Raped in The Toilet
Lama nih gak posting yang ho-hot… mudahan karyaku kali ini makin hot hehe.. tapi maaf rada sadis. BACA YA… dan budayakan like dan koment
Raped in The Toilet (ONESHOOT)
By Yanz (FB: yanzjaejoong@yahoo.com)
Cuaca pagi ini sangat dingin ditambah lagi embun lembab yang
membasahi sedikit wajahku. Kulipat tanganku di sela-sela dada dan ketiakku,
berjalan lurus dan menundukkan wajah, kudengar begitu banyak bisik-bisik dari
penghuni sekolah begitu melihatku lewat. Kupasang headset dan menatap lurus,
berusaha tidak menghiraukan cemooh orang yang tidak penting seperti mereka.
Namaku Bintang, cowok yang berumur 18 tahun, tinggal di
Kalimantan Selatan. Awalnya aku terkenal sebagai seorang model majalah di
kotaku, aku juga selalu berusaha bersikap ramah dengan siapa saja sehingga
memiliki banyak teman. Tapi, beda dengan sekarang… mereka semua memandangku
jijik semenjak kejadian minggu lalu..
Rumahku dirampok oleh empat perampok bejat, semua barang
berharga di rumahku ludes, untungnya orang tuaku menyimpan uang di Bank. Dan
parahnya setelah orang tua dan kakakku pulang dari pesta pernikahan keluarga
jauhku, mereka menemukanku tanpa sehelai benang pun terbujur kaku di ruang
tamu, berlumuran darah dan sperma. Orang tuaku yang panik langsung meminta
pertolongan tetangga dan para tetangga yang melihat kondisiku malah menghubungi
wartawan sehingga status rumahku yang di rampok dan diriku yang diperkosa
diketahui banyak orang terutama di kotaku. Aku begitu murka dan malu, aku tidak
mau sekolah ataupun keluar rumah, hidup pun aku sudah tidak bernafsu. Tapi
ibuku yang selalu bilang ‘Jalani kehidupanmu seperti biasa maka mereka semua
akan lupa dengan berjalannya waktu.’ Dan hal itu membuatku memberanikan diri
untuk kembali menjadi Bintang yang dulu, Bintang yang selalu bersinar dan
memperindah kehidupan semua orang.
“Bintang! Akhirnya kau kembali.. kami khawatir dan
merindukanmu,” kata Mery khawatir sedangkan Johan mengusap rambutku dengan
lembut. Mereka berdua adalah sahabat terbaikku di sekolah.
“Aku baik-baik saja..” ucapku pelan dan tersenyum tipis.
“Kudengar kau… akh… apa kau terluka?” Tanya Johan sambil
mengerutkan keningnya.
“PANTATNYA LUKA TUH, JO… AYO OBATIN AHAHAHAHA…” ejek
gerombolan cowok yang berdiri tidak jauh dari kami.
Aku menundukkan wajahku dan mengepalkan tanganku geram,
“Eh.. loe brengsek mau nyari ribut loe?!!” bentak Johan sambil mendorongi
mereka bertiga dengan kasar.
“Cukup Jo…” kataku dengan suara bergetar dan menggenggam
bahu Jo.
“Iya Jo… jangan diladeni…” kata Mery yang menggengam tanganku
dan tangan Johan, kemudian kami pun kembali berjalan menuju kelas.
@@@DI KELAS@@@
Di kelas kami di berikan kursi dan meja putih masing-masing
satu buah, di kelasku kelas XII ipa 2 terdiri dari 30 murid, di sebelah kananku
ada Mery sedangkan sebelah kiri ada Johan, aku bersyukur masih punya mereka
yang setia denganku dan tidak mengejekku seperti yang lain.
“Biasanya korban sodomi itu bisa ketularan jadi gay looh…”
“Ih beneran? Ih.. ngeri…”
Terdengar bisik-bisik dari teman di belakangku, dengan cepat
aku memasang headset.
BRAAK!!
Johan menggebrak meja dengan kesal yang membuatku ikut
terkejut, “Eh… loe cewek-cewek bawel amat ya? Gossip itu dosa tau!”
“Kenapa situ yang sewot?”
“JAGA PERASAAN ORANG DONG?”
“Perasaan siapa yang perlu dijaga?” Tanya penggosip itu
pura-pura tidak tau dan dengan nada mengejek.
“Aku mau keluar sebentar..” ucapku lemah dan berdiri dari
tempat dudukku.
