CINTA SEJATI ? (OneShoot)

Dirgantara putra 14.00 |

CINTA SEJATI 
 By : Mario Itjon.

"Rio..." Panggil seseorang dari arah belakangku dengan suaranya yang terdengar pilu.

Aku menoleh kearahnya, menatapnya dengan wajahku yang menahan tangis. Wajahnya kelihatan memucat. Airmata masih aja menetes, bercampur dengan gerimis yang terus membasahi wajahnya.

Kami berdiri saling berhadapan dalam gerimisnya hujan. Saling menatap dan terdiam sesaat. Masing-masing mengeluarkan ekspresi menandakan suasana hati yang terdalam dari masing-masing kami.

"Rio... Aku mi..minta maaf..." Lanjutnya dengan terbata-bata sambil menatapku dengan pilu. Cahaya matanya terkesan redup, tertutup dengan kesenduhan yang mendalam.

"Aku sayang kamu Vin..." Ucapku dengan bergetar. Perih sekali rasanya. Bukan hanya mengetahui, tapi menyaksikan langsung perselingkuhan itu.

Semua kejadian tadi masih memenuhi pikiranku. Memenuhi batinku yang membuatku terasa remuk...

*Flashback!

Aku perlambat laju motorku setelah mendekati kost-kostannya, lalu memakirkan motorku di tempat parkir yang telah disediakan di areal kost-kostannya itu.

"Untung aja belum hujan.." Desisku sambil melihat langit mendung. Sepertinya akan pertanda hujan akan segera turun.

Aku rapikan sejenak rambutku sambil melirik dari balik kaca spion motor mega-pro biruku. Lalu melepaskan ransel yang terpasang di punggungku, lalu mengeluarkan bingkisan kecil (oleh-oleh) yang aku bawa dari Apeldoorn spesial untuk pujaan hatiku, lalu memakai lagi ransel itu di punggungku.

Setelah itu, dengan langkah kecil dan senyuman yang terus terkulum di bibiku aku menuju ke tangga yang menuju ke lantai dua rumah kost tersebut.

Untung aja ada tangga lain yang menuju lantai dua yang terletak dari luar, jadi enggak perlu harus masuk memencet bell segala. Lagian aku sengaja mau memberikan surprise kepada pemilik hatiku tersebut.

Yeah, aku baru saja pulang ke Yogyakarta (Indonesia). Sudah sebulan lamanya aku ke rumah mama yang di Belanda. Sebulan adalah waktu yang sangat lama bagiku. Aku sangat kangen dengannya. Sebulan bagiku rasanya seperti udah setahun aja (lebay, hehe).

Setelah sampai di depan kamarnya, aku mendengar suara musik yang diputer dengan agak kencang.

'Tumben...' Batinku sambil mengeryitkan dahi. Enggak seperti biasanya. Kevin, pujaan hatiku itu biasanya jarang memutar lagu sekencang itu. Akupun menggeleng sambil tersenyum sendiri.

Sesaat akan mengetuk pintu, aku terkejut melihat sepasang sepatu kulit berwarna coklat. Lagi-lagi aku kembali mengeryitkan dahi. 'Seleranya beneran berubah' batinku lagi. Tapi entah kenapa perasaanku jadi enggak enak. Entahlah...

'Hmmm... Mungkin aja dia tertidur saat mendengar lagu?' Batinku, yang berusaha tuk berpikiran positive. Akupun tak jadi mengetuk pintu. Tanganku malah langsung menggenggam gagang pintu kamar kostnya dan mencoba untuk membukanya. Enggak dikunci. Akhirnya pintu kamarnya terbuka.

"Vin.........?" Desisku pelan. Mataku membulat dengan sempurna. Lidahku kemudian keluh, tak mampu berucap lagi. Semua rasa sayang dan kangen mendadak membeku kala melihat pemandangan yang sangat meremukkan hatiku.

Dengan mataku sendiri... Aku melihat Kevin Kurniawan, sosok yang amat aku cintai, sedang bergumul dengan sesosok asing. Mereka berpekulan sambil berciuman. Berpeluh dan tak ada sehelai benangpun yang menutupi tubuh mereka.

"Prankkk...!!" Tak terasa bungkusan berisi bingkisan yang tadinya akan aku berikan terjatuh di lantai.

Karena terkejut Kevin menatap kearah sumber suara itu. Kearahku. Menatapku, lalu matanya ikut membulat dan diam dalam keterkejutannya. Wajahnya yang semula memerah mendadak berubah drastis memucat.

