Aku Adalah Adik Kecilnya
posted By : http://rendifebrian.wordpress.com
Wajahnya menenangkan hati ketika melihatnya sedang tertidur seperti sekarang. Kuperhatikan dirinya yang sedang terbawa alam mimpi di terang hari menunjukkan rasa lelahnya. Tuduhanku waktu itu membuatku merasa bersalah padanya. Dia orang yang begitu baik padaku. Aku yang terlalu naif menganggapnya seperti demikian. Kubuka selimut dan kubaringku diriku di sebelahnya kemudian melapiskannya ketubuh kami. Hingga diriku terbawa dan tertidur di sampingnya.
***
Diriku sadar ketika sosok itu terbangun, pula
membangunkan diriku hendak menghadap Tuhan di sore hari. Selalu saja
aku dibangunkan oleh dirinya untuk menghadap kepada Tuhan. Akhir-akhir
ini aku selalu merasa bersalah kepadanya. Mama juga mempermasalahkan itu
karena ternyata memang diriku yang terlalu egois. Aku sebenarnya
terlalu pelit untuk berbagi, dan itu berbagi kasih sayang. Dia adalah David, aku selalu memanggilnya dengan sebutan kakak.“Kak, maafkan aku.”
“Untuk?”
Ternyata David tidak begitu sadar atas apa yang telah terjadi padanya waktu itu. Mungkin saja dia berpura-pura di hadapanku entah dengan maksud apa? Aku merasa makin bersalah dengan kebingungannya. Dia begitu baik padaku hingga tidak mempermasalahkan kejadian waktu itu.
Beberapa bagian lebam di wajahnya masih berbekas, pinggiran bibirnya membiru karena darah yang membeku. Itu adalah bekas pukulanku kemarin, pukulan karena keegoisanku terhadap apa yang seharusnya menjadi milik kami bersama. Dirinya begitu memprihantinkan di mata mama hingga mama membela dia mati-matian. Itu begitu berarti buat mama. Aku tak sadar akan hal tersebut menjadikanku buta karena mama benar adanya. Aku egois, dan aku bodoh.
David membutuhkan kasih sayang seperti halnya diriku, itu dari mama. Mengingat papa begitu menarik garis jauh-jauh dengan dirinya, pastinya dia membutuhkan perhatian yang lebih. Aku sebenarnya begitu sayang padanya. Tidak ada yang begitu kucintai selain dirinya. Dia begitu berharga untukku. Dia yang selalu ada untukku, selalu menemaniku, sayang padaku, dan baik padaku. Dia tidak begitu mempermasalahkan suatu hal dengan diriku hingga diriku lah yang memulainya. Aku tak ingin perhatian mama lebih pada David karena dia adalah mamaku.
David masih menatapku dengan kedua mata coklatnya. Wajahnya masih bersinar bekas air setelah beribadah menghadap-Nya. Selain dia baik, dia rajin beribadah. Itulah salah satu alasanku mengapa diriku sendiri menyalahkan diriku sendiri karena telah menafikan satu sisi baik dalam dirinya. Setiap kali ingin Shalat, pasti dia mengajakku bersama-sama. Tatapannya menandakan bahwa ternyata dia benar-benar tidak berbohong untuk tidak tahu apa-apa.
“Maafkan aku yang terlalu egois. Mama Jason juga adalah mama kakak. Tidak seharusnya kejadian waktu itu Jason perbesar-besarkan. Jason salah dan ingin minta maaf.”
“Itu wajar.” Katanya dengan senyum. “Kakak juga sadar kalau ternyata kakak terlalu jauh mengambil hak yang seharusnya Jason miliki. Kakak sebenarnya juga sadar kalau perhatian mama lebih pada kakak.” Terangnya.
“Itu karena mama tahu apa yang seharusnya mama lakukan. Dan itu karena Bunda tidak ada pada saat kakak membutuhkannya.”
