Kau Harus Menyukaiku

Dirgantara putra 15.20 |

Kau Harus Menyukaiku








Kau Harus Menyukaiku
By Yanz
Rate: Teen+
“Kimi ga daisuki da..” desis pemuda mungil itu pelan sambil menatap mata lawan bicaranya.
“Apa? Kau bicara apa?” Tanya pemuda tinggi itu dengan senyuman ceria.
“Aku mencintaimu!”
PRAAANG…
Seorang pelayan wanita langsung menjatuhkan nampannya yang berisi dua gelas lemon tea ketika mendengar percakapan Mereka. Dimas si pemuda tinggi tadi langsung membantu pelayan itu membereskan gelas yang berserakan, “Gak terluka kan?” tanyanya dengan pelayan wanita itu dengan senyuman, pemuda mungil yang merasa dicuekin langsung memandang tajam kemudian berlari dari restoran itu, terdengar Dimas manggilnya tiga kali tapi gak dia gubris.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>> 
Namanya Dian, cowok yang berumur 18 tahun ini adalah seorang bisex yang lebih suka cowok 70% dan suka cewek 30%. Walau dia abnormal tapi dia tak pernah ngerasa terganggu karena dia selalu perpacaran dengan lawan jenis. Memang, setiap melihat pemuda tampan dan sexy pasti dia suka tapi dia belum pernah memberanikan diri buat berhubungan serius dengan laki-laki secara nyata.
Itu dulu. Dia  berubah fikiran semenjak kenal Dimas tahun lalu. Dimas adalah seorang artis pendatang baru dan juga seorang model. Dia terkenal ramah dan supel namun semakin dekat semakin menjengkelkan, namun Dian tetap menyukainya.
Perekenalan mereka sungguh tidak disengaja, karena memang sama sekali tidak direncanakan. Waktu itu dia masih kelas 3 SMA, dia pulang sekolah dengan sepeda namun waktu itu setelah sampai di suatu jalan yang cukup sepi dia mendengar ada seseorang berteriak, “Hei!! Berhenti, kamu yang pakai sepeda berhenti!” sontak Dian langsung me’rem sepeda dan menoleh kebelakang. Terlihat seorang pemuda tinggi yang memakai kemeja biru pudar dan berlari sampai ngos-ngosan, “Kau ini yah, dari tadi aku panggil apa kau tidak mendengar heh?” katanya sambil jitak kepala Dian pelan.
“Siapa kau? Datang-datang main jitak!” protes Dian sambil melepaskan headset yang ada di kupingnya.
“Haissshh… pantas aja kau tidak mendengar, makanya kalau diperjalanan jangan pasang headset, mana sepedamu cepat banget kaya atlet balap sepeda, nih dompetmu tadi jatuh di jalan A.”
Dian langsung cengok memandangnya takjub, keringat berkucuran di leher dan dada Dimas, “Kau berlari dari jalan A? yaampun jauh amat, nyaris 2 km dari sini!” kata Dian yang masih bengong.
“Aduh capek, yaudah aku tidak ada waktu mengobrol. Lain kali hati-hati adik hmm,” katanya memasukkan dompet Dian dalam tas selempangnya kemudian mengusap kepala Dian. Saat dia berlari, Dian tahan tangannya.
Nah sejak saat itu Dian selalu buntutin Dimas kemana pun. Bahkan sekarang Dian lebih nekat, dia kabur dari rumah dan nyeret-nyeret dua koper besar ke sebuah apartemen mewah yang dia tau itu kediaman Dimas. Sesampainya di depan pintu tujuan dia mulai mengetuk pintu.
Kreekk…
Suara pintu terbuka, dia tatap datar Dimas yang lagi menggosok-gosok rambut basahnya dengan handuk, tercium bau harum nan manly darinya yang baru habis mandi sepertinya? “Eh kau Dian, ada apa?” tanyanya bingung dan menaikkan satu alisnya.
Tanpa babibu Dian langsung masuk dan menyeret dua koper besarnya, “Eh aku belum menyuruhmu masuk!” protesnya.
Dian langsung menghempaskan badan ke sofa terdekat, “Gila, melelahkan sekali! aku tuh gak tau caranya naik lift jadinya aku naik tangga sampai lantai 8 sambil nyeret-nyeret koper besarku ini aaakhh!” keluh Dian sambil ngacak-ngacakin rambut.
Terlihat Dimas berada di depan kulkas kemudian melemparkan minuman kaleng ke Dian, “Huahahaha.. kamseupay banget ya? Hei buat apa juga bawa-bawa koper segala?”