"Rio..." Desisnya dengan tak kalah terdengar mendesis.

Setelah berhasil menguasai tubuhku, akupun berbalik dan meninggalkannya.

"Riooo...!! Tungguuu...!! Aku bisa jelasinnn..!! Sayanggg...!!" Teriaknya memanggilku, namun tak aku hiraukan. Terlalu perih buatku tuk terus-terusan berada di sini.

Aku melangkah cepat menuruni tangga tadi. Sesak sekali rasanya. Sosok yang aku cintai, sosok yang aku kagumi, sosok yang selalu memenuhi relung hatiku, dengan teganya bercinta dengan orang lain. Mataku terasa panas. Aku berusaha untuk menahan emosiku agar tak menangis di sini.

Dengan cepat aku duduk diatas motor, memakai helm, menstater motor, lalu melaju meninggalkan kostnya.

.... .... ...

Sejam kemudian, aku menjatuhkan pantatku diatas bangku batu. Menatap sendu pemandangan sekitar dengan sendu. Tak berapa lama tubuhku mulai bergetar. Akhirnya pertahananku runtuh juga. Dengan posisi duduk dan sikutku yang menyangga di lutut, kututup wajahku dengan tanganku sambil terisak.

"Vin... napa Vin...?" Desisku sambil terisak.
"Sakit, Vin... Sakitttt..." Racauku dalam keheningan di tempat ini.

Tak kuhiraukan suara gemuruh di langit. Semua ditangis oleh jeritan hatiku yang teramat pilu. Akupun tak menghiraukan tetesan kecil dari langit yang mulai jatuh dan membasahi tubuhku.

Semua kenanganku dengannya mulai berputar dalam benakku. Saat pertama kalinya bagiku tuk menatap matanyanya. Saat aku pertama kali mengajaknya ketemuan tuk pertama kali, yang sukses buat aku semakin terpesona dengan sosoknya. Saat aku menyatakan perasaanku kepadanya, yang dimana nyaris buatku mati-kutu karena rasa grogi yang teramat besar melandaku. Saat merasakan ciuman pertama dari bibirnya yang membuatku melayang.

"Vin... Napa Vin...?" Desisku sambil tak henti-hentinya menangis.

Akupun berdiri, lalu melangkah ke tebing yang dibatasi oleh pagar batu. Menatap kearah gunung merapi yang tetap berdiri kokoh. Ini adalah tempat favoritku saat sedang melewati kesedihanku selama ini. Seperti halnya saat ini.

Gerimis yang sedari tadi menyelimutiku tak juga aku hiraukan. Langit mendung tak aku pikirkan. Hanya kesedihan hati ini saja yang merasuki sebagai buah pikiranku saat ini. Merobek hati dan perasaanku.

"Rio......."

Aku mendengar suaranya. Suara Kevin dari arah belakangku. Namun aku tak bergeming. Aku masih belum tahu apa yang harus aku lakukan saat ini. mencacinya? Memukulnya? Menendangnya? Atau apalah... Aku enggak tahu...

"Rio......" Ucapnya lagi sambil lalu memelukku. Tubuhku bergetar hebat.
"Maafkan a.........." Lanjutnya, namun belum sembat kalimatnya selesai aku melepat pelukannya dengan kasar, lalu melangkah beberapa langkah tuk menghindari pelukannya itu.

"Loe jangan sentuh gw dengan pelukan loe itu. Najis!" Bentakku dengan emosi yang kini mulai tersulut. Kutatap wajahnya dengan ekspresi yang berusaha kubuat datar. Berusaha dingin terhadapnya.

"Ma..maafin aku Riooo..." Tangisnya mulai memecah. Airmatanya menetes dan membaur juga dengan rintikan gerimis yang mulai agak deras dari sebelumnya.

"Maaf?" Sahutku dengan sinis.
"Selama ini gw sangat percaya sama loe... Gw berusaha sebaik-baiknya tuk buat loe merasa nyaman sama gw... Gw berusaha untuk selalu memberikan yang terbaik buat hubungan kita..." Ucapku agak perlahan. Meresapi apa yang aku ucapin.
"Tapi lihat? Loe udah merusak itu semua Vin! Loe udah menyakitin hati gw! Loe udah menyakiti gw! PUAS LOEE...!!!" Lanjutku dengan nada yang semakin lama semakin meninggi dan berakhir dengan bentakan.

"Ma..maafin.. a..ku..." Sahutnya masih diiringin suara cegukannya. Dia tak berani menatap wajahku.

"Tatap gw, Vin. TATAP GW..!!" Bentakku lagi. Dia pun akhirnya menatapku.

