KISAH
RAMA Part 01
Orang-orang miskin di jalan, yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan, yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.
yang kalah di dalam pergulatan, yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.
(WS Rendra)
Kue Kue”
aku berteriak dengan lantang, di pagi hari, agar orang orang yang sedang berkumpul bersama keluarga sebelum memulai aktifitas di hari yang baru, mendengar suaraku
Setiap pagi aku berkeliling kampung menjual kue buatan emak Bersama dua kakak perempuanku, kami berkeliling pada rute yang berbeda
aku berteriak dengan lantang, di pagi hari, agar orang orang yang sedang berkumpul bersama keluarga sebelum memulai aktifitas di hari yang baru, mendengar suaraku
Setiap pagi aku berkeliling kampung menjual kue buatan emak Bersama dua kakak perempuanku, kami berkeliling pada rute yang berbeda
Semenjak ayah meninggal tiga tahun lalu, otomatis emak yang jadi tulang punggung keluarga
Sebagai ibu rumah tangga yang berpendidikan cuma sebatas sekolah dasar, emak tak punya keahlian apa apa selain masak dan mengurus rumah tangga Jadi untuk penyambung hidup, agar dapur kami tetap mengepulkan asap, terpaksa emak membuat kue untuk dijual
Sebetulnya emak tak menyuruh aku ikut jualan Tapi aku yang memaksa emak Aku ingin ikut andil membantu
Aku tahu, sekolahku membutuhkan dana yang tidak sedikit, sedangkan emak hanya punya penghasilan dari membuat kue basah Tentu saja untungnya cuma pas pasan saja
Kadang kadang aku sedih juga kalau kue yang aku jual tidak habis, apalagi kalau tanggal tua
Sedangkan aku harus menabung agar bisa membeli buku buku pelajaran Oh ya Aku hampir lupa
Namaku rama , umurku 14 tahun Masih smp kelas 3
Kakak ku yang sulung bernama yanti, kelas 2 smu yang kedua tina, kelas 1 smu
Aku anak bungsu, laki laki satu satunya dirumah Emak sangat sayang padaku Meskipun tak kurang sayangnya pada kedua kakak perempuanku Biasalah, sebagai anak bungsu memang paling di manja Walaupun emak tak bisa terlalu memanjakanku seperti kebanyakan orang orang yang mampu Tapi aku bisa merasakan dengan jelas Aku mengayunkan langkah walaupun terasa lelah Kue yang aku bawa diatas kepalaku ini belum habis Pesan emak , kalau sudah jam setengah tujuh, habis atau tidak aku harus pulang
Karena aku harus sekolah
“kue!” terdengar suara memanggilku
Aku berputar mencari darimana asal suara itu, ternyata seorang perempuan sebaya dengan emak, tapi penampilannya lebih muda
Aku hampiri ibu itu
Sudah tiga hari ini ia selalu membeli kue dariku Rumahnya cukup bagus, setahu aku rumah itu sudah lama kosong . Sejak seminggu yang lalu keluarga ibu itu pindah ke rumah ini
Aku turunkan nampan dari atas kepalaku Kemudian aku letakkan diatas lantai teras Ibu itu masuk kedalam, kemudian kembali dengan sebuah piring ditangan
Aku buka serbet bersih penutup kue Ibu itu memilih milih dan membeli cukup banyak 15 potong
“berapa semua nak?”
“dua puluh dua ribu lima ratus rupiah, bu” jawabku
Ibu itu merogoh saku daster yang ia pakai, mencari uangnya
“wah uangnya ketinggalan di dalam, sebentar ya nak, RIAN!!!”ibu itu memanggil mungkin anaknya Tak lama seorang pemuda jangkung seumuran denganku keluar
Ia mengenakan seragam smp , Kulitnya putih bersih, rambutnya lurus Aku jadi minder sendiri, karena penampilanku sendiri jauh beda . Aku lusuh, baju yang aku pakai walaupun bersih, tapi sangat kusam.
