lidahnya masuk ke mulut saya, menjilat dan menghisap-hisap bibir bawah saya, mm, nyaman sekali.

Bibirnya lalu melepaskan bibir saya dan beranjak menuruni rahang dan leher saya. Lidahnya yang hangat berputar-putar di pangkal susu saya, membuat saya kegelian. Tangan saya membelai-belai rambutnya yang lurus dan agak cepak. Entah kenapa, tapi saya merasakan hal yang berbeda. Saya merasa dikagumi, diperhatikan, dan dicintai. Sebuah perasaan yang tidak pernah saya dapatkan dari siapapun kecuali orang tua saya. Namun kali ini rasanya benar-benar lain.

"Von, susu kamu enak sekali." bisiknya dengan suara setengah merintih.
"Ciumin lagi dong Leo ." pinta saya tidak sabar.
"Haa, kamu udah pengen ya?" godanya.
"Kok tau sih?" jawab saya kembali menggoda.
"Pentil kamu udah tegang gini mau aku service." jawabnya cuek sambil menatap ke dua puting susu saya.
Saya mengangkat kepala untuk melihat ke susu saya, dan benar, kedua puting ini tampak berdiri meruncing. Saya tersipu malu. Namun Leo segera menangkap puting susu saya dengan mulutnya.

"Engghh.." saya langsung mengerang sambil menggelinjang ketika puting susu saya dihisapnya.
Saya mendongakkan kepala, merem melek dan mengerang- ngerang. Aduhh, puting susu saya rasanya begitu nikmat. Saya tidak tahu apa yang Leo lakukan, namun kedua puting saya tidak henti merasakan belaian lembut dan hisapan-hisapan halus. Rasa nikmatnya mengalir ke seluruh badan sampai rasanya seperti lemas dan pasrah padanya. Ohh, benar- benar mabuk kepayang. Betapa tidak, rasanya nikmaat sekali. (Mengetikkan cerita ini saja membuat dua puting susu saya terangsang lagi mengingat rasanya dan penis saya menegang).

Entah berapa lama Leo memainkan susu saya, tapi rasanya seperti bertahun-tahun terperangkap dalam rasa nikmat. Sampai-sampai Penis saya terasa tegang berdiri penuh dan mengeluarkan cairannya. Padahal hanya susu saya saja yang dimainkannya. Aduhh, Leo benar-benar mengerti bagaimana menaklukkan seorang lelaki innocent seperti saya ini. Ia terus mengulum, menjilat, dan menghisap, dan entah ngapain lagi di kedua puting saya ini, yang jelas saya begitu menikmatinya. Sampai saya mencengkeram tengkuknya agar mulutnya tidak lari dari puting saya. Mata saya 'kiar-kier' menahan nikmat, mulut saya terus mengerang- ngerang keenakan.

"Uhh, Ohh.. Ahh.. Leo.. Aduhh.. enaknyaa.. Ohh.."
Leo seperti tidak perduli, ia terus saja membuat kedua puting ini merasakan rangsangan luar biasa. Badan saya menggelinjang- gelinjang hebat, punggung saya terangkat-angkat dari ranjang karena tidak kuat menahan enaknya permainan ini. Tiba-tiba leo berhenti. Saya terengah-engah lemas, dua susu saya terasa menyesak dan berat. kemerahan .
"Van.. Oi, buka mata kamu, Van..!" ujar Leo sambil masih memilin-milin puting saya.
Saya membuka mata dan susah payah mengangkat kepala melihat ke arah dada saya. Astaga! Puting-puting saya yang selama ini coklat tua, kini jadi berwarna merah daging, dan begitu besar. Tidak pernah saya melihat puting saya sendiri berdiri begitu merah. Dua susu saya pun terasa agak membengkak. tapi enak .

