Taxi

Dirgantara putra 13.11 |

Sopir Taksi

Untuk menghabiskan anggaran tahunan, perusahaan kami berniat membeli beberapa peralatan kantor berupa komputer dan beberapa perlengkapan lainnya. Aku diperintahkan untuk melakukan survey ke Jakarta, untuk melihat-lihat spesifikasi macam apa dan berapa harga yang layak dikeluarkan oleh perusahaan nantinya. Sekalian menikmati liburan akhir pekan, aku berangkat hari Jumat siang dari stasiun Tawang, Semarang dengan kereta Argo Muria menuju Gambir, Jakarta. Ah nikmatnya kereta ini. Sepanjang 6 jam perjalanan aku habiskan waktu untuk membaca, makan atau tiduran sambil sesekali melihat orang tampan atau cantik yang bisa kubawa dalam mimpi-mimpiku.
Sampai di Gambir jam 8 malam. Terus terang, walaupun sudah cukup sering aku ke Jakarta, aku masih tidak begitu hafal arah kemana untuk mau ke mana. Sebaiknya aku ambil saja taksi. Aku ingin hotel yang tak terlalu jauh dari Gambir, sehingga saat pulang nanti aku nggak perlu buru-buru. Dari teman di kantor aku disarankan check-in saja di Hotel Aston di kawasan Atrium Senen.
Untuk gampangnya aku naik saja. Kupilih salah satu taksi yang mangkal di situ. Aku taruh tas cangkinganku di jok belakang dan aku duduk di samping sopir. Aku pengin menikmati pemandangan Jakarta di waktu malam. Begitu keluar pintu Gambir, duh.., kemacetan lalu lintas nampaknya telah membayangi taksiku ini.
“Kemana Oom?”, tanya sang sopir.
“Ke Senen, ke Hotel Aston. Tahu kan?”.
Kami berjalan merembet seperti siput menuju ke arah lapangan Banteng. Aku agak kesal juga. Rasanya buang waktu banget. Supaya agak relaks aku tarik mundur dan telentangkan jokku. Ah, nyamaann..
Lhoo.. Aku baru menyadari. Ternyata sopir taksi ini keren banget. Tangannya yang meraih stir itu.., woo, bulunya lebat juga.. Rasa-rasanya dia anak dari Ambon atau Flores. Wajahnya sangat tampan dengan rambutnya yang terurai lepas. Ah, sopir kok kerennya seperi Bon Jovi, sih. Aku jadinya pengin ngisengin juga nih. Kulemparkan banyak pertanyaan.
Mas, suka nganterin penumpang cewek-cewek nggak?! Kemana mereka? Ada nggak yang bisa dikenalin saya?, dan beruntun berbagai pertanyaan lainnya untuk menggiring ke arah keinginanku sendiri.
Dalam posisi duduk telentang tanganku mulai beraksi mengelusi tonjolan celanaku yang mulai merasa gatal dan sesak karena ngaceng melihat tangan berbulunya itu. Aku terus berbicara agak nyerempet-nyerempet ke arah-syahwat dan erotisme. Lama kelamaan sepertinya pembicaraan sepanjang kemacetan ini mempengaruhi Mas sopir juga.
“Berapa lama lagi nyampai ke hotel, Mas?”, aku tanya.
Dia jawab se-enaknya, “Tenang saja, Oom. Biar 2 jam lagi juga biarin aja. Aman, kok. Lagian cerita lagi aja, Oom. Asyik ceritanya tadi”
Woo, benar khan?! Dia sudah terpengaruh bicara-bicaraku. Kembali aku mengelusi gundukkan celanaku. Wehh.. Weeh.. Ternyata Mas sopir Flores ini dengan sedikit melotot memperhatikan tanganku. Dan sesaat kami bertumbuk pandang. Aku sedikit kaget mengangkat alisku. Dia..? Ah.. Ternyata menjawab dengan alisnya pula. Haa.. Itu khan kode kalau dia tidak menolak. Dan, langsung tangannya merabai pahaku, bahkan ikut mengelusi gundukkan celanaku,
“Ngaceng, ya, Oom?!”, nampak mencari kepastian.
“Hheechh..”, aku menggumam, ” Dimana bisa..?”, aku berbisik dalam desahan.
“Di kamar Oom saja, sebentar lagi nyampe di Hotel Aston, kok. Tuuh, sudah nampak pucuknya”, ia menunujukkan puncak atap Hotel Aston.
Kemudian tangannya tak lagi sungkan meremasi penisku dari gundukkan celanaku. Aku sendiri makin kepingin untuk lekas menciumi tangan-tangan berbulu itu. Aku coba rogoh juga kemaluannya. Agak susah karena ada batang kemudi. Lho, lho. Lho.. Mas sopir ini kok malah membuka kancing celanaku. Rupanya sudah nggak sabar juga,
“Masih macet, Oom. Lihat ini dulu ya..”, sambil merogoh penisku.
Dari celana dalamku, di rogoh dan tariklah penisku yang memang sejak tadi sudah ngaceng terus,” Wwwuu.. Gede banget Oom.. Asyik banget..”.
Loh, taksinya malahan dia bawa ke pinggir. Kapan sampainya ke hotel, nih. Lampu sen kirinya, diip.. Diip.. Diip..,
“Percuma buru-buru Oom”.
Kok, jadi dia yang ngatur. Tetapi jelas aku nggak nolak. Rupanya dia kebelet banget setelah melihat penisku.
“Wuuhh.. Gedenya.. Dari mana sih, Oom. Orang mana? Oohh, Semarang. Biasanya orang Jawa sabar banget, loh”.
Begitu mobil menepi dia langsung membungkuk dan mulutnya nyosor ke penisku yang memang telah menunggu-nunggu kesempatan macam ini. Ah, ramahnya Jakarta..