“ada apa ma?” tanya pemuda itu
“tolong ambil dompet mama di kamar ya”
“sebentar ma!” pemuda itu kembali masuk ke dalam, kemudian kembali dengan membawa dompet mamanya
Aku pura pura sibuk menutup nampan kue ku
“ini nak, seribu limaratus kan” ibu itu mengulurkan uang pas padaku
“terimakasih bu” aku mengangkat kembali nampan keatas kepala
Sembunyi sembunyi aku melirik anak ibu itu, astaga Ia sedang melihatku juga Aku jadi malu, tatapan matanya seperti heran, atau tatapan menyelidik, entah lah Cepat cepat aku berbalik dan kembali ke jalan Meninggalkan rumah besar itu
Aku baru tahu ternyata orang di rumah baru itu punya anak sepantaran aku Sekolah di mana ya dia Bajunya begitu rapi dan bersih, bagaikan baju seragam baru Terlihat keren sekali, aku jadi agak iri Coba ayah masih hidup, mungkin aku pun bisa punya seragam yang baru .Ah untuk apa menyesali nasib, hidup ini tak perlu diratapi Masih banyak hal yang bisa di kerjakan Tak boleh larut dalam angan muluk Terima keadaan
Semua orang pasti ingin hidup senang, tapi semua sudah ada jatahnya Kalau aku ditakdirkan hidup bersahaja, itu adalah takdir yang diatas Di jalan aku berpapasan dengan beberapa teman sekelasku, mereka sudah memakai seragam sekolah Beberapa dari mereka menyapaku Aku tersenyum Ada juga diantara mereka pura pura tak melihatku Entah karena mereka malu, atau mereka tak mau membuat aku merasa malu Aku tak tahu . Bagiku, menjual kue sebelum sekolah bukan satu hal yang memalukan . Sudah jam setengah tujuh sekarang, aku harus bergegas pulang
Walaupun kue belum habis, aku tak mau terlambat ke sekolah .Aku jera Pernah kejadian aku terlambat . Guru bahasa indonesia di kelasku menghukum aku Ia menjewer telingaku dan berkata dengan keras di muka kelas
“makanya jangan jualan kue Sekolah ya sekolah Jangan cari uang” hampir seisi kelas tertawa
Mukaku panas sekali waktu itu, ingin menangis rasanya . Aku kembali ke tempat duduk dengan wajah tertunduk Aku merasa begitu kecil saat itu Kemiskinan memang selalu menjadi bahan lelucon dan canda bagi guru yang pilih kasih terhadap murid Sejak saat itu, aku bertekad Aku harus belajar keras, aku ingin merubah nasib Tak mau aku dihina lagi.
Aku tak jera berjualan kue . Lagipula guru yang memarahiku dan menghina itu tak memberi aku makan .Sebagai guru seharusnya ia tak mengatakan hal itu. Tapi tak semua guru itu patut di tiru bukan . Menjadi guru bisa saja karena butuh pekerjaan, dari pada menganggur Seperti juga seorang perampok Belum tentu jahat Bisa saja ia merampok karena terpaksa Tapi kata kata itu akan selalu aku ingat
+++++
“habis nak kuenya?” tanya emak sambil membantu menurunkan nampan dari atas kepalaku
“masih ada mak, tapi nggak banyak, masih ada tujuh potong, ini uangnya mak!” aku berikan uang dari dalam kantong krese hitam
“ya nggak apa apa Buruan ganti baju, nanti keburu siang” emak mengingatkanku
“iya mak” bergegas aku ganti dengan pakaian sekolah, aku sambar tas dari gantungan di dinding kamar
“mak, rio berangkat dulu”
“nih duit jajan kamu” emak menyelipkan uang lima ribu rupiah di tanganku
Aku cium tangan emak, kemudian pergi
ke sekolah dengan langkah cepat, aku harus mengejar waktu, sekarang sudah jam 7
kurang lima menit Sekolahku tak begitu jauh, jalan kaki paling cuma lima menit
Bertepatan aku tiba di gerbang sekolah, terdengar bell tanda masuk berbunyi
Setengah berlari aku menuju ke kelas Untung saja tidak telat lagi, kalau tidak bisa berabe
Setengah berlari aku menuju ke kelas Untung saja tidak telat lagi, kalau tidak bisa berabe
Aku duduk dibangku paling belakang,
teman sebangkuku bernama Irwan, anaknya agak kurus, rambutnya ikal, kulit sawo
matang . Irwan agak pendiam, tapi denganku dia tidak begitu, walaupun erwan
termasuk keluarga yang mampu, ia tak risih bergaul denganku Irwan baik, sering
ia membayar aku makan dikantin
“habis tadi kuenya?” tanya Irwan tanpa ada maksud apa apa
“nggak Makanya aku agak kesiangan”
“kok nggak lewat depan rumahku?”
