ANAKKU Pecinta Lelaki

Dirgantara putra 14.22 |

Anakku Seorang Gay [One Shot]


Ini adalah cerita yang sengaja ku peruntukan untuk memperingati hari Kartini, Wanita hebat yang ada di Indonesia, wanita perkasa yang memperjuangkan emansipasi kaum wanita, dan dalam cerita ini aku menggambarkan seorang Kartini modern, ia adalah seorang Ibu, terima kasih untuk yang menyempatkan diri untuk membaca, saran dan kritik aku tunggu

############################

Manjadi seorang ibu mungkin adalah harapan semua wanita di dunia, begitu juga denganku, menjadi seorang ibu adalah harapan terbesar dalam hidupku, sosokku seakan menjadi sempurna tat kala aku  memberi nafas seorang bayi yang berasal dari rahimku, dan aku di cap sebagai seorang ibu, seorang wanita seutuhnya.

Namaku Regina Dinata, seorang ibu dari seorang anak laki-laki, anak yang paling ku dambakan dalam pernikahanku. Aku menikah dengan mas Robby saat aku masih duduk di bangku kuliah, mungkin sedikit kuno memang, karena pernikahanku bukanlah berdasarkan aku mencintai mas Robby, tapi karena aku di jodohkan orang tuaku dan mereka memaksaku untuk segera menikah dengan mas Robby.

Jika di Tanya apa aku mencintai mas Robby, aku bisa berkata aku sangat mencintainya, dan memang tak dapat ku pungkiri, rasa cinta itu datang saat aku telah menikah, berbeda dengan pasangan yang lain yang menikah karena cinta, aku bahkan menangis saat akan menikah, karena aku juga memiliki seorang kekasih, Harry namanya, pacarku dari SMA, dan aku terpaksa meninggalkannya karena orang tuaku

Awal pernikahanku dapat di katakan selalu diwarnai tangisku, tangis ku dalam kebisuan, tak mudah bagiku untuk meninggalkan Harry, memang mas Robby sangat baik padaku, aku tetap dapat melanjutkan kuliahku, kehidupan ekonomi keluargaku juga sudah sangat terjamin, mas Robby juga selalu memperlakukan aku seperti seorang ratu, aku memang terharu, tapi rasa cinta itu tetap saja tidak pernah hadir.

Beberapa masalah hadir dalam rumah tanggaku, beberapa tahun menikah, dan sampai aku di wisuda menjadi seorang Sarjana Ekonomi, aku belum juga hamil, di awal aku memang masih bisa menyangkal pada keluarga mas Robby bahwa aku menunda kehamilan karena ingin segera menyelesaikan kuliahku, dan mereka cukup percya dengan kata-kataku, tetapi setelah setahun kelulusanku, aku tak jua hamil. Beberapa sindiran dan pertanyaan bertubi-tubi datang kepadaku menanyakan kapan aku akan hamil, tak mudah melewati hari-hari itu, tetapi mas Robby selalu mendukungku, dia selalu memberikan semangat padaku, dia juga selalu meyakinkan orang tua nya untuk bersabar, padahal aku sangat tahu bahwa mas Robby sangat menginginkan seorang anak, karena beberapa bulan setelah kami menikah, dia sudah merancang sebuah kamar untuk anaknya kelak beserta pernak-perniknya, dan setelah menunggu 4 tahun, tak juga kamar itu di lengkapi tangisan bayi.

Beberapa kali aku melihat mas Robby terdiam menatap kamar itu, kamar yang hampir setiap hari membuatku menangis, sampai-sampai aku tak berani untuk masuk ke kamar itu. Tekanan demi tekanan terus datang padaku, tapi mas Robby terus memberi perlindungan padaku, aku juga sekarang bekerja sebagai manager di perusahaan mas Robby, aku tak terlalu betah di rumah karena hanya menghabiskan waktuku saja tanpa berbuat apa-apa. Untung saja mas Robby tidak keberatan saat aku mengutarakan niatku untuk bekerja, segala perhatian yang di berikan mas Robby membuatku mencintainya, rasa cinta itu timbul perlahan, dan setelah 4 tahun pernikahan kami, baru aku dapat merasakannya.