Dan tangannya yang berbulu itu menggeser-geser pada perutku. Aku jadi terangsang banget. Heran juga, dalam kesIbukkan Jakarta yang demikian tinggi, orang-orangnya bisa memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Sosok tampan ini rupanya berpengalaman membaca penumpangnya.
Heech.. Heechh.. Heecchh. Terdengar dengus memburu. Dia mengangguk-angguk mengisapi dan menjilati penisku. Duh.. Bukan main nikmatnya. Sambil menyaksikan kepadatan Jakarta dan tanpa khawatir dilihat orang dalam keremangan lampu jalan ini. Ah, syahwatku terdongkrak. Reflek tanganku merogoh arah bokongnya yang nungging itu. Kucari lubang pantatnya yang penuh bulu itu. Kuelusi dengan jari-jariku sesaat untuk kemudian jari-jari tengahku menembusi duburnya. Hangat dan licin. Dia kembali mendengus. Pasti ke-enakan. Sesaat kutarik. Hidungku pengin mengendusnya. Ah.. Ngalahin ‘clinique happy’ for men dari Paris. Hidungku mengembang untuk menghirup sebanyak-banyaknya. Kemudian aku mengulum jari tengahku itu. Ooohh.. Ampuunn.. Nikmat bangett.
Deerrtt.., ah HP-ku. Kuraih dari kalungnya, pencet tombol dan..,
“Sudah nyampe..? Jangan main cewek ya.. Selamat. Aku tunggu kabar. OK?”.
Rupanya boss perlu cek anak buahnya. Sopir taksiku tak acuh.
Terus saja dia menikmati jilatan dan kuluman bibir dan lidahnya pada batang penisku. Kurasakan dia mengisep-isep kepalanya. Dia menyedoti ‘precum’ yang terus membanjir.
Dan kini saatnya muncrat.. Crot.. Crott.. Crott.. Duh enak banget. Dan, ohh. Rakus banget nih sopir. Dengan kesetanan berusaha menangkap seluruh cairan air maniku. Dia telan seluruhnya. Yang tercecer dia jilati.
“Oooaahh.. Enak banget pejuh Oom. Trim’s ya..”.
Dia bangun dan kembali memegang stir taksinya. Dia mau bergerak lagi. Terserah. Aku sendiri sementara reda. Syahwatku lumayan sudah tersalur.
“Ini bagaimana?”, aku kini yang meraba-raba penisnya di balik celananya.
“Iyyaa.., aku pengin Oom nanti jilati di hotel ya..?!”.
Aku menikmati banget awal masuk Jakarta sekarang ini. Sebentar lagi aku akan merasai nikmatnya lelaki tampan Flores ini. Akhirnya sampailah di Aston. Taksinya langsung masuk ke basement untuk parker. Kami telah sepakat untuk tidur sama-sama malam pertama di Jakarta ini. Tidak semalaman sih, dia mesti balik ke pool selambat-lambatnya jam 2 pagi nanti. Masih banyak waktu.
Sesudah masuk kamar, aku ajak dia makan. Di depan Aston ada warung Padang yang nampaknya lezat makanannya. Kami makan kenyang. Dia terus menatap aku. Dia bilang aku jantan banget. Aku juga balik bilang dia tampan. Aku bilang mau minum kencingnya. Atau nyebokin kalau dia mau berak nanti. Dia nggak percaya omonganku. Aku suka sekali, kataku. Urine itu sehat, lho. Baca tuh, Buku ‘Terapi Urine’, karangan dokter yang doctor. Cari di Gunung Agung atau Gramedia. Banyak orang menggunakan metode minum air kencing untuk kesehatan. Aku nggak terusin. Rasanya dia juga tahu.
Kami balik ke hotel. Begitu klek.. Aku kunci pintuku. Kami langsung berpagutan. Duh, rambut-rambut pendek di sekujur dagu dan lehernya menggelitik bibirku. Aku nafsu banget. Tanganku langsung melepasi ikat pinggangnya, kemudian busananya. Ah, tampan banget sopir ini. Oh, ya, namanya Ramin. Osna Ramin, lengkapnya. Aneh ya namanya?!
Kugigiti dadanya, dia melenguh penuh nikmat. Kudorong ke tempat tidur. Aku merangkaki sambil melepasi pagutan demi pagutan di sekujur tubuhnya. Aku akan buat dia panas dingin. Bibir dan lidahku belum akan mengolah wilayah kemaluannya. Sengaja celana dalam (CD)-nya yang nampaknya sudah dekil itu belum aku renggut dari tempatnya. Lidahku ingin menjelajahi punggungnya, bokongnya, lubang pantatnya. Aku sangat pengin menciumi lubang duburnya yang pernah kutangkap aromanya tadi saat macet di jalanan. Dia menyerah saja apa yang kumaui. Kubolak balik tubuh indahnya. Semua celah-celah yang menebar aroma kujelajahi dengan lidah, bibir dan hidungku. Aku sendiri kembali ngaceng berat.
Kini dalam tengkurap, kuangkat bokongnya. Dia yang tahu maksudku langsung nungging. Bokongnya yang masih terbungkus CD-nya langsung menantang mukaku. Pelan aku melepaskan jilatan pada tepi-tepi CD-nya. Sesekali hidungku nyungsep ke celah bokong tampan itu untuk menyergap aromanya. Hati-hati tanganku mulai menguak dan melorotkan CD-nya yang kumal itu sambil diikuti rambatan lidah, bibir dan hidungku. Uhh, lubang analnya yang dikitari lebat bulu-bulunya sungguh sangat menawan. Berkerutan menuju pusat lubang. Warnanya memerah. Dan sehat banget. Maksudku masih kenceng. Jarang disodomi. Aku langsung cium dan jilati dubur itu. Dia merintih sambil tangan kanannya berusaha meraih rambutku untuk diremasinya.