“nggak keburu lagi, tadi ada yang beli kue Ngajak ngobrol, kalo nggak aku hentikan, bisa bisa sampai sore baru selesai ngobrolnya”
jawabku sambil membuka tas, mengeluarkan buku PPKN Pelajaran pertama hari ini PPKN
Gurunya bu sukma, aku paling favorit dengan guru satu ini, logat jawanya kental, ia juga baik hati
Sudah hampir lima menit aku duduk dalam kelas sejak bell berbunyi, tapi bu sukma belum juga masuk ke dalam kelas Seperti biasa, setiap guru belum masuk, murid murid pasti rebut cewek cewek pada bergosip, sedangkan cowok cowok sibuk bercerita tentang film yang mereka tonton
aku heran, Sama sama menonton, kok ceritanya heboh banget, masing masing saling berebut menceritakan lebih dulu.
“habis tadi kuenya?” tanya Irwan tanpa ada maksud apa apa
“nggak Makanya aku agak kesiangan”
“kok nggak lewat depan rumahku?”
“nggak keburu lagi, tadi ada yang beli kue Ngajak ngobrol, kalo nggak aku hentikan, bisa bisa sampai sore baru selesai ngobrolnya”
jawabku sambil membuka tas, mengeluarkan buku PPKN Pelajaran pertama hari ini PPKN
Gurunya bu sukma, aku paling favorit dengan guru satu ini, logat jawanya kental, ia juga baik hati
Sudah hampir lima menit aku duduk dalam kelas sejak bell berbunyi, tapi bu sukma belum juga masuk ke dalam kelas Seperti biasa, setiap guru belum masuk, murid murid pasti rebut cewek cewek pada bergosip, sedangkan cowok cowok sibuk bercerita tentang film yang mereka tonton
aku heran, Sama sama menonton, kok ceritanya heboh banget, masing masing saling berebut menceritakan lebih dulu.
Dasar!
Terdengar suara pintu di ketuk,
serempak teman temanku kembali duduk ke tempatnya masing masing dengan panik, suasana yang tadinya mirip pasar, drastis senyap seakan akan semua murid dikelas ini anak anak yang patuh, disiplin, dan jinak Sebuah kepala melongok dari pintu, celingak celinguk melihat ke dalam kelas kemudian cengengesan ternyata si roni, teman sekelasku yang agak nakal Rupanya ia terlambat
“eh bu sukma belum masuk kelas yahehehe?” tanyanya dengan tampang inosen Terdengar sorakan seisi kelas
“dasarrr”
“anjriit”
“sialan!”
“kampret”
“kunyuk!”
“setan!”
disertai lemparan lemparan gumpalan kertas ke arah roni
Suasana kembali rebut Roni cengar cengir tertawa sambil menghindari serangan yang diarahkan padanya
“dasar lo ron, kirain bu sukma!” seloroh ema, cewek tomboi berambut pendek sebatas dagu
“loh Emangnya bu sukma sakit ya Ya tuhan engkau maha baik Doaku di tengah jalan tadi engkau kabulkanterima kasih tuhan”
ujar roni dengan suara keras sambil memasang gaya mirip orang sedang berdoa
“TERIMA KASIH KEMBALI” suara yang sangat aku kenal, dengan logat jawa yang khas menjawab dari depan kelas
Serempak seisi kelas terdiam Wajah roni berubah pucat seketika
“selamat pagi anak anak” sapa bu sukma sambil berjalan dengan tegas ke mejanya
Wajahnya agak masam tak seperti biasanya Ia menghenyakkan pantatnya yang super lebar dikursi kayu meja guru
“roni maju ke depan!” perintahnya dengan suara sangar
Dengan wajah tertunduk takut, roni berdiri, kemudian berjalan menghampiri bu sukma
Ia berhenti di depan meja bu sukma, masih tetap menunduk seolah olah maling ketangkap basah ngutil diswalayan
“bisa kamu ulangi lagi doa kamu tadi?” tanya bu sukma sambil menatap roni dengan tajam
Kelas jadi hening, semua murid murid terdiam, menunggu hukuman yang akan diberikan bu sukma terhadap roni Aku sempat menangkap suara cekikikan tertahan dari beberapa teman temanku
+++++++
“ayo Kenapa jadi diam Tadi suara kamu yang paling keras!” tikam bu sukma ketus
Roni makin menunduk, terlihat sekali ia gemetaran Walaupun roni murid yang bandel, namun terhadap bu sukma ia segan juga Hampir semua murid murid disekolah ini menghormati perempuan gemuk usia paruh baya yang menjadi wali kelas IX-B ini
“jadi selama ini pelajaran moral
yang ibu tanamkan sejak kamu bersekolah disini, yang kamu dapat cuma ini
Menyumpahi biar guru sakit?” Kembali bu sukma bertanya, wajahnya yang bundar
terlihat agak kesal
Sementara roni bungkam seribu bahasa tak
menjawab walau sepatah kata Semua murid diam menyimak insiden tersebut
“ibu tak akan memukul kamu, karena kamu sudah dewasa, ibu tak mau membuat kamu malu, dan itu juga tidak efektiftapi kamu juga tak lepas dari sanksi, pertemuan selanjutnya ibu tak mau tahu, kamu harus hafal Undang undang dasar dari pasal 14 hingga pasal 26 Kamu mengerti??”