"Apa kekuranganku selama ini, Vin...? Apa cinta yang aku beri selama ini kurang...? Apa perasaan sayang yang selama ini aku curahkan masih kurang cukup untuk kamu rasakan...?" Tanyaku dengan perlahan. Airmataku sukses mengalir lagi.

Dia hanya menatapku dengan bisu. Terdiam seribu bahasa.

"Jawab aku Vin......" Lanjutku yang kini terdengar seperti ratapan orang yang mengemis akan jawaban darinya.
"Na..napa... kamu bisa sejahat ini Vin....? Napa kamu enggak pernah mau jujur sama aku? Kenapa kamu buat aku terlalu berharap dengan kesungguhan dari kamu? Kenapa?!" Lanjutku lagi.

Hanya tangisannya aja yang masih menjawab ratapanku itu. Bibirnya masih terkesan sulit melontarkan kalimat meski bibirnya terlihat bergerak-gerak dengan kaku.

"Kalau memang kamu kurang nyaman denganku, napa kamu enggak bilang, Vin?! Napa??" Tanyaku lagi dengan suara yang kembali mulai meninggi.
"Kenapa kamu menyakitiku seperti ini...." Lirihku lagi.

Matanya membuat saking kagetnya.
"A..aku.............. Ma..maafin aku Rio.... Aku salah......." Akhirnya bibirnya mulai mengeluarkan suaranya.
"A..aku mohon, be..beri aku kesempatan......" Lanjutnya masih sambil menangis.

Aku tarik nafasku dengan panjang, lalu menatapnya dengan nanar. Berusaha untuk kelihatan tegar. Aku tersenyum masam lalu menggelengkan kepala dengan perlahan.
"Maaf Vin........." Ucapku dengan perlahan. Nyaris berbisik.

Jujur, aku sangat mencintainya. Sangat. Tapi apa yang baru aku saksikan tadi masih sangat memenuhi kepalaku sekarang. Rasa sakit, rasa kecewa, rasa marah, perasaan terluka, masih terus memenuhi hatiku yang kini sangat rapuh.

"Rio... Kamu mau tinggalin aku? Aku mohon, maafin aku! Aku mohon!" Sahutnya setelah ucapanku tadi. Tangisannya semakin meledak. 'Maafin keegoisanku, Vin. Aku belum siap sekarang....'

"Please, Rio! Please...!" Kevin memelukku dengan erat sambil meraung-raung.

Aku melepas pelukannya. Memegang bahunya dan menatapnya dengan pilu. Aku pun menutup mata sejenak dan kembali menarik nafas dalam-dalam.

"Maafin aku Kevin... Aku butuh waktu..." Ucapku sambil berusaha tersenyum, namun terasa kaku. Tubuhku terasa kembali bergetar. Airmataku kembali menetes, namun aku mengusapnya dengan tanganku.

Tubuhnya mendadak mematung mendengar jawabanku itu. Airmatanya terus menetes sambil menatapku dengan nanar. Cahaya dari matanya terkesan redup.

"Mungkin... hubungan kita ini enggak bisa bertahan lebih lama lagi, Vin..." Ucapku lagi. Airmataku kembali menetes, lalu kembali pula aku mengusapnya dengan tanganku.

"Maaf kalau selama ini aku buat kamu tidak nyaman dengan apa yang aku beri... Entah mungkin karena aku terlalu beri kamu banyak kebebasan... Entah mungkin karena rasa sayang yang aku beri ternyata masih belum cukup buat kamu... Sekali lagi aku minta maaf..."

"Rio....?"

"Maaf Vin, tapi aku harus pergi sekarang..."
"Biar rasa sakit ini aku bawa... Aku ikhlas..." Berulang kali airmataku kembali menetes, namun berulang kali pula aku mengusapnya. Tidak, aku enggak boleh menangis lagi.

"Tapi Rio...?" Ucapnya dengan dengan mengiba.

"Vin, kalau Tuhan masih menghendaki kita untuk bertemu lagi... Mungkin aja ada kesempatan buat kita untuk memperbaiki semua ini lagi... Tapi tidak sekarang... Mungkin kalau kita bisa berjumpa lagi..." Sahutku sambil berusaha mantap. Kembali dia menatapku, namun seperti tanpa ekspresi lain kecuali kesedihannya.

Perlahan aku melepaskan tanganku dari bahunya, tersenyum sesaat. Senyuman yang berusaha menutupi hatiku yang pilu. Lalu berbalik dan mulai melangkah pergi. Melangkah untuk meninggalkannya.