Pada puncaknya dia terbakar. Bangun dan mendorong kemudian ganti memaksa aku untuk nungging. Kupikir dia akan melakukan seperti yang aku lakukan. Ternyata dia langsung menembak pantatku. Penisnya yang gede membuat pantatku terasa pedih dan panas. Tetapi aku sangat puas. Dia muncratkan spermanya di dalam anusku.
Malam itu kami lewati dengan kembali memuntahkan spermaku ke mulutnya. Dan menjelang dia pulang ke pool dia kencingi mulutku. Dia janji akan balik lagi. Bull shit. Aku terbiasa di bohongi gay.
Aku simpan sebagian air kencingnya dalam gelas hotel. Baunya uuihh.. Sangat keras. Besoknya aku minum sambil onani. Sesudah makan pagi aku meluncur ke Dusit, Mangga Dua. Semua yang kucari, kudapatkan. Bahkan ada bonus untukku. Pedagang itu, China yang tambun. Sekitar 40 tahun. Dia mengedipkan matanya.
Aku tahu maksudnya. Akhirnya kami makan siang bersama di lantai bawah. Dia bilang tertarik padaku begitu melihat saat aku memasuki tokonya. Dia suka tampang Jawa macam aku. Bibir tebal dan kulit coklat. Dia tawarkan untuk mengantar aku ke hotel. Ah.. Ramahnya Jakarta..
Kami bergelut hingga senja. Penisnya nggak disunat. Saat di buka kelopaknya, nampak kejunya nempel pada sekeliling leher kepala penisnya. Aku suka banget. Jarang aku ketemu penis macam ini. Sebelum pulang dia juga kencingi mulutku macam sopir itu. Dan ini memang kesukaanku. Aku juga tampung ke gelas hotel. Ah.. Si China tambun.. Enak juga penismu..
Sesungguhnya aku pengin santai sama dia sampai malam. Aku tawarkan tidur saja di kamarku. Dia nggak bisa karena ditunggu istrinya. Aku maklum.
Malam itu aku iseng melihat-lihat etalase di Mall Atrium yang lokasinya tepat di samping hotel. Aku naik ke Gunung Agung. Bergaya lihat-lihat buku aku cuci mata. Aku dengar tempat ini ramai gay-nya. Muda, tua, SMU, hitam, bule dan lain-lainnya. Aku pikir benar. Nampaknya banyak pria yang luntang-lantung cari mangsa. Aku nggak selalu merespon mereka.
“Hati-hati di Atrium”, begitu wanti-wanti teman priaku di Semarang.
“Mereka suka jebak kita untuk uang”.
Capai nonton buku aku kebelet kencing. Duh, sesak benar toilet di sini. Orang-orang kencing berjejer. Saat itu ada orang, ah, anak SMU kayaknya. Dia tanpa sungkan ngelongok aku kencing. Ah, rupanya di sini mereka ber-operasi.
“Gede banget, Oom”, dia buka bicara. “Kamu juga,” jawabku sakenanya.
Saat keluar dia barengi aku. Kami ngobrol. Anak ini nampaknya agresif banget dan kalau ngomong ceplas-ceplos saja.
Dia ngajak aku naik ke lantai parkir di atas gedung. Kuikuti. Aku pengin tahu. Di atas lampu kuning temaram seperti terang bulan. Nampak logo dan neon sign hotel Aston di arah samping. Dia mengajak aku ke pojok dinding di bawah papan reklame besar. Dia bilang nggak minta uang. Bahkan mengajak makan sesudah dia dapatkan apa yang diinginkannya. Dia ingin aku nembak pantatnya, kemudian kalau sudah mau keluar air maniku dia ingin meminumnya. Supaya aku ngaceng dia urut-urut penisku kemudian di ciuminya. Aku terangsang. Dia hanya menurunkan sedikit celananya. Dia bilang kalau ada Satpam bisa cepat bangun tanpa ketahuan kalau lagi ‘bercinta’. Hari ini aku sudah mengeluarkan spermaku 4 kali. Jadinya lama banget untuk bisa keluar lagi. Aku tawari bagaimana kalau ke kamarku saja. Aku bilang bahwa aku pendatang yang tinggal di hotel Aston itu. Ah.. Dia mau. Aku nggak takut. Tampangnya benar-benar anak SMU yang masih lugu.
Bersambung…
No Comment | Posted in » Sesama Pria Links to this post
Ah, Ramahnya Jakarta – 2
Written by admin on 7:12 PM
Asep, begitu panggilannya, anak Bogor katanya. Sekolah STM Mesin di Manggarai. Wuu.. Muda banget. Lihat jari-jari tangannya masih licin. Rasanya paling 18 tahun. Kakinya, betisnya, tangannya, bibirnya, masih serba licin. Dia bilang pamannya yang ngajari ‘bercinta’. Sampai ketagihan, sementara pamannya sudah pindah kerja di luar Jawa.
Aku berusaha banget untuk menyenangkan dia. Akhirnya aku yang ajak makan di restoran Aston. Dia baru merasakan makan di hotel ini. Kami ngobrol macam-macam. Aku berusaha menyelami dunianya. Tentang idola, tentang musik, bola atau panjat tebing. Ternyata dia sangat cerdas. Dia bilang suka macam aku yang lebih tua. “Sabar,” katanya.
Memang benar. Aku pengin berpuas-puas dengannya. Jarang dapat anak segar macam dia. Dia mau pulang pagi. Besok minggu lIbur. Dia telpon ke rumahnya bilang tidur di rumah temannya. Ah, lelaki, biar masih mudapun sudah pinter bohong.
Aku suka ketiaknya yang sangat seksi. Malam itu berkali-kali aku kembali melumat dan menciumi ketiak itu. Dalam kamar aku merasa sangat nyaman. Leluasa, aman tanpa khawatir diintip Satpam. Kami mulai dengan berpagutan mesra. Dia macam anak gadis. Mendesah, merintih manja silih beganti.