Saatku berkata mengenai Bunda, wajahnya tiba-tiba berubah. Sepertinya aku telah membuka kenangan yang buruk dalam benaknya. Dan itulah diriku yang kurasa belum bisa membuat dirinya bahagia. Aku selalu merenggut apa menjadi miliknya. Diam-diam aku sendiri sadar mengapa aku melakukan hal tersebut. Mulai dari perhatian papa padanya, temannya yang waktu itu kupukuli karena sebenarnya dia menyukai kakakku, kemudian perhatian dari Alissa, dan terakhir adalah mama. Aku melakukan hal tersebut bukan karena diriku yang tidak ingin berbagi ataupun tidak ingin dia bahagia. Namun sebenarnya aku sendiri yang menyimpan suatu hal yang begitu buruk padanya. Aku mencintai dirinya dan aku tidak ingin dia dimiliki oleh orang lain. Kalau untuk mama, karena aku tahu mama lebih memperhatikan dirinya daripada diriku yang anak kandungnya. Tapi semua itu semata-mata karena aku mencintainya. Aku salah karena dia adalah kakakku, saudaraku, dan dia seorang lelaki seperti diriku. Sekali lagi aku membuatnya bersedih dengan mengingat kembali kenangan buruknya bersama bundanya.
Cinta itu ketika diimplementasikan akan terlihat bodoh, namun semua demi kepentingan untuk tetap mempertahankan atau memperjuangkannya. Apapun akan kulakukan demi menggapai apa yang ku inginkan ketika cinta telah membumbui penglihatanku. Mungkin ini yang menjadikan aku egois selama ini terhadap David. Dan seharusnya aku patut menyalahkan dirinya karena telah membuatku jatuh hati padanya. Di satu sisi kenapa aku sendiri yang begitu bodoh mencintai dirinya. Kesalahannya adalah ada pada dirinya sendiri yang telah begitu baik padaku mungkin menjadikanku demikian. Aku selalu menyalahkan dua sisi di sini. Aku menyalahkan diriku karena telah mencintainya dan aku menyalahkan dirinya karena telah membuatku jatuh cinta padanya.
Kupegang bibir birunya bekas pukulanku dan lansung saja dia bereaksi kesakitan. Pukulanku sepertinya begitu keras hingga dia meringis sedemikian.
“Masih sakit kak?”
Dia menggeleng berbohong padaku. Tidak mungkin dia meringis kalau dia baik-baik saja.
“Kalau kakak marah atau merasa dendam pada Jason, sebaiknya kakak membalasnya. Jason siap.” Kudekatkan wajahku padanya dan siap menerima pukulannya.
Kututup kedua mataku menunggu reaksi yang dia lakukan. Beberapa saat kemudian kepalaku dielusnya dan dia langung memelukku. Nafasnya memburu beberapa saat dan kurasakan tubuhnya bergetar. David menangis.
“Aku tidak akan pernah memukul orang yang paling kusayang. Kalo itu karena masalah kecil seperti ini saja, aku tidak harus membalasnya pada adikku.” Katanya padaku sedikit tebata-bata.
Aku tak kalah padanya, aku bahkan menangis dan hampir berteriak. Selama ini, aku tak pernah menangis seperti ini. Kueratkan pelukanku padanya. Kami sama-sama menangis dalam pekulan masing-masing. Kedua lelaki akan saling mengetahui lebih dalam satu sama lain ketika telah menangis bersama. Hubungan itu akan lebih berarti. Terasa tangannya di atas kepalaku dan tangan yang lain berada di belakangku. Diusapnya kepalaku padanya. Ini adalah bagian yang paling kusuka dari dirinya.
“Oh, adikku sayang. Adik kecilku.”
***
Pesta ulang tahun Daniella begitu ramai, tapi kulihat dia hanya
berdua saja mengobrol dengan David. Akhir-akhir ini aku melihat mereka
begitu akrab. Aku agak gelisah dengan mereka yang berduaan saja.