"Rio..." Panggil seseorang dari arah belakangku dengan suaranya yang terdengar pilu.

Aku menoleh kearahnya, menatapnya dengan wajahku yang masih menahan tangis. Wajahnya kelihatan memucat. Airmata masih aja menetes, bercampur dengan gerimis yang terus membasahi wajahnya.

Kami berdiri saling berhadapan dalam gerimisnya hujan. Saling menatap dan terdiam sesaat. Masing-masing mengeluarkan ekspresi menandakan suasana hati yang terdalam dari masing-masing kami.

"Rio... Aku mi..minta maaf..." Lanjutnya dengan terbata-bata sambil menatapku dengan pilu. Cahaya matanya terkesan redup, tertutup dengan kesenduhan yang mendalam.

"Aku sayang kamu Vin..." Ucapku dengan bergetar. Perih sekali rasanya. Bukan hanya mengetahui, tapi menyaksikan langsung perselingkuhan itu.

*End Flashback!

Aku cuma menggeleng kepala menandakan kecewanya hati ini. Akupun berbalik lagi dan akhirnya pergi, meninggalkan tempat itu. Meninggalkannya sendiri.

*** *** ***

Empat (4) Tahun Kemudian...

Cause you had a bad day
You're taking one down
You sing a sad song just to turn it around
You say you don't know
You tell me don't lie
You work at a smile and you go for a ride

"Halo bro?"

"... ... ..."

"Iya, nih masih di dalam ruang kedatangan. Loe udah di depan kan?"

"... ... ..."

"Oke deh! Ntar lagi gw keluar kok."

"... ... ..."

"Oke!"

Segera kuputuskan panggilan dari Kenneth, sahabatku, lalu kembali mencari barang-barangku diantara barang-barang milik penumpang yang lainnya. Kira-kira 15 menit kemudian, barang-barangkupun udah terkumpul semua lalu melangkah pergi meninggalkan ruang kedatangan sambil mendorong troli yang berisi 2 travell-bag.

"Rioooo...!!" Teriak seseorang setelah aku keluar dari pintu kedatangannya.
Sosok sahabatku yang telah 4 tahun tak berjumpa telah melambaikan tangannya kearahku sambil tersenyum senang. Wajahnya nyaris aku tak kenal lagi. Gayanya yang dulu terkesan berantakan kini berubah menjadi sosok yang lebih rapi.

"Gila loe bro! Udah beruba ya lo sekarang?" Ucapnya dengan antusias lalu merangkulku.
"Semakin kelihatan dewasa loe! Hehehehe..." Ucapnya sambil lalu menatapku dari atas sampai bawah.
"Loe juga udah berubah bro! Mana sosok tengil yang gw kenal dulu? Hahaha..." Sahutku sambil bercanda pula. Kami hanya tertawa aja.

"Oh iya, kenalin nih. Ini Marvell! Yang pernah gw ceritakan lewat telpon." Ucap Kenneth sambil mengenalkan sesosok cowok cakep yang berada disampingnya. Sosok cowok yang tingginya hampir lebih tinggi darinya, berkulit putih (chinese), berambut spike, dam memiliki sepasang mata coklat.

"Marvell!" Ucapnya sambil tersenyum dan menulurkan tangannya untuk brjabat.

"Mario!" Sahutku sambil tersenyum.

Lalu aku melirik kearah Kenneth dan menggodanya.
"Jadi ini yang namanya Marvell? Cieee... Cieeee.... Cakep kok bro! Hehehe..." Ucapku sambil melirik kearah Kenneth dengan cengengesan. Menggodanya.

"Apaan sih loe?!" Sahutnya sambil tersenyum. Wajahnya memerah. Aku dan Marvell hanya tertawa melihat ekspresi Kenneth yang menahan malu itu. Wajahnya Marvell pun terlihat agak memerah.

Sebagai sahabatnya, aku udah tahu mengenai orientasinya. Begitupun dengannya yang juga udah mengetahui orientasiku. Kami sering saling curhat dan saling mendukung satu sama lain. Saat aku putus dengan Kevin, dia yang selalu menghiburku. Sahabat terbaikku deh!

... ... ...

Malamnya Kenneth dan Marvell mengajakku ke cafe. Tentunya setelah aku istirahat dulu setelah menempuh perjalanan jauh (dari Apeldoorn). Cafe ini dulunya jadi tempat favorite kami tuk nongkrong. Bahkan tak jarang jadi tempat kami tuk double-date. Kenneth dengan Teddy (mantannya) dan Aku dengan Kevin.