Dia pengin mandi kucing. Dijilati seluruh detail tubuhnya.
“Pamanku paling senang,” katanya.
Ah.. Tentu aku juga “paling” senang donk. Dia menggeliat-geliat saat lidahku menelusuri betisnya, pahanya dan kemudian lubang pantatnya. Ah, dasar “anak gadis”. Baunya masih terasa alami. Selangkangannya yang licin mulus menjadi terminal jilatan, kecupan dan sedotan bibirku. Rambut kemaluannya masih tipis. Segar banget rasanya.
Saat mendekati klimaksnya dia bangun mendorong aku agar telentang. Dia duduki wajahku, menyapu-nyapukan anusnya ke bibirku sambil mengerang dan terus mendesah-desah.
Tangannya mengocoki penisnya hingga klimaksnya datang. Dia berteriak setengah histeris sambil menunjukkan puncratan spermanya yang sebagiannya terlempar jauh mengenai cermin kamar tidurku dan sebagian lainnya melumuri wajahku.
“Ahh.. Oom.. Oom.. Oomm.. Enak Oom..” racaunya.
Aku yang juga sudah demikian menahan birahiku langsung menubruk dan menindih tubuhnya. Aku ‘entot’ dia. Aku peluk dan ciumi bibir, leher dan dadanya sambil penisku terus berusaha menembusi analnya. Saat mau keluar dia mendorong bangkit aku. Dia raih penisku.
“Keluarin di mulut Asep, Oom.. Keluarin di mulut Asep, Oom..”
Sambil dia kocoki penisku yang memang sudah siap menyemprotkan spermanya. Edan anak ini. Dia minum dan jilati seluruh cipratan spermaku. Semalaman kami nyaris tidak tidur. Aku terbangun saat tiba-tiba kurasakan dia tengah menciumi dadaku atau selangkanganku. Sebaliknya kalau dia tidur aku tak mampu menahan diri untuk menggumuli ketiaknya, bokongnya, ngisepin penisnya atau apa saja yang bisa kuraih.
Pagi harinya kami makan di kamar. Aku pesan American breakfast. Nampak kami sangat kelaparan. Sebelum pulang saat dia mau kencing kuikuti. Kutadahi dalam gelas air seninya yang bening dan wangi itu. Aku bilang untuk minumanku hari ini. Dia melihatku dengan heran. Wajahnya yang bengong demikian tampan dan sekaligus cantik. Tak puas-puasnya aku memandangi dan mengagumi wajahnya ‘cantik’nya itu. Ah.. Kapan kita ketemu lagi, Sep??
Sepagian itu aku banyak laporan ke bossku. Semua informasi yang diperlukan telah aku dapatkan. Dan sesuai dengan rencana aku akan pulang Minggu malam. Ada beberapa hal yang harus aku selesaikan sebelum pulang.
Gun Wijaya, China tambun pedagang komputer dari Dusit Mangga Dua itu telpon. Nanti malam dia pengin ngajak ke kafe LM di Jakarta Pusat. Sesaat aku mengingat-ingat. Rasanya aku pernah denger itu kafé para gay Jakarta ngumpul. Ah.. Kenapa tidak. Kusanggupi ajakan Koh Gun. Jam 8 malam dia mau jemput aku.
Bukan main mewahnya kafe LM ini. Di bawah lampu yang sangat eksotis, dua orang resepsionis yang ganteng dan ayu menerima kami. Koh Gun rupanya sudah pesan meja dengan 4 kursi.
“Loh.., kok kursinya 4?”
“Sabar Pak Koco, lihat saja..”
Belum selesai dia ngomong, ada 2 pria setengah baya mendekat dan memperkenalkan sebagai teman Koh Gun. Aku langsung tahu. Koh Gun rupanya buat acara khusus. Orgi bersama mereka ini. Ha.. Ha.. Ha.. Ahh, ramahnya Jakarta..
Memang benar cerita temanku. Kafe LM hanya dikunjungi pria. Mereka semua ini bisa dipastikan kaum gay. Ada yang bule, China, Jawa, hitam, Ambon, Arab atau turunan. Wuiihh.. Asyikk banget jadi gay di Jakarta. Serba ada. Selama 2 jam di kafe itu banyak orang-orang yang menengok ke kami juga. Barangkali mereka ini berharap bisa gabung bersama kami.
Dua orang teman Koh Gun adalah Wawan yang berprofesi” marketing eksekutip” untuk perusahaan garmen terbesar di Indonesia dan yang satunya Doddy peragawan dan anggota Dance Group terkenal, kelompok tari dan nyanyi pimpinan artis yang akhir-akhir ini juga politikus dari partai pemenang pemilu.
Mereka ini simpatik banget. Koh Guan pinter mencari teman. Lihat saja, Wawan ini, walaupun nampak badannya kerempeng, tetapi dengan dadanya yang bidang macam itu aku bisa membayangkan pasti ketiaknya lebar dan leluasa banget untuk jadi sasaran ciuman ataupun jilatan. Dan Doddy, dengan postur yang jangkung sangat menjanjikan bahwa permukaan pahanya sangat nyaman untuk jelajah lidah dan bibir lawan mainnya. Ahh.. Itu mah pandangan subyektipku.. Aku ngaceng..
Kami sepakat untuk menghabiskan malam bersama di Puncak, Bogor. Koh Gun bilang sekitar 1,5 jam perjalanan. Disana hawanya segar. Itu villa temannya.
“Aku boleh pakai kapan saja,” sambil menunjukkan serentetan kunci villa tersebut.
Kita bisa main-main di dalam maupun di luar rumah, lanjutnya. Bukan main. Ini sangat surprise bagi aku yang ‘bocah Semarang’ ini. Ah.. Ramahnya Jakarta..