Cinta itu berbuah manis, karena kekuatan dari cinta itulah benih itu lahir dari rahimku, tak terkira betapa bahagianya hatiku saat itu. Bukan hanya aku saja yang bahagia, mas Robby bahkan selalu memanjakanku, tak pernah ia biarkan aku capek sedikitpun, di kantor bahkan aku tetap menjadi seorang ratu, kadang aku juga sedikit tak enak hati dengan karyawan yang lain, tetapi mas Robby memang berbeda, dia bilang dia akan selalu menjagaku, hati wanita mana yang tak luluh bagi, memiliki seorang suami yang sangat mencintaiku, suami yang sangat melindungiku.

Perlakuan mertuaku juga sudah sangat berbeda, seminggu bisa tiga kali mereka datang kerumah, mereka juga memaksaku untuk memanggil assisten rumah tangga, kini aku sudah merasa bagai di surga, tak ada lagi yang memandang hina dan remeh lagi padaku,

“Nak, mama sangat mencintaimu” saat aku mengucapkan kata-kata tersebut anakku menendang, sungguh kebahagiaan yang tak terkira aku rasakan kini.
Mas Robby selalu rajin membawaku cek rutin ke dokter, tak pernah dia absen sekalipun

Dan hari itupun tiba, setelah kulewati hari-hariku dengan berdebar menunggu jagoanku, hari itu 4 juli, sang jagoan lahir dari rahimku, jagoan yang telah aku nantikan selama 5 tahun, sungguh tak terkira bahagiaku saat itu.

+++++++
“James, ayo makan” teriakku pada James, anak laki-lakiku satu-satunya, aku dan mas Robby sedang berada di meja makan untuk sarapan pagi

“Iya ma, sebentar” Teriak James dari kamarnya, dan kini dia berjalan kearahku dengan gagah, ada kecemasan di hatiku, cemas karena kini dia sudah akan menginjakkan kakinya di SMA, ada perasaan cemas, apalagi melihat banyaknya siswa-siswa baru yang di bully sama senior-seniornya, kulihat dia jalan menuruni tangga dengan sedikit berlari, hmmm anakku kini sudah besar.

“Kamu yakin sayang, tidak mau mama temani?” tanyaku padanya saat dia mencomot sebuah roti

“Yakin dong ma, masa James bawa-bawa mama segala, nanti apa kata teman-teman” jawabnya mantap, kutatap lagi wajahnya, ya dia memang sudah besar sekarang, aku seharusnya tak perlu terlalu mengkhawatirkannya

“Tapi James, kalau kamu kenapa-kenapa gimana? Kamu kan tahu kalau senior-senior itu suka kerjain siswa baru” mas Robby menyambung

“Kan James kuat pa, nih otot James” James menunjukan otot bisepnya, memang aku yakin kalau dia akan baik-baik saja, tapi tetap saja ada sedikit kecemasan di diriku

“Ya sudah, tapi kamu harus lapor ya kalau ada apa-apa” wanti mas Robby

“Siap Boss” James berdiri dan memberi hormat, anak ini memang selalu membawa kehangatan dalam keluarga kecilku, kadang aku juga kasihan melihatnya hanya bermain seorang diri karena tak mempunyai saudara, bukan juga mauku, tapi karena rahimku yang lemah, akhirnya aku tak dapat lagi memberi James seorang adik, tapi aku sudah sangat mensyukuri dengan adanya James, bukan sedikit juga perjuanganku dan mas Robby untuk mendapatkan seorang anak, banyak memang yang bilang kalau kami terlalu memanjakan James, bahkan tak pernah sekalipun kami memukulnya walaupun dia nakal, apalagi mas Robby, pernah dia hampir berantem dengan tetangga saat James jatuh dari pohon, padahal memang salah James yang nakal, keluarga kecilku ini membuat hatiku nyaman, aku sangat bahagia menjadi seorang ibu.

Meskipun sudah ada James di rumahku, aku juga tak mengurangi kegiatanku, aku masih aktif bekerja sampai saat ini, tapi aku juga tak pernah melupakan tanggung jawabku sebagai seorang ibu, yang harus merawat anak dan suami.

“Sudah makan-nya James?” Tanya mas Robby

“Sudah pa, yuk berangkat!”

“James, ingat ya kalau terjadi apa-apa kamu harus lapor” kataku masih mewanti-wanti James dalam mobil

“Iya mama sayang, James tahu kok, mama tenang saja ya”

Setelah sampai di SMAN 1, aku dan mas Robby ikut turun mengantar James ke gerbang sekolahnya.