“Aku mau hidup bersamamu!”
PRUUTTT!
Spontan minuman kaleng yang Dimas minum langsung nyembur, “Eh apa yang kau katakan? kau pikir rumahku panti asuhan heh! Eh pulang sana!”
“Tidak mau… jadi mana nih kamar untukku?” kata Dian celingukan dan membuka semua ruangan seenak jidat. Terlihat Dimas mengusap wajahnya frustasi.
“Selalu saja merepotkanku, pulang sana… pasti ortumu khawatir!” katanya menyeret-nyeret Dian menuju pintu keluar tapi Dian bersikeras tetap di dalam sampai akhirnya Dimas menyerah.
“Aku mau tinggal di sini titik.”
Dimas menggeleng heran dan tersenyum geli, “Tapi aku tidak punya kamar lain, kau tidur di sofa ok?”
“Aku tidur di kamarmu saja kalau begitu, aku tidak mau di sofa,” kata Dian seenaknya.
“Ck… TIDAK BISA BOCAH.”
Dan terpaksa Dian menurut melihat wajah seram Dimas.
“Aku ada pemotretan, kamu tinggal di sini saja jaga apartemenku, ok?”
“Tidak mau, kau harus mengajakku!”
“Merepotkan sekali, yasudah.”
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>> 
Dian terus menatap Dimas yang sedang berpose penuh pesona, sesekali Dian mengigit pelan bibir bawahnya, “Awesome…” desisnya pelan.
“Okay, cukup buat hari ini Dimas. Hei ngomong-ngomong siapa brondong ini?” Tanya fotografer sambil menatap Dian dengan senyuman.
“Aku kekasihnya,” ucap Dian datar. Wajah fotografer itu langsung shock.
“Ahahaha… adikku yang manis ini memang suka bercanda bos, jangan didengarkan. Dia adikku,” kata Dimas sambil merangkul Dian akrab.
“Oh begitu, tapi kenapa kalian tidak mirip?” Tanya fotografer kebingungan.
“Tentu saja tidak mirip, kan kubilang kami…” kata-kata Dian langsung terpotong saat Dimas menjitaki kepala Dian dengan geram.
“Ahahaha… kita beda ibu,” kata Dimas dengan senyuman salah tingkah.
“Oh… hahaha… kalian sepertinya sangat dekat ya, mungkin adikmu juga bisa model di sini?”
“Aku tidak berminat masuk dunia hiburan, itu memuakkan,” jawab Dian jutek.
“Tapi penghasilannya lumayan dek,” bujuk fotografer itu.
“Ahahaha… sudahlah bos, dia tidak ada bakat begituan. Yasudah kami mau ke tempat lain dulu, see you bos.”
>>>>>>>>> 
BRAAAK!
Dimas menghempas tubuh Dian ke dalam mobil, “Sudah kubilang tadi apa? Jangan merepotkanku! Sekali lagi kau berulah dan merusak reputasiku kau akan kubuang ke hutan Amazon.”
“Menyebalkan! Ah aku lelah mengikutimu bekerja seharian!!” rengek Dian.
“Diam saja kau lelah apalagi harus bekerja sepertiku. Be sweet boy, aku akan memberimu hadiah nanti.”
“Hadiah apa apa kak?”
“Lihat saja nanti. Sekarang kau belikan minuman di seberang jalan sana. Yang dingin!” kata Dimas sambil memberikan uang seratus ribu.
“Besar sekali uangnya, beli minum doang.”
“Jangan banyak protes, sisanya buatmu saja.”
“Wahaha dasar royal.”
Dan setelah Dian selesai membelikan minuman, mereka kembali melanjutkan perjalanan ke tempat kerja yang lain. Seharian penuh Dimas harus bekerja, dan dengan terpaksa Dian mingkem untuk menghindari amarah Dimas. Di lokasi syuting Dian digoda banyak wanita, dari pegawai biasa sampai para artis tapi Dian hanya bersikap dingin. Dan sampai akhirnya mereka pulang jam 9 malam.
“Aaarrghhh  lelah sekali,” keluh Dian sambil mengempaskan tubuhnya ke sofa.
“Sekali lagi kau mengeluh akan aku masukkan dalam tong sampah,” kata Dimas dengan cengiran khasnya.
Dian hanya memajukan bibirnya karena kesal, “Hei aku mandi dulu, kau cari makan di luar sana!” perintah Dimas.
“Gak mau! Hissshhh… aku sadar sekali ya, seharian ini kau memperlakukanku seperti babumu, kau suruh aku ini itu.”