Jadinya aku tidak tidur di hotel malam ini. Sesudah melewati jalan berliku di antara pokok-pokok cemara, sekitar jam 1 malam kami baru memasuki halaman villa. Hawa dingin langsung menerpa begitu kami turun dari mobil. Terasa embun sudah turun membasahi rerumputan. Villa ini benar-benar kosong, oh.., bukan. Ternyata Koh Gun yang mengatur. Sore tadi dia telepon ke penjaganya. Dia boleh lIbur untuk pulang ke rumahnya, karena malamnya rombongannya mau datang.
Koh Gun membuka pintu dan menyalakan lampu. Woo.., bukan main. Lengkap. Dari ruang tamu, dapur dan kamar tidurnya cukup mewah. Lihat, sofanya dari kulit asli. Pasti mahal sekali.
Koh Gun langsung membuka lemari es mengeluarkan beberapa botol bier. Rupanya Wawan maupun Doddy bukan yang pertama kali ke tempat ini. Dan yang surprise lagi bagiku, mereka berdua ini langsung ber-asyik masyuk. Saling rangkul dan berpagutan. Koh Gun tertawa saja menyaksikan mereka sambil melirik padaku. Aku pengin duduk dulu sejenak. Kubuka botol bier dan kutuang ke gelasku. Sambil menyaksikan kedua anak itu. Edan. Tangan Wawan sudah merogohi gundukkan celana Doddy. Aku ngaceng.
Rupanya mereka, teman-teman baruku ini orang-orangnya pragmatis banget. Koh Gun keluar dari kamar tidur hanya bercelana kolor. Dia langsung duduk disampingku. Tangannya tak menunggu ijinku lagi langsung meraba dan meremasi gundukkan celanaku yang semakin menggunung, hangat dan keras ini. Aku tersenyum asyik. Koh Gun sangat bernafsu padaku.
Adegan Wawan dan Doddy mempercepat aliran syahwatku. Mungkin itu juga yang membuat Koh Gun begitu bernafsu. Dia sudah menarik resliting dan menarik celanaku hingga jatuh ke lantai. Dan lihat, dia nyungsep langsung ke selangkanganku. Rupanya dia akan berpuas diri dengan membuka CD alias celana dalamku dengan bibirnya.
Aku bersandar ke sofa dan mulai merem-melek menikmati rasanya dikerjain sama Koh Gun ini. Giginya menggigit pinggiran CD-ku kemudian menariknya kebawah. Tak bisa sekaligus, beberapa kali dia memindahkan giginya pada tepian berikutnya hingga berhasil menariknya ke pahaku. Penisku sudah macam Tugu Monas, ngaceng kaku dan berkilatan kepalanya menahan ledakkan birahiku. Koh Gun mulai menjilati kepalanya yang sudah basah oleh ‘precum’.
Ah, asyiknyaa.. Ku-elus-elus rambutnya agar birahinya semakin terbakar. Kemudian lidahnya menjalar ke batang, ke pangkal dan sebagai selingan terkadang dia nyungsep ke belantara jembutku untuk menghirup aroma selangkangan yang pasti nikmat bagi Koh Gun ini. Aku jadi blingsatan tak terkendali. Sulit untuk tidak mengerang dan merintih. Elusan tanganku berubah menjadi remasan menahan syahwat.
Koh Gun melepasi seluruh busana bawahku agar leluasa beroperasi. Kakiku diangkat hingga rapat dengan dadaku. Hasilnya adalah wilayah analku terbuka. Dia pusatkan jilatan selanjutnya di tempat itu. Kurasakan lidah dan bibirnya yang tak henti-henti menjilat dan menyedoti. Ah, kenikmatan yang tak kurencanakan sendiri ini demikian hebatnya. Aku hanyut dalam gairah birahi yang luar biasa. Koh Gun benar-benar tahu titik-titik sensitive seorang pria macam aku.
Saat lidahnya menyapu pinggiran analku, jangan tanya lagi, aku menjerit kecil. Kegatalan yang menyergapku membuat aku bertekuk pasrah pada nafsu Koh Gun.
Untuk bisa lebih meraih duburku dia berbisik,
“Kamu nungging pegangan sofa ya, Mas,” aku ikuti.
Saat aku bergerak bangun kulihat Doddy dan Wawan ternyata sedang saling mengocok-ocok penis pasangannya sambil menyaksikan tingkah kami berdua yang rupanya sangat atraktip bagi erotik mereka. Aku nungging menghadap ke jok sofa. Koh Gun langsung menerkam bokongku. Analku dia jilat dan sedoti kembali. Sesekali jari-jarinya menyodok masuk dan mengutik-utik dinding anusku. Nikmatnya membuat serasa jantungku mau copot.
Kurasakan Koh Gun berdiri, kemudian dia meludahi analku. Aku merasa bahwa Koh Gun ingin ‘menembak’ pantatku. Dan sesaat kemudian kurasakan tonjolan bulat hangat mendorong lubang pantatku.
“Ampunn.. Pedih banget siihh.. Dan pelan-pelan..”
Bless..
“Uuuhh.. Ampunn.. Sakiitt..”
Kog Gun tak terpengaruh oleh rintihan-rintihanku. Malahan semakin semangat untuk terus menembusi lubang yang sangat sempit ini. Dia mulai memompa pelan-pelan. Dia rubuh memelukku dari belakang sambil mencium kudukku. Pompaan penisnya men-cepat. Bles.. Bles.. Bles.. Nikmatnyaa.. Hawa dingin pegunungan yang meniup ke villa ini tak mampu menahan keringatku yang mengalir deras.
Tiba-tiba Koh Gun mencopot penisnya. Kudengar suara Wawan bergumam. Ah, rupanya mereka menggilir aku. Kurasai penis Wawan di pantatku. Sambil berpegang pada pinggulku di tusukkannya ke anusku. Bless.. Wawan mendesah. Sementara dari arah depan Doddy mendekati aku dan menyodorkan kemaluannya ke mulutku. Duh, gedenyaa..