Setelah putus dari Kevin, aku memutuskan untuk berhenti kuliah dari kampusku yang lama, lalu mendaftar ke suatu universitas di sana (Apeldoorn). Tentunya dengan jurusan berbeda pula. Soalnya mama menghendaki agar aku mengambil jurusan yang sesuai dengan keinginannya. Mungkin karena saat itu aku sendiri sedang galau, makanya aku memutuskan untuk mengikuti kemauannya mama tersebut.

"Bro, gimana keadaan tante? Baik-baik aja kan?" Tanya Kenneth padaku.

"Puji Syukur bro! Nyokap baik-baik aja di sana. Oh iya, nyokap nitip sesuatu buat loe!" Ucapku sambil mengambil bingkisan yang dititipkan mama buat dia.

Mama memang udah kenal sama Kenneth dan tergolong dekat. Kenneth pun udah dianggap seperti anaknya juga. Setiap kali mama datang ke Jogja dulu Kenneth sering maen ke rumah, makanya dia juga bisa deket dengan mama.

"Wowww! Sampaikan terimakasih buat tante! Hehehe..." Sahutnya dengan antusias.

"Hmmmm... Jadi kalian udah 2 tahun nih?" Ucapku sambil melirik kearah mereka secara bergantian sambil tersenyum. Wajah mereka terlihat agak memerah. Kenneth memang udah sering menceritakan perihal hubungan mereka lewat telpon maupun e-mail.

"Iya, udah 2 tahun bro..." Sahut Kenneth dengan malu-malu lalu menatap Marvell dengan lembut. Begitupun Marvell, dia juga menatap Kenneth dengan lembut. Duh, aku mendadak aku jadi merasa seperti obat nyamuk aja deh! Hahaha...

"Ehemmm...! Gw masih di sini loh!" Ucapku sambil menggoda mereka. Wajah mereka semakin terlihat memerah.

"Ah, rese deh loh!" Sahut Kenneth sambil menjitak kepalaku. Akhirnya sikap kekanak-kanakan kami kembali lagi seperti dulu. Saling mengejek dan jitak-jitakkan seperti dulu. Marvell hanya melihat ulah konyol kami dengan tawanya.

"Oh iya, terus loe sendiri gimana?" Tanya Kenneth sambil tersenyum.

"Gw? Hmmm... Seperti yang sering gw cerita sama loe di telpon. Seperti inilah..." Sahutku sambil tersenyum garing.

Setelah putus dengan Kevin aku memang sudah tidak memiliki hubungan yang spesial dengan orang lain lagi. Memang sih selama di Apeldoorn aku pernah dekat dengan beberapa orang di sana. Namun entah mengapa aku enggak memiliki gairah untuk melanjutkannya dengan hubungan yang lebih jauh lagi. Setelah 'melakukan' dengan mereka, aku cenderung mengindari mereka di kemudian hari. Aku masih belum bisa melupakannya hingga saat ini.

"Bukannya loe juga sempat cerita klo loe lagi deket dengan... siapa tuh namanya? An..An...Andrew...?" Tanya Kenneth sambil berpikir sejenak.

"Andherson?" Sahutku sambil membetulkan nama yang dia sebutkan.
"Hmmm... Enggak berakhir lama... Gw merasa kurang nyaman dengannya... Gw........."

Mendadak aku terdiam. Aku seperti merasakan suatu kehangatan yang melingkupiku di tempat ini.

"Bro, loe kenapa?" Tanya Kenneth melihat perubahan yang mungkin terlihat dari mimik dan juga ekspresiku yang mendadak berubah. Tiba-tiba...

Bersamamu aku merasakan seperti orang
yang paling istimewa ...
Bersamamu aku seperti bintang-bintang
yang s’lalu bersinar ...
Aku bahagia, aku bahagia ...

Mataku membulat dengan sempurna.
"Lagu ini....?" Desisku.

Kenneth lalu menatapku dengan sendu sambil menggenggam tangannya Marvell. Sepertinya Kenneth ngerti dengan apa yang aku rasakan, begitupun Marvell. Sepertinya Kenneth udah cerita ke Marvell soalku.

Bersamamu aku merasakan kedamaian
yang tiada terkira ...
Bersamamu aku seperti matahari
yang s’lalu menyinari ....
Aku bahagia, aku bahagia ...

Akupun menoleh kearah sosok yang menanyikan lagu itu secala live. Tubuhku mematung melihat sosok itu.