Sepertinya perasaan itu muncul kembali. Kucoba untuk berpikir positif,
kakakku sedang ingin bergaul saja. Dia juga berhak berteman dengan siapa
saja. Aku ini cuman adiknya saja, bukan lebih daripada itu. Tidak lama
kemudian Daniel datang menghampiri mereka. Membawa dua potong kue ulang
tahun mereka dan memberikan satu untuk David. Daniel merusak momen
mereka berdua.“Kak, ayo pulang. Sudah larut.” Kataku setelah menghampiri mereka.
“Ella, El, aku pamit dulu.”
“Iya, hati-hati dijalan.” Balas Daniela.
Pulang dari pesta acara kulihat David begitu senang. Bisa kuduga kalau dia sepertinya suka sama Daniella. Perjalanan pulang hanya diselingi tanpa kata-kata hingga sampai dirumah. Kuparkirkan mobil kebagasi dan bergegas turun dan menuju kamar.
Pulang dari pesta itupun memberikan aku sedikit rasa frustasi terhadap apa yang kulihat antara hubungan David dengan Daniella. Aku sekarang yakin bahwa perasaan David pada Daniella jelas telah tersirat dari raut wajah David setelah pulang dari pesta itu.
“Kak, ada sesuatu yang ingin kubicarakan.”
“Apa itu?” Katanya sambil memakai kaos tidurnya.
Kami baru saja siap untuk tidur dan aku menghampirinya dalam kamarnya. Hari ini aku ingin tidur bersamanya. Kudekati David dan kupegang kedua tangannya. Jantungku terasa berdetak begitu kencang saat kusentuh dirinya. Kutatap matanya dalam dan sesaat mengehembuskan nafas berat karena gugup. Kupertahikan wajahnya yang tampan, tapi diriku terfokus pada matanya. Lama kami saling berpandangan dan dia tidak memberikan reaksi apa-apa. Sepertinya David menunggu responku atas pertanyaanya.
“Aku mencintaimu.”
Saat itu juga bibirku menyentuh bibirnya yang merah. Aku merasakan sedikit reaksi terkejut darinya atas perlakuanku. Tapi sepertinya dia tidak mencoba untuk melawan atas apa yang telah kuperlakukan untuknya. Meresa seperti demikian, kuartikan itu sebagai lampu hijau untuk terus mencumbunya. Bibirnya sedikit terbuka membuat lidahku agak leluasa menjelajahi mulutnya. Sampai diakhir ciuman itu david masih berlaku seperti tadi, dia hanya diam kemudian menatapku agak lama. Aura wajahnya yang menatapku seakan-akan menusuk dengan berbagai pertanyaan. Aku tak tahu harus apa hanya diam. Kami saling menatap cukup lama dalam diam masing-masing.
“Maafkan Jason kak. Maaf.”
David menghembuskan nafasnya dengan berat. Dia tidak berkata apa-apa setelah permintaan maafku barusan. Dipeluknya diriku dan salah satu tangannya mengelus bagian kepalaku, tangannya yang lain mengusap-usap punggungku.
“Kenapa?”
“Aku juga tak tahu kak.”
“Sejak Kapan?”
“Aku masih belum mendapatkan jawabannya sampai sekarang. Itu semua mengalir dengan sendirinya.”
“Di dunia ini, satu-satunya orang kuketahui paling mencintaiku adalah kamu Jas. Aku tahu itu sejak lama, tapi rasa cinta yang kumaksud bukan seperti yang Jason ungkapkan sekarang dengan menjelajahi isi mulutku.”
“Apa kakak marah?”
“Sayang, aku takkan bisa marah pada adik kecilku ini. Meskipun kita sebenarnya seumuran, aku selalu menganggapmu sebagai adikku kecilku yang harus kusayangi.” Dibelainya kepalaku kembali.
“Maafkan aku kak, mungkin perlakuanku barusan adalah hal yang tidak benar. Tapi aku hanya ingin berusaha untuk jujur. Hatiku sesak selama ini untuk tidak mengungkapkan apa yang kurasakan padamu.” Kulepaskan pelukanku padanya, tetapi tangannya masih berpangku dipundakku.