Aku tak mampu menunda, langsung kulumat-lumat. Mulutku mengulum merasakan kerasnya otot-otot penis Doddy. Eeehh.. Rupanya Koh Gun mendekati Doddy dan mulai menciumi punggungnya kemudian meluncur turun ke bokongnya. Nampak Doddy menggeliat menahan gelinjangnya.
Aku mengocoki penisku menyalurkan kegatalan birahi. Wawan menggenjot cepat penisnya menembusi anusku. Duh, pedihnya.. Panass..
Enak benar si Doddy. Dari depan aku melumati penisnya, dari belakang Koh Gun menjilati analnya. Dia mengerang dan mendesah-desah sambil tangan kanannya meremasi rambutku dan tangan kirinya rambut Koh Gun. Terdengar paduan desahan, erangan dan rintihan kami ber-empat. Seperti orkestra Jakarta yang telah tiada itu. Sesekali bunyi kecupan keras dari segala arah. Stereo dan surround, ha.. Ha..
Rupanya ini merupakan acara perdana keberadaan kami di villa sejuk ini. Beberapa saat kemudian penis Doddy menyemprotkan spermanya ke mulutku. Panas dan guriihh.. Banget. Aku agak tersedak saat lidahku meraupi semprotan-semprotannya. Kurasakan penis manis ini menganguk-angguk 6 atau 7 kali memompa keluar air maninya. Doddy langsung rubuh bertumpu pada tepian sofa, sementara Koh Gun belum melepaskan jilatan pada anusnya sambil sIbuk mengocok penisnya sendiri.
“Ooohh..” rupanya Koh Gun juga mau memuntahkan spermanya, Lihat kocokkannya semakin cepat. Dan benar. Dia seketika berdiri sambil berteriak nyaring tetapi tertahan. Diasongkannya penisnya ke wajahku.
“Minum ini. Minum Pak Koco.., ayoo minum.., telan..,” pintanya histeris.
Dan dengan sigap kuraih dan ku-emut penisnya yang langsung memuncratkan air maninya membasahi wajahku, bibirku dan masuk ke mulutku juga. Aku tegak dan jilati semua yang tercecer. Ah, tidak sampai 3 menit sudah 2 penis memuntahkan air maninya ke mulutku. Aku berkecap-kecap merasai gurihnya air mani mereka.
Bersambung…
No Comment | Posted in » Sesama Pria Links to this post
Ah, Ramahnya Jakarta – 3
Written by admin on 7:05 PM
Menyusul kemudian Wawan yang semakin membuat panas pantatku. Dia genjot penisnya dengan cepat. Semakin cepat.., hingga kembali kudengar dia mengeluarkan auman yang mengiringi keluar spermanya. Belum tuntas seluruhnya ketika dengan cepat dia mencabut penisnya dari anusku sambil tangannya mengocokinya. Dia menarik aku agar jongkok menerima semprotannya. Aku bergegas jongkok dan mengangakan mulutku. Sekali lagi cairan kental hangat dan gurih memenuhi mulutku.
Ah, rupanya mereka telah merekayasa semua ini untukku. 3 muntahan sperma dari 3 lelaki telah menyemprot dan tumpah ke mulutku. Kompak benar.
Aku capai tetapi puas banget. Langsung aku merosot telentang di lantai parket yang terbuat dari kayu itu. Terus terang baru pertama kali ini aku ber-seks ria rame-rame. Belum pernah aku mengalaminya. Aku sungguh-sungguh mendapatkan pengalaman erotis yang luar biasa.
Kami sama-sama istirahat. Dengan setengah telanjang kami meneruskan membuka makanan yang Koh Gun pesan dari kafe dan minum bier. Semalaman kami nyaris tidak tidur, dan bagiku ini malam ke-2 yang kurang cukup tidur sesudah kemarinnya bersama Asep di kamar hotelku.
Malam pertama di Puncak kami penuhi dengan segala cara dan gaya. Dan ternyata dari mereka semua itu hanya aku yang memiliki kesukaan menelan apapun yang keluar dari tubuh pasangan seksku. Menjelang pagi, karena pengaruh minuman bier, teman-teman banyak kencing. Koh Gun mengusulkan bagaimana kalau mereka kencingi mulutku rame-rame. Aku agak sedikt tersipu tetapi dengar usulan itu kurasakan syahwatku menyala. Aku hanya memandangi mereka penuh arti sebagai jawaban persetujuanku.
Mereka rencanakan besok pagi, dimana air seni mereka sedang pekat-pekatnya, siapapun yang bangun lebih dahulu akan langsung mengencingi aku, walaupun aku masih tertidur. Aku tidak komentar kecuali tersenyum tanda tidak menolak. Ah, asyiknyaa.. Aku membayangkan nikmat birahiku yang akan menyala besok pagi. Menjelang pagi aku tak mampu menahan kantukku, tertidur..
Aku merasa seperti sedang jalan-jalan pagi di lapangan Monas saat tiba-tiba air mancur Monas menyemprot aku dengan air panasnya. Aku terkaget dan bangun. Ternyata itu mimpi pagi hariku. Saat kubuka mata kulihat sentoran air hangat itu keluar dari kemaluan Doddy. Air kencingnya yang kuning pekat menyirami wajahku. Dengan sedikit gelagapan aku teringat akan kesepakatan semalam. Ah, .. Sepertinya mereka benar-benar memanjakan aku. Dengan senyum aku menyambut semburan cairan kuning pekat yang hangat itu. Aku membuka mulutku lebar-lebar. Aku mendesah dalam batinku,
“Doddy, aku adalah urinoir-mu. Kencinglah, biar kujadikan penyegar pagi hariku”.