“Sudah di sini saja, aku masuk dulu ya pa, ma” James menyalami tanganku dan mas Robby

“Iya sayang, ingat pesan mama”

James tersenyum dan berjalan masuk ke dalam, kulihat punggungnya, dia sangat gagah, tentu karena ayahnya juga begitu, baju SMP masih melekat di tubuhnya, di tambah dengan beberapa perlengkapan MOS, ahhhh anakku.

Mas Robby kembali menjalankan mobilnya, aku masih was-was dengan James, rasanya tak rela aku meninggalkan dia di tempat yang asing, dulu sewaktu SMP, aku sengaja memasukan dia di sekolah swasta yang tidak ada MOS, bahkan sewaktu SD aku tak pernah meninggalkannya, sampai dia pulang sekolah, tapi kini aku melihat dia masuk seorang diri, mungkinkah aku terlalu memanjakannya? Tapi aku merasa semua sangat wajar, dia anakku

“Mas, aku sungguh cemas” katakku pada mas Robby

“Tenang saja sayang, James anak yang hebat” kata mas Robby meyakinkanku, iya James memang anak yang hebat, dia selalu menjadi yang pertama di bidang akademiknya, dia juga juara 1 taekwondo tingkat daerah, jadi seharusnya tak perlu ada yang aku khawatirkan, tapi namanya seorang ibu, aku selalu tak tenang saat James tak berada di sampingku, apalagi kalau dia menikah nanti. Ahhhh, mungkin aku tak akan membiarkan dia sendiri.

Hari-hari yang aku lalui di kantor cukup menyita tenaga dan juga waktuku, banyak sekali hal yang harus aku lakukan, sampai dirumah juga seperti itu, tapi entahlah, aku sangat menikmatinya, aku sudah beberapa kali di sarankan oleh mas Robby untuk berhenti kerja, tapi entahlah, aku sangat mencintai pekerjaanku, bahagia? Tentu saja.
Hubunganku dan juga mas Robby berjalan dengan sangat harmonis, malah keluarga kami di juluki sebagai keluarga paling harmonis saat lomba 17an, karena kami beberapa kali memenangkan perlombaan karena kekompakan kami.

James juga tumbuh menjadi anak yang sangat berbakti, dia bukan hanya anak bagiku tapi juga sahabat, tak ada yang tersembunyi darinya, dia selalu akan mencariku saat aku pulang kerja dan menceritakan hari-harinya, aku akan menjadi pendengar yang baik untuknya, yang akan selalu memahaminya, tapi hanya satu yang tak pernah dia ceritakan kepadaku, yaitu kisah cintanya, setiap kali aku bertanya, dia selalu saja bilang ingin focus belajar dan tak memikirkan percintaan, mungkin dia sama dengan mas Robby, karena mas Robby juga katanya tak pernah pacaran, pernikahannya denganku juga atas dasar perjodohan orang tuanya.

“Selamat malam ma, pa” James menyambut kami saat pulang dari kantor

“Malam sayang, maaf ya hari ini kami ada meeting, jadi pulangnya agak malam”

“Iya ma, gak apa-apa kok” jawab James dengan tersenyum

“Kamu sudah makan sayang?”

“Belum ma, kan nungguin papa dan mama” katanya dengan tersenyum lagi

“Kamu ini James, tak perlulah tungguin kami,  kalau kamu lapar makan saja” Timpal mas Robby

“Gak apa-apa kok pa, James juga belum terlalu lapar”

“Ya sudah, kami mandi dulu setelah itu baru kita makan, kamu lanjutin nonton saja dulu sayang” kataku, aku dan mas Robby berjalan ke tangga untuk masuk ke kamar

“Nanti ceritakan sama mama ya sayang” kataku sedikit berteriak

“Beres ma”

Setelah mandi aku dan mas Robby turun, kulihat James masih asik menonton kartun, ini anak sudah besar masih saja hobby nonton kartun

“Ayo James makan!” kataku

“Iya ma”

Tugas untuk memasak memang bukan aku yang mengerjakannya, ada bik Ima yang memasak, hanya hari sabtu dan minggu saja aku akan masak untuk keluarga kecilku ini
“James, makan yang banyak, kamu itu sudah kurus sekali” kataku

“Ini sudah banyak ma,”kata James sambil tersenyum

“Kamu dari tadi tersenyum saja, ada apa hayo?” selidikku

“Nggak apa-apa kok ma” sanggahnya sambil lagi tersenyum

“Wah, jangan-jangan anak papa sudah jatuh cinta nih? Siapa cewek beruntung itu yang  bisa dapatkan hati jagoan papa ini?” Timpal mas Robby, aku hanya tersenyum sambil melihat wajah James, tapi dia malah terlihat kikuk

“Wah sepertinya papa benar nih, jagoan papa lagi lagi jatuh cinta nih” mas Robby lagi-lagi menggoda James, kulihat James tambah kikuk, tapi tunggu, dia sedikit berbeda.