Johan berusaha menahanku dengan menggengam tanganku
sedangkan Mery memegangi bahuku yang bergetar, kupejamkan mataku kuat-kuat
kemudian kutepis tangan mereka dan berlari secepat mungkin.
Kulihat Johan mengejarku tapi aku lebih cepat hingga dia
kehilangan jejakku, aku melangkah memasuki toilet. Kulihat ada tiga cowok rese
yang kutemui di depan tadi, yaitu mereka Ari, Bagas dan Galang.
Ari menatapku dengan senyum liciknya, awalnya aku ingin
langsung kabur tapi aku bosan harus selalu kabur jadi aku kembali melangkah ke
depan wastafel untuk mencuci wajahku. Sekilas kulirik mereka yang sedang
berbisik-bisik mencurigakan, “Gak ah! Gu-gue takut,” terdengar pekikan Galang
yang lebih keras.
“Yaudah… loe tolong bantu dari luar saja, cari papan tulisan
‘toilet rusak’ dan gantung di depan toilet,” kata Ari kemudian.
“OK…” terlihat Galang berlari terbirit-birit ke luar jadi
sisalah Ari dan Bagas.
Selesai cuci muka aku menepuk-nepuk pelan pipiku dan
melangkah keluar namun dari belakang tiba-tiba mulutku dibekap, “Diam loe…
kalau gak kita bakal lebih nyakitin loe!” ucap Bagas garang.
Brakk!!
Terdengar suara hempasan yang cukup keras saat Ari
menghempas badanku ke pintu toilet, awalnya aku ingin melawan tapi dengan cepat
Bagas mengarahkan pisau lipat ke pipiku, “Jangan ngelawan kalau gak mau
terluka…”
“Hahaha ckckck… cakep banget sih loe, Bintang. Gue sudah
lama mengagumi loe dan setelah minggu lalu loe pasti sudah jadi gay kan?
Hahaha…” ucap Ari menyindir.
“JANGAN SEMBARANGAN!” bentakku dan menaikkan sedikit daguku.
“Gak usah jual mahal loe… loe pasti ketagihan di tusuk kan?”
ejek Bagas sambil menjilat kupingku, aku berusaha menepis wajahnya tapi
tanganku malah tergores pisau yang dia pegang.
“Bibir loe enak juga kayaknya ahahaha…” kata Ari yang
kemudian menciumi bibirku dengan ganas.
Aku berusaha menahan badannya tapi mereka berdua mendesakku
sehingga aku tidak punya cukup tenaga melawan, “Bibir merah loe benar-benar
menggoda apalagi kalau loe senyum menampakan lesung pipit loe pasti lebih
cakep,” kata Ari lagi sambil menghisap bibir atas dan bibir bawahku secara
bergantian.
Sedangkan Bagas melepas kancing bajuku dengan kasar kemudian
melepaskan celanaku sehingga aku hanya mengenakan boxer biruku. Bagas
menjongkok di hadapanku sedangkan Ari terus menciumi bibirku penuh nafsu sambil
menggerayangi dadaku. Aku sedikit tersentak saat Bagas meremas kasar penisku
yang membuatku memekik keras, “Akkhhhhh… enghhhh emmmhh..” sedangkan Ari
menghisap-hisap bibirku.
“Hahaha.. punya loe gak lebih besar dari punya gue tapi
panjang juga..” kata Bagas yang memain-mainkan penis lemasku dari balik boxer.
Aku kembali berusaha mendorong tapi gagal jadi aku hanya
terdiam, sepeti kata orang, ‘saat diperkosa, jika tidak bisa melawan maka
nikmatilah’ dan aku pun berusaha tenang dan menikmati perlakuan mereka.
Bagas terus meremas-remas penisku kadang menciuminya dari
balik boxer dan tangannya menggerayangi pahaku setelah itu baru dia turunkan
boxer dan CD-ku sehingga aku tidak memakai apapun. Dengan cekatan tangan Bagas
memainkan penisku dan menghisap-hisap testisku sedangkan Ari memberikan
rangsangan di leherku, menjilat, menghisap dan menggigit leherku sehingga
meninggalkan banyak bercak merah.
“Ohh.. god… please no more… aaahhhh….” Kucoba memohon tapi
tidak dihiraukan, bahkan Ari memukuli bokongku dan menghisap dadaku lebih
ganas.