“iya bu, saya mengerti” Akhirnya terdengar juga suara dari mulut roni, wajahnya merah menahan malu
“bagus Sekarang kamu boleh duduk!!” Perintah bu sukma dengan wajah tenang
“ibu tak akan memukul kamu, karena kamu sudah dewasa, ibu tak mau membuat kamu malu, dan itu juga tidak efektiftapi kamu juga tak lepas dari sanksi, pertemuan selanjutnya ibu tak mau tahu, kamu harus hafal Undang undang dasar dari pasal 14 hingga pasal 26 Kamu mengerti??”
“iya bu, saya mengerti” Akhirnya terdengar juga suara dari mulut roni, wajahnya merah menahan malu
“bagus Sekarang kamu boleh duduk!!” Perintah bu sukma dengan wajah tenang
Roni beringsut mundur, kemudian
berbalik dengan gontai kembali ke tempat duduknya . Bu sukma memang guru yang
bijak, ia tak mempermalukan murid yang bersalah, tapi dengan sanksi yang lebih
berguna demi kemajuan murid muridnya . Aku makin merasa bangga dengan bu sukma
“ini kertas kertas berhamburan begini Siapa yang piket tadi?” Tanya bu sukma sambil menatap ke lantai melihat kertas kertas berserakan, yang tadi di lempar oleh teman teman ke roni
Beberapa teman temanku menunjukkan tangan ke atas
“ibu tidak mau mengajar kalau kelas kotor, seperti kapal pecah, kalian bersihkan dulu!” Perintah bu sukma sambil berjalan keluar kelas
Beberapa teman sekelasku yang perempuan cepat cepat mengambil sapu lalu menyapu semua kertas kertas itu Setelah lantai bersih, bu sukma kembali masuk ke dalam kelas
“baiklah kita lanjutkan pelajaran hari ini, buka bab 14 Kesetiakawanan Keluarkan buku catatan kalian!” Ujar bu sukma sambil mengambil buku cetak yang ada diatas mejanya, kemudian berjalan ke depan kelas
Semua murid murid hampir serempak mengeluarkan buku pelajaran PPKN dari tas masing masing . Aku membalik lembaran demi lembaran buku, mencari halaman yang menulis bab tentang kesetiakawanan
“rama, pulpenku macet, pinjam pulpen kamu dong” Bisik erwan pelan di sampingku
“sebentar, aku lihat dulu, bawa pulpen lagi nggak”
Aku balas berbisik sambil merogoh tas, mencari pulpen yang satunya lagi Kuubek ubek isi tasku, biasanya aku selalu membawa pulpen cadangan, persiapan kalau pulpen yang satunya habis Akhirnya ketemu juga terselip diantara buku tulisku
“nih” Aku meletakkan pulpen diatas meja
“pinjam dulu ya, ntar istirahat aku beli pulpen di koperasi” Erwan mengambil pulpen yang aku taruh tadi
TOKTOKTOK
Terdengar suara pintu di ketuk, aku langsung melihat ke arah pintu, siapa lagi yang datang terlambat nih Pikirku dalam hati . Bu sukma menghampiri pintu, ternyata pak hasan kepala sekolah, sedang berdiri bersama seorang bapak bapak yang memakai baju kemeja rapi berwarna putih garis garis, seorang anak laki laki seusiaku berdiri ditengah tengah mereka dengan wajah agak canggung
Terdengar suara pintu di ketuk, aku langsung melihat ke arah pintu, siapa lagi yang datang terlambat nih Pikirku dalam hati . Bu sukma menghampiri pintu, ternyata pak hasan kepala sekolah, sedang berdiri bersama seorang bapak bapak yang memakai baju kemeja rapi berwarna putih garis garis, seorang anak laki laki seusiaku berdiri ditengah tengah mereka dengan wajah agak canggung
Betapa kagetnya aku setelah mengenali anak itu . Anak yang tadi pagi disuruh ibunya mengambil uang untuk membayar kue yang di beli dariku Aku masih ingat namanya rian, tadi ibunya memanggilnya dengan nama itu Bu sukma berbicara dengan kepala sekolah, aku tak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan Tak lama kemudian bapak kepala sekolah pergi bersama Ayahnya yang ada disampingnya . Aku menebak pasti itu Ayahnya rian