Kuminum sebagian kencing Doddy. Dan sebagian lainnya membuat ranjangku basah dan pesing. Belum usai Doddy kencing datang Koh Gun yang hanya bercelana dalam. Dia lantas keluarin burungnya dan siap seperti di depan urinoir dia memancurkan kencingnya ke mulutku pula. Kemudian nampak menyusul Wawan dari kamarnya telanjang. Penisnya yang gede itu ngaceng hingga agak sesaat baru berhasil mengeluarkan air kencingnya. Kini genaplah tiga pancuran air kencing yang menyirami mulutku, wajahku, leherku dan bagian tubuhku yang lain. Mereka lakukan itu dengan kegembiraan penuh tawa dan canda.
Koh Gun tidak peduli akan tempat tidurnya yang akan berbau pesing nantinya. Yaa.., aku jadi ingat tulisan ‘Therapi Urine’ bahwa air seni itu bisa dijadikan obat alternatif. Siapa tahu aku jadi tambah sehat sesudah minum kencing mereka.
Itulah nikmat bersama terakhir di Puncak. Karena Koh Gun mesti urus tokonya, sesudah sarapan pagi kami balik ke Jakarta. Saat aku ambil kinci kamar di resepsionis, petugas hotel menyerahkan amplop surat. Katanya dari relasiku. Siapa? Kubuka. Ah si sopir taksi itu. Dia pengin ketemu lagi.
“Aku terkesan sama barangnya Oom yang gede,” tulisnya. Dia mau telpon ke kamarku nanti.
Walau hanya tas cangkingan kecil, seorang room boy menjemputku dan membawakan tas kecilku itu. Mungkin dia perlu uang tip. Sesampai di kamar dia taruh tasku di meja rias, aku merogoh kantongku memberi dia 10 ribu rupiah. Kemudian tanpa buka baju dan sepatu kurebahkan badanku ke ranjang. Uh, capainya..
Ternyata room boy itu tidak langsung keluar.
“Mau pijat, Oom?”.
Oo.., dia nawari aku pijat. Aku jadi bangkit,
“Kamu bisa pijat aku?,” sambil aku memperhatikan anak itu.
Masih muda, mungkin sekitar 20 tahunan. Lugu. Tetapi simpatik amat anak ini, pikirku. Dia tidak menunggu jawabanku tetapi langsung jongkok melepasi sepatuku. Kemudian juga melepasi celana panjangku. Dia membiarkan aku setengah telanjang kecuali celana dalamku yang tinggal menutupi auratku. Biarlah. Kuperhatikan sosoknya.
Badannya bersih terawat dan sehat. Wajah dan sosoknya mengingatkan Syahrul Gunawan, tokoh sinetron itu. Ternyata ketika tersenyum juga mirip selebriti itu. Aku kembali berbaring telentang di ranjang. Aku jadi membayangkan Syahrul Gunawan yang saat ini mijiti kakiku. Ah, enak juga pijitannya. Aku hampir tertidur ketika aku merasakan geli pada kakiku. Ketika aku membuat mata kulihat Syahrul ini mengulum jari-jari kakiku dengan penuh nafsu. Saat itu aku kaget dan hampir menarik kakiku. Tetapi aku kasihan sama Syahrul ini. Kubiarkan.
Dia nampaknya sangat terobsesi padaku. Dan aku merasakan betapa syahwatku langsung terbakar. Dia melihat aku bangun. Saat tahu aku tak menolak kulumannya, dia semakin meliar sambil mulai memperdengarkan desahannya. Dia begitu menikmati jari-jari kakiku. Sambil mengelusi betis-betisku dia juga menjilat dan menciumi telapak kakiku. Aduuhh.., nikmatnya serasa naik ke ubun-ubunku. Penisku jadi ngaceng berat. Kuelus-elus kepalanya. Syahrul nampak mengunggu elusanku itu. Dia kembali mendesah.
Nafasnya kudengar memburu. “Oomm, Oom, Oom, mmhh.. Mmllpp..,” dia meracau.
Matanya setengah merem. Kepalanya bergulir kekanan dan kekiri saat meratai jilatannya ke telapak-telapak kakiku. Aku semakin merinding. Anak ini sangat pintar membangkitkan gairah nafsu birahiku. Ciumannya bergerak ke atas. Ke betisku. Dia juga menggigit kecil saat menemui rambut-rambut kakiku. Dia juga mencakar-cakar kecil betisku menahan gelora birahinya.
Tangannya kini tak sabar merabai selangkanganku dan kemudian gundukkan celana dalam yang berisi penisku yang sudah sangat mengeras. Aku lebih baik diam meraskan nikmatnya. Kubiarkan Syahrul manis ini melampiaskan nafsunya. Dia meremas-remas kemaluanku. Sementara itu gigitan dan jilatannya sudah melwati lututku dan kini mulai masuk ke wilayah pahaku. Aduuh.., bukan main dan.. Betapa aku terangsang.
Aku kini merintih dan mendesah-desah. Tak tahan merasakan lidah lembut si manis Syahrul ini. Kenapa dia begitu berkobar nafsunya?
Dan sesudah bermenit-menit puas menciumi pahaku, Syahrul mulai merambati selangkanganku. Dia ‘ nyungsep’ di pangkal pahaku. Kudengar dia menarik dalam-dalam nafasnya untuk menghirup bau selangkanganku. Ah, anak ini, kenapa dia begitu ‘hot’?!
Dia ciumi celana dalamku. Dia hisap-isap penisku di balik celana dalam ini. Aku merasakan betapa aku menggelinjang nikmat. Kuelusi dan sesekali kujambak rambutnya. Dia semakin bersemangat. Tangannya kini meraih ketepian celana dalamku, merogoh dan menarik keluar penisku. Mulutnya langsung mencaploknya. Dia melumat-lumat bijih dan seluruh batang kemaluanku. Kepalanya bergeser naik turun mendorong lidahnya yang menjulur kelantai pori-porinya.