"Ohh, Leo.. kamu apain susuku..?" desah saya naif.
"Belum pernah ya?" bisiknya menggoda, "Tapi enak kan?"
Saya mengangguk lemah sambil berusaha tersenyum. Tangan saya meraih susunya dari balik kaos, tapi ia menepiskannya.
"Eits, mau balas dendam ya? Nggak boleh!" godanya nakal.
God, saya merasa jatuh cinta padanya, pada kenakalannya, pada kedewasaannya.

Tanpa banyak bicara, Leo lalu melucuti celana dan celana dalam saya. Sudah tidak ada lagi rasa takut, malu, atau risih di hadapannya, malah saya merasa tidak sabar menanti permainan berikutnya. Dilemparkannya celana panjang saya jauh-jauh. Lalu ia menciumi paha saya.
"Wow, paha kamu halus banget! Aku jadi iri!" ujarnya sambil menciumi.
Saya agak malu, karena paha dan kakinya jelas-jelas lebih panjang dan lebih atletis dan macho.
"jangan tutupin  dong, aku pengen lihat lebih jauh!" katanya lagi.
Saya membuka tangan saya yang menutupi penis saya yang tegang, membiarkannya melihat jelas-jelas kemaluan saya. Saya agak heran melihatnya menggeleng-gelengkan wajah Gantengnya sambil menatap kemaluan saya.

"Ngghh.. Leo.." saya memekik keras menyebutkan namanya saat leo mulai menggerakkan lidah dan bibirnya di kemaluan saya.
Ohh, saya tidak tahu apa yang dilakukannya di bawah sana, tapi rasanya sungguh nikmat. Saya terhentak-hentak merasakannya, wajah saya meringis keenakan, menggeliat-geliat untuk menahan rasa nikmat yang luar biasa ini. Saya seperti bingung, berusaha meraih dan mencengkeram apapun yang dapat saya raih, sprei, bantal, tiang ranjang, apapun. Sementara mulut leo di bawah sana mengeluarkan bunyi berkecipak.

"gantian dunk;:ujar leo

Kumasukkan kontol itu sampai bagian pangkalnya. Kepala kontolnya menyentuh tenggorokanku, membuatku hampir saja tersedak. Kukenyot-kenyot kontolnya di dalam mulutku, dan kukocok kontol itu dengan bibirku naik-turun. SLURP! SLURP! SLURP!
“Ohhhh, yeahhhh. Yeahhhh! Ahhhhh!” leo  mulai meracau-racau tak terkendali. Tubuhnya seketika berkeringat.
Kumainkan lidahku di buah zakarnya yang saat itu sedang dalam keadaan menegang karena udara dingin. Rasanya kasar dan tidak kenyal. Kalau saja buah zakarnya itu dalam keadaan menggantung, pasti aku bisa memainkan dua buah sebesar anggur itu dengan lidahku.
“Ahhh, enak sekali, van! Aku mau keluar sebentar lagi. Emut lagi, please...”


Malah kukocok kontolnya yang sudah licin itu dengan kencang, sampai menimbulkan bunyi becek-becek. Leo malah menggelinjang-gelinjang seperti cacing kepanasan. Otot-ototnya menegang. Sebentar lagi Leo  pasti muncrat.
“Ahhhh, Ohhhh, Yeeehhhhhhhsssss, Ahhhhhhh!”
“Gimana, kamu mau muncrat, ya?”
“Iya, nih. Ahhhhhhhh! Ahhhhhh!” Kemudian kontol itu menyemburkan pejunya deras sekali. Sebagian pejunya membasahi tanganku dan sebagian lagi muncrat sampai ke dada Leo.
Leo memejamkan matanya, meresapi setiap kenikmatan yang barusan aku berikan. Bibirnya bergetar, dan mendesah-desah lirih. Kujiat pejunya yang ada di tanganku, karena kebetulan Leo nggak ngelihat.