“Kenapa? Bukankah kau suka hmmm? Ssssrrrpphh…” tanya Ari
sambil menghisap-hisap dadaku penuh nafsu.
“Ekkkhhh… aahhh… se-sebentar lagi ahhh mau masuk kelas
essshh…” ucapku sebisa mungkin.
“Bodo… sekarang gue Cuma mau loe hahaha ya kan Ari?”
“Yoa hahaha…”
Bagas meletakkan ujung lidahnya di ujung penisku sehingga
memberikan sensasi geli yang luar biasa, ditambah lagi saat dia memasukkan
seluruh penisku kedalam mulutnya yang lembab dan hangat aku melenguh nikmat. Di
atas Ari menjilati dada dan perutku sedangkan tangannya bermain di dada kiriku,
aku menggeliat tapi Ari langsung menjambak rambutku dan kembali menciumi
bibirku dengan ganas, lidahnya menari-nari di dalam mulutku, ingin sekali
kugigit untuk memberikan pelajaran tapi aku tau mereka yang lebih kuat pasti akan
menyakitiku.
Ari dan Bagas berhenti sejenak dan saling bertukar pandang.
Dan tiba-tiba ari menyuruhku menjongkok dan mereka berdua membuka resleting
celana mereka, “Eh loe.. hisap nih penis gue!” kata Ari yang mendongakkan
wajahku. Awalnya aku berusaha menolak dan menutup mulutku rapat-rapat tapi
Bagas mencekek leherku dari belakang yang membuatku terpaksa membuka mulut. Ari
terus memaju-mundurkan pinggulnya di depan wajahku sedangkan Bagas masih
mencengkram leherku namun lebih longgar dan memaksaku menelan habis batang
penis Ari.
“Eh… dimana loe naroh pelican dan kondom, Ri?” Tanya Bagas
yang mengubrak-abrik tas berwarna hitam disampingnya. Aku memejamkan mataku
rapat dan memegang bokong Ari.
“Cari aja di kantong yang paling kecil emmmhhh…” jawab Ari
yang semakin membercepat gerakannya.
Gak lama kemudian, Bagas menarik pinggangku kebelakang
sehingga posisiku menungging dan tanganku bertumpu pada lantai. Beberapa kali
Bagas memukul dan meremas-remas pantatku, kemudian dia memasukkan satu jarinya
yang lembab dan licin kedalam lubangku, “enghhh… eeehhh… emmhhh…” aku kembali
melenguh dan menggenggam tanganku geram.
Tak lama kemudian jari yang ke dua dan ke tiga pun melesak
masuk dalam tubuhku dan Bagas menggerak-gerakkan jarinya dengan kasar sehingga
membuatku melepaskan penis Ari di mulutku dan berteriak kesakitan.
PLAK!!
Tamparan panas dari Ari mendarat di pipiku cukup keras, “Eh…
loe tugasnya Cuma hisap penis gue, gak usah loe ngelawan!” kata Ari yang
kemudian menarik daguku dan kembali memasukkan penisnya dalam mulutku.
“Akhhh-aaarrggghhh ooohhh… stop akkhhh it’s hurt… ahhh Bagas
tolong aahhh…” aku kembali berteriak saat penis Bagas masuk seutuhnya di dalam
lubangku.
“Loe tenang aja, entar juga loe keenakan, kaya gak pernah
ngerasain aja loe..” kemudian Bagas pun menggerakkan pinggulnya tanpa
menanyakan kesiapanku, dia juga menindihku dan menjilati punggungku, rasanya
sekujur tubuhku sakit dan lelah tapi kenikmatan tidak bisa kubohongi. Tangan
Bagas mencoba meraih penisku dan mengocoknya sedangkan di belakang dia
menyerangku dengan ganas, Bagas memberikan banyak pelican sehingga aku tidak
begitu kesakitan dan bisa menikmati setiap enjotannya..
Aku menghisap-hisap penis Ari lebih kuat dan menghimpit
penisnya supaya memberinya kenikmatan, “Aaaakkhhh emmhhh oohh… enak aahhhh gue
mau keluar aaaaaakkhhh…” desah Ari dan cairan kentalnya sempat membasahi
mulutku tapi dengan cepat aku melepas penisnya. Ari memijat-mijat penisnya di
depan wajahku dan membuatku basah dengan cairannya.
“Aahaha cepat amat loe emmmhh…” ejek Bagas.