“Sudah dong mas, jangan ledekin terus dong, kasihan Jamesnya sudah malu-malu begitu”kataku

“Ha ha ha ha” mas Robby tertawa, James hanya terseyum kecut, memang ada yang aneh dengannya hari ini

“James, gimana hari pertamamu?” tanyaku pada James di ruang tv, mas Robby sudah masuk ke perpustakaannya, dia memang suka menghabiskan waktunya di sana untuk membaca

“Baik ma, James sudah punya banyak teman” kata James antusias

“Wah, bagus itu, nanti kamu kenalin teman-temanku sama mama ya sayang”

“Beres ma, ntar tunggu James sudah cukup dekat, James akan ngajak teman-teman James kesini”

“Sayang, kamu benar lagi naksir cewek? Ayo dong kenalin ke mama”

“Ihhh mama apaan sih, James nggak lagi naksir orang kok ma, James kan sudah bilang kalau James mau focus dulu ke belajar”

“Iya deh, mama percaya”

“Nah gitu dong ma hehehe, James tidur dulu ya ma, ngantuk nih” Katanya dan langsung ngacir ke kamarnya dengan sedikit tergesa-gesa, aneh, biasanya dia paling senang bercerita denganku, hmm mungkin dia sedang capek.

Waktu terus berlalu, dan kini James sudah kelas 2 SMA, tubuhnya makin mantap, nilai  pelajarannya juga sangat memuaskan, dia selalu membanggakan kami sebagai orang tuanya, tapi ada satu sifat dari James belakangan ini yang sedikit membuatku khawatir, dia sudah tak terlalu banyak bercerita padaku, kadang kulihat dia tersenyum sendiri saat sms, kadang juga kulihat dia sering bertelponan di kamarnya, dan setiap kali ku tanya, dia selalu beralasan temannya, menanyakan PR atau tugas dan lain-lain.

***********
Hari ini hari minggu, pagi-pagi mas Robby sudah pergi untuk bermain golf, ada klien yang baru datang dari Singapore dan mengajak mas Robby bermain golf, hanya ada aku dan James yang berada dirumah

“Ma, nanti James mau ke mall sama teman-teman ya” pinta James saat kami menonton bersama

“Jam berapa sayang, sama siapa?”

“Bentar lagi ma, sama Adam dan Bima ma”

“Oh, ya sudah sayang, kamu masih ada uang?”

“Masih kok ma, tapi kalau masih mau ngasih sih boleh hehehe” nyengir James

“Hehehe, dasar kamu, kalau namanya duit paling deh utama”

“Oh tentu saja ma” James kembali nyengir

“Ya sudah, kamu ambil gih dompet mama di kamar” kataku

“Ok boss” James senang dan langsung berlari kekamarku

Dreeeeeetttttt dreeeetttt hp James bergetar, dia tadi menaruhnya di atas meja

“James, handphone kamu bunyi tuh” Teriakku pada James, tapi tak ada sahutan darinya, mungkin dia ke kamar mandi

Dreeeeetttttttt dreeeeetttt kambali hp nya berbunyi, kulihat kelayarnya, ternyata temannya telpon.

“Boni? Siapa ya? James tidak pernah cerita” aku bingung melihat nama Boni yang tertera di handphone James, karena James tak juga turun, aku yang mengangkat telponnya

“Sayang, nanti jadi kan? Tapi jangan jemput di rumah ya? Di taman saja, dirumah ada mama” degggg, hatiku berdetak seribu kali lebih kencang, saat aku mengangkat sudah
kudengar suara laki-laki memanggil ‘sayang’ kepada anakku,
“Tidak, pasti aku salah dengar” kataku dalam hati, karena reflek melihat James turun, aku langsung menutup handphonenya

“Nih dompetnya ma, tadi James ke toilet dulu hehehe”

“I i  iya I ini” aku segera mengambil uang 300ribu dari dompetku dan memberikan kepada James