“Van , mau gag kalau kontolku aku masukin ke anusmu ?” Tanya begitu tenaganya kembali normal. Napasnya mulai teratur, dan kontolnya yang sudah kubersihkan dengan tissue itu kembali ke ukuran normalnya.
“aku belum pernah Leo .”
“Aku boleh coba nggak?”
“Boleh. Emang Kamu udah mau masuk ronde dua?”
Leo mengangguk. “Sehari aku bisa main sampai tiga kali.”
“WOW! Nggak pakai obat kuat?”
Leo menggeleng lagi. “Ayoooo, buruan. Keburu pagi!”
 Di luar hujan turun deras, sampai-sampai lewat jendela kamar , situasi di luar nggak kelihatan pemandangannya. Segera aku merebahkan tubuhku ke tempat tidur dengan merentangkan kakiku lebar-lebar seperti ayam panggang.

“Anusku dikasih pelumas dulu, leo.”
“okey sayang ?” Tanya leo sambil mengurut-urut kontolnya, berusaha membangunkannya

leo membasahi tangannya dengan air liurnya sendiri dan mengusap-usapkannya ke lubang anusku. Setelah bagian itu becek, dia masukkan jari tengahnya ke dalamnya, dan aku langsung mendesah keenakan sementara jari nya di gerakan masuk-keluar.
“vann, kamu emut lagi dong. Nggak bisa tegang, nih.”
“Oke!”


  Leo berlutut di depanku, sementara aku nungging sambil menghisap kontol Leo yang belum bangun itu. Kujilat-jilat kepala kontolnya di dalam mulutku, sambil kukocok-kocok batangnya. Dalam beberapa saat kontol itu menegang sempurna.
“Ahhhhhhhhh! Ahhhhhh! Ahhhhh!”
“Buruan dimasukin, Leo.”
“Oke!”
Kemudian aku kembali ke posisi semula, rebahan sambil ngangkang. Ditekannya kepala kontolnya yang sudah basah itu ke lubang anusku .agak sulit memang karena ini kali pertama aku melakukannya sesaat kemudian. BLUUUUUUUZ! Kontol itu sepenuhnya masuk ke dalam anusku.
“kamu masih virgin  van, ya?”
Aku mengangguk sambil mengusap-usap perut Leo yang seksi itu. Dengan perlahan Leomenggerakkan pantatnya, kemudian semakin cepat.
“Ahhhh, ahhhh, anusmu sempit banget, Van!”


“Sodok terus, Leo! Ahhhh! Ahhhh, enak banget. Ahhhh!” Racauku sambil meremas-remas buah pantatnya yang kencang..
PLOK! PLOK! PLOK! PLOK! Kakiku makin direntangkan lebar-lebar saat Mas Hadi menghujamkan kontolnya dengan beringas. Napas kami memburu dan tubuh kami lengket oleh keringat, sampai-sampai keringat di kening Leo  menetes ke tubuhku.
“Van, aku mau keluar!” Padahal baru lima menit.
“Keluarin di dalam saja, Leo. Sekarang, Ahhhh, sodok, terus!”
“Oke!”
“OHHHH, YES! AHHHHHHHH!”
“Nggak sakit, Van! Anusmu sampai merah gitu.”
“Nggak, Leo. Ayo, Mas... Ahhhhhh! Sodok terus!”
JLOP! JLOP! JLOP! JLOP!
“Kontolmu enak banget, Leo. Ahhhhh! Ahhhhh!” Sambil mengerang keenakan kukocok kontolku. “Ahhhhhh, aku mau keluar, Mas!”
“Ahhhh, Van. aku sebentar lagi. Ohhhh, Yes! Ahhhhh!”
“AGRHHHHH! MAS! AKU KELUAR! AHHHHHHHHHHH!” JROT JROT! Pejuku muncrat dua kali dengan semburan yang nggak terlalu kencang. Semua pejuku menggenang di selangkanganku .

“Van! AKU KELUAR!”

Kemudian aku mencabut kontol itu dari dalam anusku dan merubah posisiku ke nungging dan memasukkan kontol Leo ke mulutku. Kugantikan dengan emutanku sambil kukocok dengan bibirku.
“OSHHHHH! OSHHHHHH! ENAK Van! AHHHHH! AKU MAU KELUAR!”
CLORP! CLORP! CLORP! Bunyi bibirku yang mengocok kontol Leo.