“Nih anak hebat juga soalnya hemmm…” kata Ari sambil kembali
mengecup bibirku, “Eh loe duduk baru taroh si Bintang di atas loe, gue mau
nikmatin wajah dan tubuhnya yang indah,” sambung Ari.
“OK bro… ahaha..”
Ari mengarahkan badanku untuk menduduki penis Bagas
sedangkan tanganku memeluk leher Ari, “Enghhh akkhh…” aku kembali menggerang
saat benda asing itu kembali memasukiku.
“Hei, gerakkan badan loe!” perintah Bagas sambil memegang
pinggulku.
Aku berusaha menggerakkan tubuhku yang sangat lelah dan
membiarkan penis Bagas dihimpit lubangku yang masih sempit, sakit dan nikmat
membaur menjadi satu.
“Loe harus mau jadi budak sex kita kapan pun kita mau
hahahaha…” kata Ari sambil menciumi wajahku.
aku hanya diam, bibir Ari menjelajahi leher dan dan kupingku
setelah itu dadaku sedangkan tangannya mengocok penisku yang sudah membengkak
dan sangat keras. Hisapnya dadaku penuh nasfu dan tangannya semakin lincah
meremas dan mengocok penisku.
“Ri, aakkhhh gue mau keluar eekkhhh… aaaaaahhh…” dan
akhirnya aku dan Bagas mencapai klimaks bersamaan CROOOTT… CRROOOTT… CROOOTT…
tangan Ari dibasahi dengan spermaku, Bagas mengangkat tubuhku dan membiarkanku
terbaring lemah di lantai.
“Ahahaha lain kali kami mau service loe lagi bintang!” kata
Bagas sambil menendang pelan bokongku.
“Eh… untuk terakhir kalinya gue minta senyum loe… loe kan
sudah kita puaskan, senyum dong,” perintah Ari.
Aku hanya menatapnya lemas dan berusaha meraih seragamku
tapi Ari malah menginjak tanganku, “Aaakkhhh sakitt ahh..” pekikku.
“Senyum gak?!!!” bentak Ari dan dengan terpaksa aku
tersenyum menatapnya, “Gitu dong… gue demen kalau lihat wajah cakep plus lesung
pipit loe.. hahaha ayo cabut, Gas…”
Mereka meninggalkanku sendirian dengan rasa perih dan harga
diri yang terinjak. Aku pakai baju seragamku dan mencuci selangkanganku yang
kotor, saat aku ingin memakai celanaku tiba-tiba ada terdengar suara orang
berlari dari luar dan masuk toilet grasak-grusuk. Aku sedikit terkejut saat
melihat Johan di hadapanku sedangkan aku belum bercelana dan berantakan.
“Ah… emmm kau kenapa?” tanyanya salah tingkah.
Aku memakai celanaku dengan cepat kemudian menengok Johan
dan tersenyum lembut, “Aku gak papa..” kataku dengan suara serak karena habis
menangis.
“Matamu kenapa? Kau habis menangis?” tanyanya yang
mendekatiku dengan hati-hati, aku berjalan dengan terpincang-pincang untuk
mengambil tasku, “Kakimu kenapa?”
Aku langsung memeluk Johan, “Aku benci dengan kehidupanku
sekarang… aku sakit Jo… aku sakit..”
“Apa? Kau sakit apa?”
“Maksudku… aku suka cowok.”
Johan langsung melepaskan pelukanku, dia menatap lantai dan
gelagatnya sangat gugup, “Ah… emmm a-aku.. aku bisa menerimamu hahaha kau tidak
perlu sungkan.”
Aku kembali mendekati Johan dan memeluknya. Kuletakkan
daguku di bahu Johan dan mengecup sedikit lehernya sehingga membuatnya
berkeringat dingin, “Kau akan selalu menjagaku kan?” bisikku sambil
menghembuskan sedikit nafas di kupingnya.
“Tentu! Aku… aku menyanyangimu tentu aku akan menjagamu.”
“Tolong balas dendam untukku… Ari dan bagas sudah menyakiti
dan menodaiku.”
“BRENGSEK!!!”
*seminggu kemudian*
Aku menyeruput teh hijau di depan televisi, aku tersenyum
puas melihat berita tentang kematian Ari dan Bagas secara menggenaskan dan aku
hanya berharap Johan bisa menjaga dirinya, thanks Jo… kau memang yang terbaik.
END
0 komentar:
Posting Komentar