“Pulang sana!” usir Dimas.
“Baiklah baiklah… aku rela jadi babumu asal selalu di sampingmu,” jawab Dian malas-malasan dan Dimas hanya tersenyum.
Dimas selesai mandi dan Dian pun juga mandi setelah dia selesai membeli makanan. Mereka pun makan bersama setelah Dian selesai mandi, seperti biasa mereka bercengkrama, bercanda bahkan berkelahi meskipun tidak serius, karena sesungguhnya Dimas menyayangi Dian sebagai adik jadi dia tidak tega jika harus kejam pada Dian. Dimas bersikap keras hanya untuk meruntuhkan ambisi Dian yang selalu ingin mengambil hatinya, Dimas tidak bisa memberikan harapan lebih karena dia pemuda normal.
“Aku menyukaimu kakak…”
“Haaah… ke-7 kalinya kau menyatakan cinta padaku hari ini, aku bosan mendengarnya.”
“Maka dari itu jawablah.”
“Tadi sudah kujawab.”
“Bukan itu jawaban yang kumau bodoh.”
“Apa? Berani sekali ya kau mengatai orang yang lebih tua darimu!” kata Dimas yang menyerang Dian dengan jepitan ketek mautnya. Sampai Dian kewalahan ketika lehernya dijepit dengan ketek Dimas.
“Siapa suruh bodoh!” tambah Dian.
“Apa? Apa yang kau bilang anak kecil?” ancam Dimas sambil menggelitiki tubuh Dian.
“Ah… ahahaha… ampun ampun… iya ampun kakak ganteng.”
“Yasudah, bereskan nih makanan, cuci piring setelah itu tidur. Besok kau di apartemen saja jangan mengikutiku.”
Dian memicingkan matanya kesal.
Dengan terpaksa Dian melaksanakan apa yang diperintahkan, tubuhnya terasa sangat berat hari ini karena begitu banyak tempat yang dia kunjungi, namun satu hal yang dia suka dari hari ini, dia jadi banyak makan makanan enak dan makanan yang belum pernah dia makan, Dimas memang mapan sekarang sehingga dia tidak banyak pikir untuk mengeluarkan banyak uang untuk makanan dan apapun.
“Aku tidak bisa tidur, kepalaku sakit kalau harus tidur di sofa.” Kata Dian menyelinap masuk ke kamar Dimas
Tanpa bicara Dimas melemparkan satu bantal pada Dian, “Tutup pintunya,” kata Dimas yang masih fokus pada laptopnya.
Dian pun masuk ke kamar Dimas dan menutup pintu kemudian membaringkan tubuhnya di samping Dimas, “Hei siapa yang menyuruhmu masuk heh?” Tanya Dimas kesal.
“Katanya tutup pintu.”
“Kubilang kau keluar bawa bantalmu dan tutup pintunya!” teriak Dimas penuh emosi.
Dian langsung menciut dan pasang wajah memelas, “He-hei… kau menganggap serius perkataanku?” tanya Dimas khawatir. Namun Dian hanya diam dan masih menunduk, “Hei! Kau jelek sekali kalau merajuk begini,” protes Dimas namun Dian masih diam.
CUP…
Dimas mengecup singkap bibir Dian, dan Dian langsung menoleh cepat ke sampingnya, “Ka-kau… barusan…”
“Aku tidak suka melihatmu sedih seperti tadi, kau senang kan?” Tanya Dimas dengan wajah datar.
Dian langsung menyengir lebar, “TENTU SAJA AKU SENANG KYAHAHAHA!” teriaknya.
“Begitu saja kau senang, dasar anak kecil.”
“Walaupun kau hanya tidak serius melakukannya, tapi aku tetap senang,” kata Dian pelan dan menimbulkan semburat merah di pipinya.
“Kau memerah?” Tanya Dimas dengan cengiran licik. Tanpa bicara Dian langsung menarik selimut dan tidur membelakangi Dimas.
‘Ah… perasaan apa barusan? Aku sangat senang menggodanya dan membuat wajahnya memerah begitu,’ batin Dimas.
“Hai… sikap macam apa itu, masa kau membelakangiku heh?” kata Dimas sambil menarik pinggang Dian dan membalik tubuh Dian.
“Isshhh… Sial…” umpat Dian.
“Ahahaha… wajahmu memerah, lucu sekali!” kata Dimas kegirangan, tapi Dian hanya menatap jutek ke arah Dimas.