“AHRRHHHHRGRHRHHHHHHHH!” JROT! JROT! JROT!!!!!!! Kemudian pejunya nyembur di dalam mulutku. Rasanya hangat, sedikit amis, dan berbau khas. Aku telan semua benih suburnya itu. Leo meremas kepalaku kencang saat kenikmatan menguasai tubuhnya.
“Enak banget, pejumu, Leo.


Pagi berikutnya, saya baru terbangun dari tidur panjang saya yang begitu nikmat. Badan terasa segar dan nyaman, meski kedua kaki saya terasa agak pegal dan pantat saya agak nyeri . Saya bangkit duduk, dan cepat-cepat menarik selimut untuk menutupi badan telanjang saya. Betapa tidak, di ruangan itu, Leo tidak sendiri bersama saya. Lelaki itu tampak sedang berbicara dengan seorang pria berwajah Indo. Bukan salah satu dari centengnya kemarin, tapi seorang pemuda ganteng berkaca mata, dengan dandanan yang rapih.

"Wah, pacarmu sudah bangun rupanya." ujar si pria Indo saat melihat saya terjaga.
"Ya, dan itu berarti waktumu untuk pergi." jawab Leo dengan dialek padang
"Oke, aku pergi." jawab pria Indo itu sambil tersenyum.
"Hey, suatu saat aku ingin bertukar tempat denganmu!" seru pria itu sambil menatap ke arah saya dengan senyuman ramah.
"Kalau aku mau, nanti malam juga bisa!" canda Leo sambil menepuk bahu pria itu, mengantarkannya keluar kamar.

Aku agak tertegun setengah marah mengetahui Leo membiarkan orang lain masuk ruangan saat aku masih tertidur dalam kondisi telanjang bulat. Namun aku seperti tidak tega mengutarakan perasaan itu. Aku melihat Leo membawa nampan berisi sarapan pagi ke dekat ranjang dan mempersilakanku makan. Aku menurut saja, karena memang permainan semalam membuatku kelaparan pagi ini. Leo berdiri bersandar di dinding sambil melihatku makan.

Pagi itu ia tampak segar dan ganteng. Rambutnya yang cepak menambah dia kliatan maskulin. Ia mengenakan kaos T-Shirt hijau tua dan celana pendek putih, memamerkan kaki-kakinya yang bagus itu. Ia melihatku makan dengan tatapan bahagia. Sejujurnya, aku amat terharu dengan sikap manisnya padaku.

"Van.." ujarnya lirih.
"Kenapa, leo?"
"Maaf ya, semalam aku kurang ajar sama kamu." sambungnya, "Maaf juga soalnya aku biarin temanku tadi masuk."
"Nggak apa-apa leo." jawab saya berusaha maklum, "Semalam itu.. indah sekali."
leo tersenyum. Senyum yang ramah, hangat, dan bersahabat. Namun.., hanya itu. Senyuman seorang sahabat, bukannya senyuman mesra seorang kekasih. Melihat senyumnya, saya merasa agak patah hati juga, karena sudah merasa jatuh cinta kepadanya. Saya terdiam, dan tanpa sadar air mata mengalir di pipi saya.

"Aku tahu apa yang ada di hati kamu, Van." ujar leo membaca situasi.
"Tapi aku juga ngerti, kamu nggak mungkin bisa hidup bareng aku." lanjutnya lagi.
Ia lalu melangkah menghampiri saya dan mengangkat nampan sarapan pagi dari pangkuan saya. Setelah meletakkan nampan itu di meja, ia kembali naik ke ranjang di sisi saya.
"Aku sayang sama kamu, kok!" ujarnya sambil mengecup kening saya, "Itu sebabnya aku nggak ingin kamu terlibat jauh di hidupku."
Saya memeluknya erat-erat, tanpa tahu harus berkata apa pada seorang yang baru saja 'memperawani' saya ini.
"Kamu ngerti maksudku kan?" tanyanya lagi dengan penuh harap.