Bagiku hanya kau yang terindah
diantara bunga-bunga itu ...
Bagiku hanya kau yang terindah
diantara bunga-bunga itu ...
Bagiku kaulah segalanya ...

"Kevin..." Desisku dengan suara yang nyaris berbisik. Tubuhku terasa berdetar. Jantungku kembali berdetak dengan kencang. Seperti yang pernah aku rasakan 4 tahun yang lalu. Saat masih bersamanya dulu.

Bersamamu aku bagai langit
yang selalu menaungi hatimu ...
Bersamamu aku seperti pelangi
yang menghiasi duniamu ...
Aku bahagia, aku bahagia ...

Tanpa diduga matanya menatap kearahku. Matanya membulat dengan sempurna. Wajahnya yang dulu agak chubby kini berubah agak tirus. Begitupun sosok tubuhnya yang dulu terkesan berisi sekarang nampak agak ceking. Kurus. Wajahnya tak seperti dulu yang selalu ceria dan terawat. Kini tak seperti dulu lagi.

Bagiku hanya kau yang terindah
Diantara bunga-bunga itu ...
Dia melanjutkan lagu itu dengan suara yang terkesan bergetar sekarang. Seperti orang yang sedang menangan tangis. Matanya tampak berkaca-kaca sambil menatapku dengan intens. Tergambarkan perasaan kangennya yang mendalam yang tergambar dari caranya menatapku.
Bagiku hanya kau yang terindah
Diantara bunga-bunga itu ...
Bagiku kaulah segalanya ...

*** *** ***

Kevin POV.

Selesai bernyanyi, aku segera melangkah pergi menuju tempat yang tadi ditempati sosok itu. Namun hanya sosok Kenneth dan bfnya yang masih berada di situ. Sewaktu aku akan menyelesaikan lagu itu, lagu kenangan kami, aku lihat dia berdiri lalu meninggalkan tempat ini.

"Kenneth, itu Rio kan?! Dia kemana, Neth! Dia kemana?" Tanyaku dengan kebingungan.

"Hi, Kevin." Sapa Kenneth dengan senyum simpul.
"Iya, itu Rio... Rio yang selalu kamu cari..." Lanjutnya.

Ada kelegaan dalam hatiku setelah mendengar jawaban Kenneth. Tapi sekarang dia kemana... Rio...

"Terus dia kemana, Neth?" Lanjutku dengan penuh berharap.

"Dia baru aja balik. Mungkin masih diparkiran... Klo loe mau............." Belum juga dia selesai menjawab, aku segera berlari meninggalkan mereka. Aku keluar dari pintu masuk lalu menuju kearah parkiran.

*** *** ***

Mario POV.

Dengan langkah yang perlahan aku mendekati mobilku yang telah terparkir sejak tadi. Aku menutup mataku sejenak. Membayangkan wajahnya yang tadi telah aku tatap. Ada jutaan rasa kangen yang menyeruak dalam dadaku. Tapi, apakah mungkin............

"Rio........."

Mataku membulat lagi. Akupun menoleh kearah belakangku. Sesosok pria yang amat sangat aku cintai hingga saat ini tampak berdiri kaku menatapku dengan tatapan yang menampakkan adanya cahaya kebahagian yang terpancar dari matanya itu. Mungkin karena selama 4 tahun tak berjumpa, akhirnya bisa berjumpa lagi? Namun tatapan matanya perlahan mulai terlihat sendu.

"Kevin..." Desisku sambil menatapnya.

Tatapan matanya masih seperti dulu. Terlihat bercahaya meski terkesan sendu kini. Sosok Kevin yang aku kenal. Meskipun wajahnya udah agak berubah dibandingkan seperti yang dulu, aku masih mengenalnya. Tentu saja akan selalu aku kenal.

"Apa kabar Vin?" Ucapku sambil agak basa-basi.

Kevin tak menjawabnya, namun dia mendekatiku dengan cepat lalu memelukku dengan erat. Tubuhnya terasa berguncang dalam pelukanku. Semua rasa rinduku akhirnya terbayar sudah dengan merasakan pelukannya itu. Akupun mengelus rambutnya dengan lembut.

Aku tak perduli lagi dengan tempat umum ini. Mungkin semenjak aku tinggal di suatu tempat yang sangat menghargai kaum kami untuk bebas berekspresi yang membuat aku akhirnya agak enggak perduli dengan orang lain yang mungkin menatap kami dengan heran.

Perlahan aku melepaskan pelukannya, lalu menatap wajahnya dengan lembut.
"Kamu kok sekarang sekurus ini Vin...?" Tanyaku dengan lembut. Dia hanya tersenyum menanggapi pertanyaanku tersebut.