Dimas menarik tengkuk Dian dan mendekatkan wajah mereka, ‘Benar-benar… lucu kalau dilihat seperti ini dan aku semakin ketagihan mempermainkannya,’ batin Dimas.
“Ka-kau mau apa huh?” tanya Dian gugup.
Tanpa banyak bicara Dimas langsung melahap bibir ranum Dian. Dian sangat terkejut orang yang sangat dia sukai menciumnya ah tidak.. bukan sekedar ciuman namun lumatan, wajah Dian bertambah bersemu dan memejamkan matanya karena begitu gugup.
“Kau suka? Kelihatannya kau sangat suka hahaha…” kata Dimas setelah melepaskan kecupannya.
“Kenapa kau tertawa heh? Apa ciuman tadi tidak serius?”
“Tentu saja tidak, adik kecil. Aku hanya sangat senang menggoda dan mempermainkanmu, kau benar-benar lucu seperti boneka,” kata Dimas mengejek.
“SIAL!” bentak Dian yang kembali membalikkan badannya. Namun Dimas kembali jahil, dia mengecup bahu Dian dan mengelus perut Dian yang membuat wajah Dian bertambah merah, “Kak… eekkhhh… apa yang kau lakukan aaah…” desah Dian.
‘A-apa yang barusan dia lakukan? Dia mendesah? Waw.. aku menyukainya, terdengar lucu hahaha…’ batin Dimas.
“Aku menggodamu, sepertinya kau sangat menyukainya hahaha…” ejek Dimas dan kembali menjilat leher dan kuping Dian.
“Emmhh.. i-iyaahh… aaahhh aku menyukainya, apa kau juga menyukainya kak?”
“Tidak. Aku hanya suka expresimu yang begitu… emmm begitu… entahlah, aku hanya suka reaksimu.”
“Emmhhh aaakhhh…” Dian mendesah keras saat tangan Dimas meremas penisnya yang menegang. Dimas membalik tubuh Dian dan memasukkan tangannya dalam celana Dian.
“Dasar gay, baru sebentar sudah bangkit,” ejek Dimas sambil memainkan ujung penis Dian.
“Aaakhh… Ohhh… Kak… emmhh..” desah Dian sambil memegang lengan Dimas.
Dimas kembali mengocok penis Dian yang sudah sangat keras, “Wajahmu terlihat manis sekali adik huahaha… emmhh…” kata Dimas sambil menjilat pipi Dian.
“Teruss… eeessshhh… aaakkhhh aku sudah mau keluar emmmhhh…” desah Dian keras namun kocokan Dimas langsung berhenti.
“Cukup, hoaaamm… aku mau tidur, bye..”
“WHA-WHAT??? Kau mau berhenti ketika sudah diujung? Sial!” Dian langsung berlari terbirit-birit ke toilet sedangkan Dimas tertawa gelak di atas kasurnya.
Setelah Dian berhasil ‘mengeluarkan’ bebannya di toilet dia pun kembali ke kamar, namun Dimas sudah tidur terkapar bagaikan mayat, wajar saja, hari-harinya begitu berat dan padat. Dian pun merebahkan tubuhnya juga di kasur yang sama kemudian tertidur dengan memeluk tubuh hangat Dimas.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>> 
Ku rasa ku sedang dimabuk cinta
Nikmatnya kini ku dimabuk cinta, dimabuk cinta
Bayangkan bila harimu penuh warna
Itulah yang saat ini ku rasakan
Suara HP Dimas membangunkan tidur nyenyak Dian. Dia raih HP yang ada di meja itu dan melihat sebuah panggilan dari ‘My love’. Dian mengerutkan kening karena kesal, ‘Pasti pacarnya’ batin Dian.
“Eheemmm ehemm..” Dian berdehem sebelum mengangkat telepon, “Halo~” ucapnya dengan suara selembut mungkin bagaikan wanita.
“SIAPA INI?” bentak suara wanita dari seberang sana.
“Nyantai ya jeng~”
“Aku Tanya kamu siapa? Kenapa pegang HP Dimas.”
“Aku pacarnya makanya mainin HPnya, tadi malam kami tidur bersama, kamu siapa?”
Tutt… Tuut… Tutt..
“YEAAAH!” teriak Dian bahagia.
“Hmmm… ada apa nih?” Tanya Dimas yang terbangun dan mengucek matanya.
“Gapapa…” jawab Dian datar.
“Hei kenapa HPku ada di kamu?” Tanya Dimas sambil merampas HPnya, “Astaga! Tadi ada perempuan yang menelepon?”
“Hn…” jawab Dian malas.
Dimas menatap Dian kesal dan menelepon seseorang, “Baby…” ucap Dimas memelas di telepon.