“silahkan masuk “ Kata bu sukma
memasang senyum manis kepada rian
Rian berjalan mengikuti bu sukma ke dalam kelas . Aku tak bergeming sedikitpun melihat ke depan kelas . Bu sukma memperkenalkan rian, anak itu tersenyum menatap kami
“anak anak Kenalkan ini anggota baru dikelas ini, mulai sekarang Ia duduk dikelas ini bersama kalian Perkenalkan dirimu nak” Bu sukma mempersilahkan rian berbicara
Rian berjalan mengikuti bu sukma ke dalam kelas . Aku tak bergeming sedikitpun melihat ke depan kelas . Bu sukma memperkenalkan rian, anak itu tersenyum menatap kami
“anak anak Kenalkan ini anggota baru dikelas ini, mulai sekarang Ia duduk dikelas ini bersama kalian Perkenalkan dirimu nak” Bu sukma mempersilahkan rian berbicara
Tampak rian agak malu malu Ia memandang seputar ruangan, saat melihatku ia sempat mengerutkan kening seperti mengingat ingat Kelas mendadak jadi hening, sepertinya teman temanku pada penasaran semua Apalagi yang murid perempuan, biasalah, kalau ada murid baru, pasti mereka senang, apalagi yang tampan seperti rian
++++++++++++++
“nama saya Adriansyah Bagas pratama Saya berasal dari Jakarta , pindah ke Blitar karena orangtua saya pindah dinas” Rian memperkenalkan diri dengan malu malu.
Bu sukma mengangguk angguk
Teman teman sekelasku menatap rian dengan keingintahuan . Memang rian terlihat agak beda, anaknya sangat rapi, terlihat sekali berasal dari keluarga yang berada Kulitnya putih bersih, aku rasa tak ada teman teman sekelasku walaupun perempuan, yang kulitnya seperti rian Rambutnya yang lurus pendek disisir model cepak, mode yang lagi in Penampilannya Memancarkan aura yang beda Aku tak bisa disejajarkan dengan dia Sangat jauh
Beberapa teman temanku berbisik bisik Aku yakin mereka pasti senang mendapat teman sekelas baru yang seperti rian Aku bisa menebak, tak sulit bagi rian untuk mendapatkan simpati dari teman teman
“baiklah, selamat bergabung di sekolah ini, semoga kamu betah dan bisa mengikuti pelajaran disini” Ujar bu sukma tersenyum manis pada rian
Kemudian ia melihat ke arah kami Bu sukma sepertinya sedang melihat posisi mana yang bagus untuk tempat duduk rian
“anto, tolong kamu pindah ke belakang, duduk dengan iwan!” Perintah bu sukma sambil menunjuk ke arah anto yang duduk di deretan kursi nomor dua tepat didepan meja guru
Anto membereskan buku dan alat alat
tulisnya diatas meja, kemudian berjalan ke deretan paling belakang ke meja iwan
yang selama ini duduk sendiri Setelah anto sudah pindah, bu sukma dengan ramah
mempersilahkan rian duduk di bangku yang tadinya bangku anto
“silahkan kamu duduk disitu, teman sebangkumu namanya vendi” Jelas bu sukma masih dengan nada ramah kepada rian
Rian mengangguk sopan, kemudian berjalan menuju bangku yang ditunjuk bu sukma tadi
Aku memandang rian dari tempatku duduk meja rian berbatasan satu meja disampingku, tapi aku duduk di barisan empat dari belakang Biarlah, dengan begitu aku bisa puas melihatnya dari belakang tanpa harus repot repot sering sering menoleh ke belakang andaikata bu sukma tadi menempatkan ia duduk dengan iwan
Aku sempat mendengar suara bisik bisik dibelakangku . Pasti ratna dengan nila, mereka berdua kan cewek yang paling centil di sekolah .Bisa dipastikan, nila akan melakukan apa saja untuk mendapat perhatian dari murid baru itu