Semula saya merasa sedih. Saya benar-benar ingin melewatkan hidup saya bersamanya terus. Tidak pernah ada orang yang membuat saya merasa begitu aman, tenang, nyaman, dan membuat saya merasa begitu dicintai dan dikagumi. Hanya dia, leo, yang memberikan semuanya pada saya. Namun saya melihat sekeliling, lemari pakaiannya kebetulan terbuka, memamerkan jas jasnya yang mahal dan berbagai merk, sederet sepatu , laptop dan ponsel yang menunjukkan tingkat kemapanan hidupnya, lalu.. ah.. pistol keperakan itu.

Bagaimana saya dapat hidup damai dan bermesraan dengan seorang yang berkeliaran di lorong-lorong gelap Pasuruan malang dengan menenteng pistol kemana-mana? Yang bergaul dengan preman-preman dan penjahat? Yang dengan entengnya mengobrak-abrik kantor atau toko seseorang karena telat membayar tagihan? Semuanya berkecamuk dalam otak saya.

Namun, hey. Ivan sekarang sudah dewasa! Pikir saya. Sekarang saya lebih percaya diri, dan sadar bahwa hidup ini indah dan tidak menakutkan. Mungkin saya bisa setegar Leo, atau lebih dari dia? Mungkin juga saya dapat menemukan peluang lain yang membuat hidup saya lebih berarti daripada sekedar karyawan admin di sebuah perusahaan kecil? Rasa cinta dan kagum bercampur dengan haru dan terimakasih berkecamuk di dada saya. Namun saya juga sadar, jika saya harus melanjutkan kehidupan saya tanpa Leo.

"Hey, cool dong!" hiburnya, "Kita bisa ketemu lagi kapan-kapan kalau kamu mau. Saat liburan kayak gini kan bisa juga?"
Saya mencoba tersenyum nakal. Ia membalas senyuman saya dengan nakal juga. Iseng-iseng saya meraih dan meremas dadanyaa yang kanan, sambil menjentik-jentik putingnya dari balik bajunya. Jenny menatap saya. Pelan-pelan matanya meredup, lalu setengah memejam. Saya melepaskan susunya dari tangan saya.
"Kok berhenti?" tanyanya sambil kembali membuka mata.
"Emang boleh?" tanya saya.
"Kenapa enggak?" tanya leo balik sambil melucuti pakaiannya sendiri.

leo segera telanjang bulat berdiri di samping ranjang. Indah sekali tubuhnya, kulitnya halus mulus dan putih bersih. Kakinya panjang indah, begitupula lehernya. Wajahnya amat ganteng, berkesan cerdas namun dingin. Kedua buah susunya merah menggoda di dadanya yang waw gedhe , . Puting-putingnya berwarna merah jambu kecoklatan, dan tampak agak terangsang oleh sentuhan saya tadi. Saya duduk di sisi ranjang, wajah saya tepat menghadap ke dua putingnya. Tanpa banyak basa- basi, saya mendekap pinggangnya, dan mengisap puting susunya. Mmm.., puting susu hangat itu terasa lucu dalam mulut saya. Saya jilati, saya hisap- hisap.

Terdengar rintih erangan Jenny setiap kali lidah saya menyentuh puting itu. Terasa sekali puting itu mengencang, membengkak dalam mulut saya. Kami berbagi kehangatan dengan sangat mesra pagi itu, dan kejadian itu sempat terulang beberapa kali lagi di hari-hari setelahnya, sampai kemudian saya mendapati homestay-nya kosong dan teleponnya tidak diangkat. Ia benar-benar telah pergi jauh dari kehidupan saya. Mungkinkah ia telah mencapai cita-citanya? Mungkinkah ia sudah berada 2 meter di bawah tanah? Saya tidak tahu. Saya tetap akan mengenangnya, karena dia adalah yang pertama bagi saya.

TAMAT

0 komentar:

Posting Komentar