“Kita putus…”
“A-apa? Kenapa? Tidak bisa begitu!”
“Kau tidur dengan wanita lain kan? Kalau tidak buat apa ada wanita yang mengangkat telepon pagi-pagi begini hikh…”
“Baby, itu…”
Tutt… Tutt… Tutt…
“Huahahaha…” Dian tertawa puas.
PRAAK!
Dimas menampar keras wajah Dian hingga hidungnya berdarah, “Apa yang kau katakan hm?”
Dian hanya diam dan menundukkan wajahnya. “Kamu itu ya, dikasih hati minta jantung. Makin lama makin ngelunjak dan seenaknya. Merepotkanku saja aaakkhh!” bentak Dimas yang langsung meninggalkan Dian.
>>>>>>>>>>>>>>> 
Seharian Dimas di luar tanpa beristirahat ke apartementnya, dia benar-benar kesal pada Dian yang membuat hubungannya dengan pacarnya hancur. Dan setelah jam 11 malam dia pulang.
Ditatapnya apartement gelap itu, dinyalakannya semua lampu, “Seperti tidak bernyawa saja apartement ini, Dian kau dimana?” namun panggilan tidak ada yang menyahut. Dimas masuk ke kamarnya dan menemukan sepucuk surat di kasur.
‘Dear Kak Dimas, maaf selama ini aku terlalu merepotkanmu. Tapi aku cukup bahagia bisa kenal denganmu setahun ini, walau pun perasaanku selalu sakit. Tapi kakak bisa bernafas lega, karena aku akan ke Amerika untuk melanjutkan kuliahku. Niatnya aku cuma ingin menghabiskan sisa-sisa waktuku di Indonesia bersama kakak… tapi yasudahlah, terimakasih tumpangannya. With Love Dian-
“AAAHH AKHIRNYA AKU BEBAS!” teriak Dimas riang sambil menghempaskan tubuhnya ke kasur.
Namun cengiran lebar Dimas langsung terhapus ketika mengingat kejadian tadi pagi, “Haaah sepertinya aku terlalu kejam tadi pagi. Pasti dia sangat sakit hati.”
Dia mencoba memejamkan mata namun teriakan Dian, wajah Dian, gangguan Dian dan all about Dian membuatnya tidak tenang. Dia memegang dadanya, seperti ada perasaan yang mengganjal, apakah ini yang namanya kehilangan?
Dimas langsung bangkit dari tidurnya dan berlari ke luar apartement. Dia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sesampainya di rumah Dian, dia melihat rumah Dian gelap seluruhnya.
“Diaan? Keluar!” teriak Dimas namun tidak ada balasan. Dia juga menghubungi HP Dian tetapi tidak dijawab. Dimas putus asa, dia duduk di teras rumah Dian dan meletakkan kepalanya di tangannya yang terlipat. Tapi tiba-tiba ada yang memeluk lehernya dari belakang, “CILUK BAAA!” teriak Dian dari belakang.
“Dasar anak kecil, sini jangan main-main!” kata Dimas yang menarik tubuh Dian agar duduk di sampingnya.
“Tidak kusangka ternyata kau khawatir.”
“Haah… Hmm…” gumam Dimas.
“Kau kehilangan?”
“Yaah… begitulah, lagi pula aku ingin meminta maaf karena terlalu keras denganmu tadi pagi.”
“Sudahlah… kau datang ke sini sudah menjadi obat.”
“Eumm… sebelum kau ke Amerika lebih baik kau tinggal bersamaku dulu,” kata Dimas salah tingkah.
“Siapa yang mau ke Amerika hoaaamm…” Tanya Dian malas dan merebahkan kepalanya di paha Dimas
“Kau kan? Dalam surat kau mau kuliah.”
“Kau fikir aku orang kaya apa? Rumah gubuk begini mau ke Amrik, percaya?”
Dimas langsung menjitak kepala Dian, “Kau membuatku takut saja, dasar!”
Dian meringis kesakitan dan bangkit, senyum mengembang di bibir ranumnya, “Niichan, suki desu (kakak, aku mencintaimu).”
“Su-suki dayo… (A-aku juga mencintaimu).” Balas Dimas kemudian mengecup bibir ranum Dian.
Dan mereka hidup bersama dengan pertengkaran yang mewarnai hubungan mereka. Mereka adalah pasangan terribut di dunia karena terlalu sering bertengkar namun hal itu lah yang membuat mereka tidak pernah bosan satu sama lain.
END

0 komentar:

Posting Komentar