Aku pura pura sibuk membalik balik lembaran buku pelajaran, padahal aku mencuri curi pandang melihat rian Punggungnya lebar, baju yang ia pakai masih baru, kaus singlet yang ia pakai tercetak jelas, terlihat sekali bajunya terbuat dari katun bagus Tidak seperti bajuku, warnanya sudah agak kusam. Dari kelas satu, aku memakai baju ini .Celana biru sebatas lututnya, sangat pas ia pakai . Pasti dijahit dengan ukuran pinggangnya. Tak seperti celanaku yang beli jadi . Ah Kenapa lagi aku ini Membanding bandingkan orang lain dengan diriku Biasanya aku tak begitu perduli dengan apapun yang dipakai ataupun dikenakan oleh teman teman sekolahku
Tiba tiba rian menoleh ke belakang, melihat ke arahku . Bertepatan aku sedang mencuri curi memandangnya . Saat mata kami berpapasan, aku sangat malu sekali ketahuan sedang melihatnya. Aku cepat cepat melihat buku .Rian tersenyum, kemudian kembali melihat ke depan
Bu sukma sedang menulis di buku absen, mungkin menambah nama rian di daftar absen
Sejenak kemudian bu sukma berdiri mengambil kapur, lalu berjalan menuju ke papan tulis
“baiklah Kita lanjutkan kembali pembahasan kita, mengenai kesetiakawanan Siapkan catatan kalian!” Bu sukma mencatat ringkasan bab dipapan tulis
Aku berpura pura sibuk mencatat, walaupun pikiranku sama sekali tidak konsentrasi sedikitpun
entah kenapa Naluri dalam hatiku selalu ingin melihat kearah rian Bukan cuma aku yang seperti ini Aku lihat, beberapa teman perempuan pun menatap rian secara sembunyi sembunyi Tapi teman teman lelaki yang lain nggak ada yang sembunyi sembunyi melihatnya seperti yang aku lakukan saat ini . Sikap mereka biasa biasa saja, seperti tak ada apa apa . Aku jadi bingung sendiri, kenapa rasanya aku ingin bisa duduk bersama dengannya . Kenapa bu sukma tadi tidak menyuruh erwan saja yang pindah duduk ke belakang
Lagi lagi aku berpikir yang aneh aneh . Hingga bunyi bell tanda pergantian pelajaran, aku tak bisa menyimak apa yang bu sukma terangkan tadi . Sebelum meninggalkan kelas, bu sukma masih sempat memberikan tugas pekerjaan rumah, menulis sepuluh hal yang menunjukkan kesetiakawanan dan sepuluh hal yang menujukkan ketidaksetiakawanan
Selama satu jam pelajaran berikutnya, diisi oleh pak pardede, guru kesenian Kami disuruh maju ke depan kelas satu persatu, untuk memainkan keyboard mini dengan not not yang kami hapal di luar kepala Aku memainkan lagu “padamu negeri” Beberapa kali aku memencet not yang keliru, padahal biasanya aku hapal sekali jika memainkannya dengan soprano Aku kembali duduk ke bangku
Setelah beberapa anak disuruh maju, Tibalah giliran rian . Dengan percaya diri ia melangkah ke depan kelas, kemudian memegang keyboard mini itu lalu memainkannya dengan kedua tangannya sekaligus Semua murid murid terdiam saat alunan lagu hymne guru melantun dengan mulus lewat olahan tangannya yang lincah, jarinya yang ramping, menari nari diatas tuts tanpa canggung .Bahkan ia memainkan chordnya sekaligus .Aku cuma bisa terpana melihatnya .Ternyata rian piawai bermain alat music. dirumahnya pasti ada keyboard pribadi . Aku merasa rian semakin tak terjangkau untuk menjadi temanku .Bagaikan seorang pangeran dengan rakyat jelata
“silahkan kamu duduk disitu, teman sebangkumu namanya vendi” Jelas bu sukma masih dengan nada ramah kepada rian
Rian mengangguk sopan, kemudian berjalan menuju bangku yang ditunjuk bu sukma tadi
Aku memandang rian dari tempatku duduk meja rian berbatasan satu meja disampingku, tapi aku duduk di barisan empat dari belakang Biarlah, dengan begitu aku bisa puas melihatnya dari belakang tanpa harus repot repot sering sering menoleh ke belakang andaikata bu sukma tadi menempatkan ia duduk dengan iwan