Aku tak mampu untuk tidak mendesah dan merintih. Kenikmatan ini sungguh tak bertara. Syahrulku ini ternyata benar-benar jago kecil yang mampu mendongkrak libidoku. Aku tak tahan lagi. Aku bangkit dan kuterkam dia. Kurebahkan dan ganti, Kini aku yang aktif menjilat dan menciumi tubuhnya. Aku seakan macan lapar yang melahap kijang lembut mangsa tangkapanku.
Dia menyerah pada apa mau nafsuku. Dia ganti pasif merasakan ciuman-ciumanku pada tubuhnya.
“Ah, Syharuull.., begitu harum dan manis ketiakmu, dadamu, perutmu, selangkanganmu. Ah, Syahrulkuu.., sini.. Biar aku jilati seluruh bagian tubuhmu. Biar aku nikmati segala keringat-keringatmu. Biar aku lumat-lumat tubuh indahmu.”
Kubolak-balik tubuhnya. Kusedotin bagian-bagian sensualnya. Dan aku paling suka menciumi lubang pantatnya. Aroma lubang pantat sangat cepat merangsang syahwatku. Lidahku menusuk-nusuk lubang itu seakan ingin meraih apa yang ada di dalamnya. Terkadang kubawa rasa sepat-sepat lengket ke mulutku. Itu yang biasa disebut sebagai semen anus. Sungguh nikmat merasakan semen anus Syahrulku.
Dan akhirnya dia minta aku memasukan kemaluanku ke anusnya. Dia ingin aku melakukan seks anal padanya. Dia pengin merasakan tusukan penisku di anusnya. Dia mau aku pisa memuntahkan air maniku ke lubang pantatnya. Kuturuti. Ini memang satu hal yang paling kusukai.
Saat kemaluanku mulai membelah lubang pantatnya, Syahrul menjerit kecil. Saat kemaluanku mulai merasuk amblas ke lubangnya, Syahrul mendesah nikmat. Saat itu kurasakan cengkeraman otot-otot dinding anusnya sangat legit menjepit penisku. Ampuunn.. Enaknya.. Sesudah itu, pantat si manis itu mulai menggoyang menjemput penisku. Sekali lagi, kurasakan nikmat hingga ke-ubun-ubunku.
Kudengar Syahrul meracau,
“Enak banget, Oom, enak banget penis Oom, yaa.. Enak banget penis Oom.., keluarin di dalam ya Oomm..,” maksudnya biar aku keluarin air maniku di lubang pantatnya itu.
Suara racaunya sangat merdu di telingaku. Dan suara racau itu yang kemudian membuat gejolak syahwatku langsung melonjak. Kupacu penisku memompa anal Syahrul. Aku ikut meracau juga,
“Enak pantatmu Rul, enaakk.. Wangi banget duburmu Rul, wangii..,” dengan gemetar dan menggigil racauku keluar dari mulutku.
Aku sungguh didera nikmat syahwat yang luar biasa. Melihat Syahrul anak manis tergoncang-goncang menerima tusukan penisku, mendorong spermaku untuk merambati menuju klimaks nikmat. Aku merasakan betapa saraf-sarafku menyongsong akan kehadirannya air maniku mengalirinya. Dan aku memang tak mampu menahan lebih lama.
Saat menjelang muncrat kurenggut rambut Syahrul. Kutarik seperti menarik surai kuda. Kuhentakkan penisku ke lubangnya. Dan dengan kedutan-kedutan yang begitu nikmat, tumpahlah air maniku. Syahrul merasakan kedutan-kedutanku itu,
“Oom. Enaakk.. Oom, Oom, Oom, oohh.. Oom..”.
Sesaat sesudahnya, sebelum kedutanku usai, dengan cepat dia melepaskan penisku dari anusnya dan berbalik. Dia raih kemaluanku dan di kulumnya. Dia mereguk dan membasahi tengorokannya dengan air maniku. Kulihat cairan kental lengket itu belepotan membusa di sekitar mulutnya. Sebagian nampak meleleh ke dagunya. Aku tahu nafsu panas macam Syahrul ini. Lelehan sperma di dagunya kukais dengan jariku. Kusodorkan ke mulutnya. Dia emut-emuti jari-jariku untuk membersihkan dan menelan habis lendir putih kentalku itu.
Syahrul di kamarku hingga sore hari. Dia mendengar tentang aku dari kawannya Asep yang aku temui dan kuajak ke kamarku kemarin. Aku jadi tahu, bahwa dia bukan room boy hotel. Dia memang menunggu aku.
Dia penasaran mendengar kenikmatan yang didapat Asep dariku. Dia ingin aku memasuki pantatnya sebagaimana yang dialami Asep. Cerita Aseplah yang membuat Syahrul ini seperti kesetanan padaku. Aku ajak dia makan di restoran sebelum pulang. Dan hebatnya, dia tak mau menerima uangku. Dia senang saja berteman dengan aku. Dan berharap kalau nanti aku ke Jakarta lagi agar menghubunginya. Dia serahkan nomer HP padaku.
Besok pagi aku meninggalkan hotel ini. Demikian banyak yang kudapatkan dalam kunjunganku ke Jakarta kali ini. Urusan pekerjaan kantorku beres, urusan senang-senang beres. Aku juga mendapatkan banyak kawan baru yang tak membuatku khawatir sewaktu-waktu aku berkunjung ke Jakarta lagi. Kawan-kawan yang saling memberik dan menerima nikmat. Para lelaki tulen yang saling mengincar kepuasan dari kawan sejenisnya.
Ah, ramahnya Jakarta..
Aku mulai melipat-lipat pakaian kotorku. Aku melihat kembali tiket keretaku yang telah kubeli untuk pulang pergi dari Semarang. Sekitar jam 9 malam bosku telpon dari Semarang untuk mengecek rencana pulangku. Inilah malam di Jakarta dimana aku bisa benar-benar tidur lelap.

0 komentar:

Posting Komentar