"Maafkan aku Rio..." Ucapnya akhirnya.

"Maafkan untuk?" Sahutku dengan lembut.

"Aku......."

"Ikut aku yuk...!" Ajakku sambil memotong ucapannya.

Matanya membulat, lalu akhirnya tersenyum dibarengin matanya yang mulai berkaca-kaca lalu mengangguk tanda setuju. Aku mengajaknya masuk ke dalam mobil lalu mobilku pun mulai melaju perlahan meninggalkan tempat ini.

Sesaat sebelum mobilku jalan tadi, aku sempat melihat Kenneth dan Marvell dan tampat berdisi di depan pintu cafe. Wajah sahabatku tersebut tampak tersenyum kearahku, lalu menatap kearah Marvell. Mereka saling menatap sambil tersenyum lembut.

Aku dan Kevin hanya canggung di dalam mobil. Tak banyak obrolan yang kami lakukan di dalam mobil. Paling hanya sekedar saling menanyakan keadaan masing, aktivitas masing, dan beberapa pertanyaan tak penting lainnya.

... ... ...

Akhirnya, setelah sampai di tempat tujuan, aku memberhentikan laju mobilku dengan perlahan. Kami telah sampai di suatu tempat yang kerap dikatakan orang-orang sebagai 'bukit bintang.' Memang bukan bintang beneran yang disajikan ditempat ini sebagai pemandangan, melainkan lampu-lampu dari perkotaan yang disaksikan menyala dari kejauhan seperti hamparan bintang yang terang dengan indahnya.

Aku dan Kevin masih diam seribu bahasa di dalam mobilku. Dengan canggung akhirnya aku mengajaknya keluar.

"Kamu masih ingat tempat-tempat di sekitar Jogja rupanya ya.." Ucapnya akhirnya setelah sekian lama membisu. Wajahnya menunjukkan senyumannya meski terkesan agak kaku karena grogi.

"Tentu saja aku ingat... Meskipun udah lama tinggal di sana, aku selalu kangen Jogja kok.." Sahutku sambil tersenyum pula sambil menatapnya. Wajanya memerah, lalu akhirnya senyuman tulusnya pun akhirnya terpancar dari wajahnya.

Sesaat aku mematung menatap senyumannya itu. Itu senyuman yang selalu aku rindukan. Akupun akhirnya memeluknya dengan segera. Tubuhku kini bergetar dalam pelukannya. Tak lama akupun mulai merasakan pelukannya mulai ikutan bergetar. Sepertinya tubuhnya ikutan bergetar.

"Aku... aku kangen kamu Vin..." Ucapku dengan jujur. Airmata yang sedari tadi aku tahan akhirnya menetes juga. Hanya isakannya yang menyahut ucapanku itu.

Cukup lama kami berpelukan seperti itu. Kami tak menghiraukan para pengujung lain yang juga menikmati pemandangan di tempat itu. I don't care!

Setelah melepaskan pelukan kami, kamipun kembali terdiam lagi.

"Sekarang.. kamu pacaran dengan siapa Vin...?" Tanyaku sambil menatap matanya.

"Aku..." Dia hanya menggeleng pelan tuk melanjutkan kata-katanya barusan. Terlihat adanya kejujuran yang terpancar dari matanya itu. Entahlah, mudah-mudahan tebakanku itu benar.

"Sekarang aku jadi penyanyi di cafe itu, Rio..." Lanjutnya dengan tersenyum lembut sambil menatap pemandangan lampu-lampu yang seperti hamparan bintang itu.

"Sejak kapan?" Timpalku dengan lembut.

"Udah 2 tahun ini..."
"Soalnya, selain Merapi View, tempat itu juga menyimpan kenangan manis buatku..."
"Tempat dimana kita pernah tertawa bersama... tempat dimana kamu juga pernah menembakku dulu...." Lanjutnya dengan suara yang kini terdengar terisak.

Akupun terdiam sejenak. Menatap wajahnya yang menahan tangis sambil menatap lampu-lampu itu. Lalu aku membelai rambutnya dengan lembut. Dia kaget, lalu menatapku dengan wajahnya yang memerah dan matanya yang telah meneteskan beberapa tetes airmata penyesalannya.

Akupun mendekatkan wajahku ke wajahnya. Dadaku terasa bergemuruh menahan detak jantungku yang kian berdetak semakin kencang. Matanya menutup dengan perlahan. Nafasnya terasa menerpa wajahku. Lalu....