Aku sempat mendengar suara bisik bisik dibelakangku . Pasti ratna dengan nila, mereka berdua kan cewek yang paling centil di sekolah .Bisa dipastikan, nila akan melakukan apa saja untuk mendapat perhatian dari murid baru itu
Aku pura pura sibuk membalik balik lembaran buku pelajaran, padahal aku mencuri curi pandang melihat rian Punggungnya lebar, baju yang ia pakai masih baru, kaus singlet yang ia pakai tercetak jelas, terlihat sekali bajunya terbuat dari katun bagus Tidak seperti bajuku, warnanya sudah agak kusam. Dari kelas satu, aku memakai baju ini .Celana biru sebatas lututnya, sangat pas ia pakai . Pasti dijahit dengan ukuran pinggangnya. Tak seperti celanaku yang beli jadi . Ah Kenapa lagi aku ini Membanding bandingkan orang lain dengan diriku Biasanya aku tak begitu perduli dengan apapun yang dipakai ataupun dikenakan oleh teman teman sekolahku
Tiba tiba rian menoleh ke belakang, melihat ke arahku . Bertepatan aku sedang mencuri curi memandangnya . Saat mata kami berpapasan, aku sangat malu sekali ketahuan sedang melihatnya. Aku cepat cepat melihat buku .Rian tersenyum, kemudian kembali melihat ke depan
Bu sukma sedang menulis di buku absen, mungkin menambah nama rian di daftar absen
Sejenak kemudian bu sukma berdiri mengambil kapur, lalu berjalan menuju ke papan tulis
“baiklah Kita lanjutkan kembali pembahasan kita, mengenai kesetiakawanan Siapkan catatan kalian!” Bu sukma mencatat ringkasan bab dipapan tulis
Aku berpura pura sibuk mencatat, walaupun pikiranku sama sekali tidak konsentrasi sedikitpun
entah kenapa Naluri dalam hatiku selalu ingin melihat kearah rian Bukan cuma aku yang seperti ini Aku lihat, beberapa teman perempuan pun menatap rian secara sembunyi sembunyi Tapi teman teman lelaki yang lain nggak ada yang sembunyi sembunyi melihatnya seperti yang aku lakukan saat ini . Sikap mereka biasa biasa saja, seperti tak ada apa apa . Aku jadi bingung sendiri, kenapa rasanya aku ingin bisa duduk bersama dengannya . Kenapa bu sukma tadi tidak menyuruh erwan saja yang pindah duduk ke belakang
Lagi lagi aku berpikir yang aneh aneh . Hingga bunyi bell tanda pergantian pelajaran, aku tak bisa menyimak apa yang bu sukma terangkan tadi . Sebelum meninggalkan kelas, bu sukma masih sempat memberikan tugas pekerjaan rumah, menulis sepuluh hal yang menunjukkan kesetiakawanan dan sepuluh hal yang menujukkan ketidaksetiakawanan
Selama satu jam pelajaran berikutnya, diisi oleh pak pardede, guru kesenian Kami disuruh maju ke depan kelas satu persatu, untuk memainkan keyboard mini dengan not not yang kami hapal di luar kepala Aku memainkan lagu “padamu negeri” Beberapa kali aku memencet not yang keliru, padahal biasanya aku hapal sekali jika memainkannya dengan soprano Aku kembali duduk ke bangku
Setelah beberapa anak disuruh maju, Tibalah giliran rian . Dengan percaya diri ia melangkah ke depan kelas, kemudian memegang keyboard mini itu lalu memainkannya dengan kedua tangannya sekaligus Semua murid murid terdiam saat alunan lagu hymne guru melantun dengan mulus lewat olahan tangannya yang lincah, jarinya yang ramping, menari nari diatas tuts tanpa canggung .Bahkan ia memainkan chordnya sekaligus .Aku cuma bisa terpana melihatnya .Ternyata rian piawai bermain alat music. dirumahnya pasti ada keyboard pribadi . Aku merasa rian semakin tak terjangkau untuk menjadi temanku .Bagaikan seorang pangeran dengan rakyat jelata
------------------------------------------------------bersambung----------------------------------------------------------------
0 komentar:
Posting Komentar