“Lho, kok gemetaran gitu ma, mama sakit?” Tanya james khawatir

“Ng nggak kok sayang, mama baik-baik saja, mama ke kamar dulu”kataku sambil memberi hp nya yang masih di tanganku kepadanya, James terlihat bengong dengan sikapku, aku segera masuk ke dalam kamarku dan menutup pintu rapat-rapat

“tidak, ini tidak mungkin, pasti tadi aku salah dengar, tidak” aku kembali meyakinkan diriku

“Ma, James jalan dulu ya” Pamit James kepadaku sambil mengetuk pintu

“Oh sudah mau berangkat sayang, ya sudah hati-hati” aku mencoba untuk bersikap lebih normal.

Jantungku berdetak dengan sangat cepat, ku telpon mas Robby dan memintanya untuk pulang lebih cepat, dalam hal seperti ini biasanya mas Robby lebih bijaksana.

“Kamu kenapa sayang?”Tanya mas Robby saat melihatku kalut

“Mas, James mas, James” kataku tak karuan

“James kenapa?” Tanya mas Robby yang juga khawatir

Segera kuceritakan pada mas Robby tentang apa yang aku dengar, mas Robby juga terlihat kalut,
“Ayo kita ke kamar James dan lihat apa yang ada disana” kata mas Robby yang memang cukup benar bagiku saat ini.
Mas Robby mengacak-ngacak kamar James, dari lemari dan rak-raknya, tapi tak ada apa-apa, aku memang sedikit lega,

“Komputernya, buka komputernya!” kata mas Robby padaku

“Iya mas, iya” segera aku membuka komputernya dan mengecek file-file yang ada di dalamnya, tapi tak ada apa-apa, segera aku menuju ke mozzila dan melihat historynya, rasanya Guntur baru saja menyambar kepalaku saat melihat history computer anakku satu-satunya ini.
Tangisanku pecah seketika, “Mas, mas Robby” panggilku, mas Robby masih sibuk melihat-lihat rak buku James, dan saat melihatku menangis mas Robby segera menghampiriku

“Kenapa sayang?” Tanya mas Robby

“Lihat mas” tunjukku ke layar computer, history computer James di penuhi dengan situs-situs gay, hancur hatiku dalam sekejap melihat anak kesayanganku ini adalah seorang gay

“Apa?”teriak mas Robby, kulihat kemarahan yang sangat tergambar dengan jelas di wajahnya, tak pernah aku melihatnya seperti ini, sejenak aku langsung takut dengan apa yang akan mas Robby lakukan.

Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan, aku sungguh tak tahu harus berbuat apa.

“Suruh dia pulang!” bentak mas Robby dan dia segera keluar dari kamar James, tangisku juga belum bisa kuhentikan, aku sungguh takut, ternyata aku salah, seharusnya tak boleh aku beritahu mas Robby, harusnya aku yang mencari tahu sendiri, sekilas aku menyesali apa yang telah aku lakukan.

“Mas, tolong mas, jangan keras sama James, dia anak kita satu-satunya” kataku mengingatkan mas Robby

“Kamu tak perlu menasehatiku, ini semua karena kamu yang terlalu memanjakannya” mas Robby sangat marah dan malah menyalahkanku, kali ini aku benar-benar kalut dan takut

“James, sayang, cepat pulang nak” kataku saat menelpon James, aku masih terus menangis

“Ma, mama kenapa, mama nangis? Ada apa ma?” Tanya James yang terdengar sangat cemas

“Sudah, kamu pulang saja sayang, cepat!” kataku dan segera aku mematikan hp dan terus menangis, rasanya segala harapanku pada James hancur seketika, sangat teramat hancur, tapi aku lebih takut lagi dengan apa yang akan di lakukan mas Robby, aku tahu dia juga sangat hancur, sama sepertiku.
Mas Robby masih terus berada di dalam kamar, kudengar suara motor terdengar dan segera aku menuju keluar, tak berani kupanggil mas Robby, aku ingin bicara terlebih dahulu dengan James

“Ma, mama kenapa?” James kalut saat melihaatku menyambutnya dengan tangisan

Aku segera memeluknya erat, aku merasakan hal yang buruk akan menimpa anakku ini, aku tak rela, entah kenapa aku tak lagi peduli dengan orientasi seksual anakku, aku hanya ingin dia baik-baik saja, aku juga merutuki diriku yang memberitahu mas Robby