"Cup..." Ciuman lembutku akhirnya tercipta setelah bibirku bersentuhan dengan bibirnya.

Gairah cintaku yang sempat hancur karena kekecewaan yang teramat sangat akhirnya bersemi kembali. Aku masih mencintai dia. Sangat masih mencintainya.

"Rio...." Desisnya perlahan seakan-akan berbisik karena terkejut.

"Vin..."
"Kalau aku menyerahkan hatiku lagi... apakah kamu mau berjanji untuk tidak mencabik-cabiknya seperti dulu...." Tanyaku dengan lembut. Seakan-akan seperti orang yang sedang mengemis-ngemis, agar hatinya tak disakiti lagi.

"Tentu saja Rio! Aku janji! Aku janji tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi! Aku janji!" Sahutnya dengan lantang. Wajahnya memerah, matanya berkaca-kaca dan senyum semangatnya mulai tampak dari wajahnya yang manis itu. Wajah manis yang mulai kelihatan dewasa seiring dengan usianya. Setelah dia menangis tadi, dia sempat mengusap matanya dan air matanya hingga kini hanya cuma berkaca-kaca saja.

"Jadi, kamu mau kan mengulang lagi kisah kita dari awal, Rio?" Lanjutnya sambil tersenyum senang.

Aku hanya menggelengkan kepalaku. Senyumnya mendadak kelihatan pudar.

"Aku enggak mau memulainya dari awal.........." Sahutku agak menggantung. Lalu...
"Aku mau... Kita memperbaiki yang sebelumnya telah rusak........" Lanjutku sambil tersenyum lembut kearahnya. Wajahnya kelihatan tersenyum perlahan. Matanya tetap berkaca-kaca.

"Aku mau kejadian lalu jadi pembelajaran aja buat kita. Buat kita kenang, semata-mata untuk mengingatkan kita, kalau kesetiaan adalah hal yang sangat penting agar kita bisa menjaga hubungan kita semakin baik lagi. Kamu mau kan?" Lanjutku lagi.

"Iya, Rio... Aku mau!" Sahutnya sambil mengangguk dengan antusias sambil tersenyum senang. Sedangkan airmata bahagianya akhirnya menetes, melengkapi senyuman manisnya yang amat indah itu.

"Jadi... kita berbaikan lagi...?" Komentarnya dengan agak menggantung. Seakan-akan meminta kepastian dariku.

"Iya, kita baikkan lagi Vin... Sahutku sambil tersenyum. Mataku yang sedari tadi berkaca-kaca juga akhirnya meneteskan beberapa tetes airmata juga. Seperti halnya dia.

Kevin lalu memelukku lagi. Terasa hangat seperti tadi. Sangat sangat kurasakan.
"Kamu mau kan melupakan kata putus yang sempat aku ucapkan dulu...?" Lanjutku sambil terus memeluknya dengan erat.

"Iya, Rio... Dan makasih udah mau beri aku kesempatan yang kedua..." Sahutnya sambil terus memelukku dengan erat...

"Jangan sakiti aku lagi Vin... Aku sangat mencintaimu..."

"Aku juga sangat mencintaimu Rio... Aku janji dengan nyawaku sendiri, aku tidak akan pernah menyakitimu lagi... Aku janji...

... ... ...

Cinta sejati tidak dapat dirasakan hanya saat kita sedang bahagia dan sedih bersama saja. Apa artinya cinta kalau hanya disakiti sedikit tapi kita malah melupakan cinta itu. Hanya karena kekecewaan sesaat, malah kita melupakannya dan menggantikannya dengan cinta yang baru.

Cinta sejati tidak hanya timbul hanya karena kita saling mencintai saja. Atau saling berbagi saja. Tapi cinta sejati itu akan timbul, kalau kita tetap menjaga rasa cinta yang sebelumnya telah terkoyakkan oleh perasaan sakit yang teramat sakit dan kita mau belajar dari perasaan sakit itu untuk mengetahui bagaimana sebenarnya cara menjaga agar cinta itu agar tidak terkoyakkan lagi.

Cinta sejati butuh pengorbanan. Bukan hanya mengharapkan kesenangan semata, apalagi malah mengharapkan pengorbanan dari oranglain.

Tapi apabila pengorbananmu malah tetap sia-sia, berarti cinta sejatimu memang bukan berada pada sosok yang kamu cintai itu. Mungkin cinta sejatimu masih tersembunyi diantara orang lain yang berada diluar sana...

~ FIN ~

Berikan jejaknya ya...
Berikan komentar yg membangun..

0 komentar:

Posting Komentar