“Semua orang tahu bahwa itu adalah hal yang salah. Tapi tidak ada salahnya kalau kita itu jujur, apa lagi itu mengenai perasaan. Kita berdua bersaudara, meskipun tidak seayah dan seibu. Selama ini kakak merasa bahwa Jason adalah satu-satunya orang yang paling bisa kakak percaya. Hanya Jason yang peduli pada kakak, kakak selalu berbagi suka dan duka denganmu. Kakak sayang padamu melebihi arti dari sebuah percintaan yang biasa diarungi oleh sepasang kekasih. Kakak sayang padamu melebihi itu semuanya.”
Akhirnya aku tahu apa jawaban darinya atas apa yang barusan kulakukan padanya. Itu adalah penolakan secara halus. Kuakui bahwa apa saja yang barusan dia ungkapkan padaku adalah hal yang paling bijak. Tapi tetap saja aku merasa belum puas akan jawabannya barusan. Aku ingin lebih dari apa yang telah dia berikan padaku selama ini. Di satu sisi aku sadar bahwa itu hanyalah teriakan dari egoku padanya, aku mencintainya, aku menyayanginya, dan aku suka padanya. Tiga perasaan yang bercampur aduk yang tidak bisa lepas pada sosok kakak yang sedang kupeluk ini. Jika seandainya diriku masih memperbandingkan masalah perasaanku ini padanya salah atau tidak, kurasa sebagian besar egoku akan mendapatkan suaranya banyak. Satu hal yang membuatku kalah telak bahwa perkataannya barusan adalah penolakan secara halus. Aku tidak ingin memaksakan kehendakku padanya. Rasa cinta yang kuegokan harus saling mengalir agar tidak ada kesan pemaksaan.
“Kak, aku tahu aku salah mencinta. Aku hanya ingin mencoba untuk mengungkapkan apa yang kurasa. Selama ini tidak ada yang begitu baik padaku. Meskipun aku selalu meluapkan egoku padanya, tapi dia selalu menyambutku dengan baik. Aku selalu membuatmu kecewa, aku selalu merasa bahwa hal yang kuperbuat padamu adalah sesuatu yang tidak semestinya. Seperti hal yang kemarin, dan hal yang baru saja terjadi. Aku minta maaf.”
“Asal kamu tahu Jas, kamu yang terbaik yang pernah ada. Bunda meninggalkan diriku sejak aku masih kecil, dan aku tak tahu bagaimana bisa papa sampai seperti demikian padaku. Duniaku serasa hampa dan kamu memberikan nafas yang baru untukku. Aku tak punya adik kandung, begitupun seorang kakak. Kehadiranmu dalam hidupku adalah pemberian terbesar dari Tuhan.”
“Bagaimana dengan mama?”
“Mamamu adalah mama yang terbaik.”
“Mama kita kak.”
Kalimat terakhir menyiratkan suatu hal lagi. Kesalahanku waktu itu memberikannya intepretasi lain lagi. Aku harus belajar untuk mengontrol egoku, apalagi itu menyangkut David. Inilah yang mama maksud, David membutuhkan kasih sayang lebih daripada diriku.
***
Kuhampiri mama yang sedang berada dalam kamar David. Mama menaruh
segelas susu untuknya seperti biasa. Aku langsung saja memeluk beliau
dari belakang. Sekarang tinggiku lebih daripada tinggi badan mama. Kalau
dahulu aku yang sering digendong oleh mama, maka sekarang akan telihat
ganjil kalau mama melakukannya padaku.“Ma, maafkan Jason untuk waktu itu.”
“Jangan sama mama. Sama kakakmu sana.” Mama mencoba melepaskan pelukanku dari belakang.
“Sudah ma.”
“Apa yang kakak kamu bilang?”
“Kakak sayang Jason, kakak juga sayang sama mama.”
“Nah, yang akur dong. Kamu itu dari kecil suka jahatin kakak kamu. Kamu masih ingat waktu kakak kamu dicebur olehmu di kolam belakang?”