“Ma, mama kenapa?, tolong kasih tahu James ma!” kulepas pelukan James sambil menangis

“James, jawab jujur sama mama, apa benar kalau kamu GAY?” tanyaku dengan luka, kulihat wajah James terlihat kaku, dia sangat kaget, wajahnya tiba-tiba pucat

“Sayang, jawab mama sayang” kataku sambil menggoyang-goyangkan bahu James

“Maaf ma, maafkan James” dia langsung menangis dan memelukku, cukup, cukup dengan dia begitu aku sudah tahu, hatiku sungguh terluka, sangat terluka, tapi James adalah anakku, dia adalah anak yang ku kandung 9 bulan dan anak yang paling kucintai, aku bahkan rela kehilangan nyawaku untuknya.

“Mengapa kamu tak pernah jujur sama mama sayang?” tanyaku dalam pelukan James

“Aku takut ma, sangat takut” jawab James dalam tangis dan terbata-bata

“Iya sayang, mama tahu” aku terus memeluknya

“James” teriak mas Robby dan reflek aku melepaskan pelukanku, kulihat mas Robby turun dari tangga dengan tergesa-gesa, aku seperti tak mengenalnya kali ini, aku langsung berusaha untuk melidungi James, melindungi anakku dari bencana yang akan menimpanya

Tangan mas Robby dengan kasar menarik James dari sisiku,
‘plak’ sebuah tamparan keras menampar anakku, tangisku pecah seketika, tamparan dari seorang ayah yang biasanya menjadi guardian angelnya,

“Kamu sudah memalukan keluarga ini” teriak mas Robby

“Pa, maaf kan Jemas pa, maafkan James” James menangis sambil memeluk kaki mas Robby, hancur hatiku, mutiara-mutiara dalam hatiku terasa pecah tak bersisa, aku hanya terdiam tak bergerak

Dengan kasar mas Robby menghempaskan James, di angkatnya kerah baju James dan anakku kembali di tampar olehnya,
“Berhenti!” teriakku melihat mereka, aku sungguh tak sanggup lagi melihat apa yang ada di depanku, mas Robby tak peduli dengan teriakkanku, dan kulihat dia masih mengangkat tangannya untuk menampar James, segera aku berlari dan tamparan itu tepat ke pipiku, sangat sakit ku rasa, tapi jauh lebih sakit hatiku melihat semua ini

“Mama!” teriak James, James langsung memelukku dan menangis, mas Robby terdiam, dia seakan sadar dari kerasukan setan, ini adalah pertama kalinya mas Robby memukulku dan juga James.

“Kamu puas mas, kamu puas?” teriakku menatap benci kepada suamiku, mas Robby hanya terdiam tak percaya sambil melihat telapak tangannya

“Kamu jahat mas, apa kamu lupa, James adalah anak kita, bukan kemauannya juga untuk menjadi gay, apa dia salah mas?” teriakku lagi dan aku memeluk erat James, tak akan lagi aku membiarkan anakku di lukai oleh siapapun

“Ma, maaf kan James ma, semua salah James” pinta James sambil menangis

“Sudah sayang, kamu tak perlu meminta maaf, maafkan mama yang mungkin kurang perhatian sama kamu, maafkan mama sayang” aku memeluk erat pada James, kulihat tepi bibirnya berdarah

“Bik Ima, ambilkan P3K” teriakku pada bik Ima kulihat mas Robby kalut dan segera berlari dan megambil kotak P3K, dia langsung duduk menangis memeluk James

“Maafkan papa James, maaf” mas Robby memeluk James sambil menangis, kini dia sudah kembali seperti mas Robby ku, mas Robby memelukku,

“Maafkan aku sayang, maaf” kami bertiga berpelukan sambil menangis, mas Robby segera mengobati luka yang ada di bibir James,

Terima kasih mas, aku sangat mencintaimu

+++++++++++++++
Anakku,

Sampai kapanpun tetaplaah anakku

Tak akan berubah di rentang zaman

Tak akan usang di telan maut

Tak peduli lagi dengan apanya dia

Dia tetaplah ANAKKU

         

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Hwaaaa.....

Yanti (m) mengatakan...

Bagaimana james skrg mba? Apakah masih menjadi seorang gay?
Mohon sharing pengalaman mba, krn sy juga mengalami hal serupa yg sungguh menyakitkan hati sy..

Posting Komentar