“Ha ha ha.”
Aku refleks tertawa mengingat kejadian itu. Aku pernah mendorong David kedalam kolam sewaktu kami masih kecil karena keegoisanku. Aku marah padanya karena mama menggendongnya waktu pertama kali kita bertemu. Terlihat jelas kalau aku tidak ingin berbagi padanya mengenai kasih sayang mama sewaktu kami masih kecil. Tapi sekarang semuanya tidak seperti demikian lagi. Aku sadar apa yang pernah kulakukan itu salah.
“Kenapa tertawa?” David keluar dari kamar mandi dengan sehelai handuk melingkar di pinggangnya.
“Adikmu menertawakanmu.” Terang mama padanya.
“Tertawa kenapa?” Tanyanya sama seperti tadi.
“Kamu masih ingat saat kamu tercebur dalam kolam waktu masih kecil?”
“Ha ha ha.” Aku masih tertawa mengingat kejadian itu.
“Ha ha ha.” David juga ikut tertawa.
“Aneh. Kalian berdua jangan lupa minum susu. Biar anak mama yang cakep-cakep ini cepat gede.” Ucap mama keluar dari kamar David sambil membawa nampan kayu.
Ternyata David juga menertawakan kejadian waktu itu, padahal seingatku kejadian waktu itu kami saling bertengkar. Kuakui aku yang salah waktu itu karena aku yang mulai lebih dahulu. Aku memukulnya menggunakan sapu dari belakang dan mengenai kepalanya. Dia yang merasa terusik oleh diriku kemudian membalasku dengan memukul juga dengan tangannya. Tapi aku tidak terima dan langsung mendorongnya ke kolam renang karena kami saat itu berada di kolam renang. Perkelahian waktu itu direlai oleh mama. Jika saja mama tidak ada waktu itu, maka orang yang paling kusayang sekarang tidak akan berdiri dihadapanku sedang senyum-senyum masih menggunakan handuk yang melilit dipinggangnya. Sepertinya dia mencoba kembali mengingat kejadian waktu itu.
“Kenapa senyum-senyum kak?”
“Sepertinya kakak belum balas dendam waktu itu. Ha ha ha.” David malah tertawa.
“Kakak mau balas dendam?”
“Kalau dipikir-pikir. Kamu berutang nyawa pada kakak karena waktu itu aku tidak bisa berenang.”
Perkataannya barusan membuatku pangling. Aku tak tahu harus berbuat apa, meskipun raut wajahnya tidak menandakan bahwa serius tapi aku tetap saja pangling. Terlihat dia berpikir sejenak kemudian langsung menarik tanganku keluar dari kamar. David memegang tanganku dengan erat sambil berlari. Aku hanya bisa mengikuti kemauannya saja.
“Ha ha ha.” Dia kemudian masih tertawa, kami berada di pinggiran kolam renang sekarang.
“Jas…”
“Ya?”
Tanpa basa-basi lagi, dia memelukku dan langsung menjatuhkanku ke dalam kolam bersamanya. Posisiku berada di bawahnya, David menenggelamkanku cukup lama dalam air. Pandanganku dalam air tidak begitu jelas, tapi aku masih bisa melihat wajahnya. Kupegang kedua pipinya dan kudekatkan bibir kami dalam air. Kuhembuskan nafasku padanya di dalam air. Cukup lama itu berlangsung, kami berdua menuju permukaan karena sepertinya nafas kami akan habis.
“Hosh… Hosh… Hosh…” Desah kami berdua.
“Jason rasa hutang Jason sudah lunas. Jason sudah memberikan sedikit nyawa Jason pada kakak.”
“Ha ha ha…” Dia masih saja tertawa.
“Kak, ada sesuatu yang ingin kuberi tahu.”
“Apa itu?”
“Handuk kakak mengapung dalam air. Ha ha ha.”
David kemudian menyelam dan mengambil handuknya yang mengapung dalam air.
0 komentar:
Posting Komentar