VIRGINITY
TOK.TOK.TOK !!
Suara ketukan pintu mengagetkanku. Aku yang masih terjaga, melongok jam dinding, jarumnya tegak menunjuk ke arah jam 2 malam. Dia pasti baru pulang clubbing.
“sebentar” sahutku lalu buru-buru membukakan pintu. Begitu ku buka, dia masih tampak kepayang di pelukan seorang pria yang berbeda dengan pria minggu yang lalu. Mereka tampak mabuk.
“nih, temen lu. Thanks ya” katanya sambil mengerlingkan mata kirinya. Aku bergidik. Vino terkulai di pelukanku, wajahnya masih merah karena mabuk, senyumnya masih terpasang entah senyum pada siapa, sedangkan matanya hanya bisa terbuka ¼ kelopak mata. Dia benar-benar maniak.
Aku tergopoh membopongnya ke dalam kosan. Berat juga ni anak. Saat ku rebahkan ia di kasur, terjatuh beberapa benda dari tas-nya.
“ya ampun” ocehku pelan sambil memunguti satu persatu kotak kondom yang masih tersegel, jumlahnya sekitar 30 kotak. Persiapan yang sangat matang.
Laki-laki yang baru datang dan tampak mabuk itu namanya Vino. Dia teman kosanku sejak 5 bulan terkahir. Dia baik, tampan, pintar, supel, ramah pokoknya semua keriteria baik dia punya. Akan tetapi 1 kelemahannya, dia seorang gay dan sangat tergila-gila kepada sex. Dia sering bilang, kita ini bukan nabi tidak melakukan dosa pun kita akan masuk neraka, jadi apa bedanya dengan melakukan dosa?. Benar-benar pilosofi yang aneh. Jangan diikuti ya.
Berbeda jauh denganku, aku hanyalah laki-laki biasa yang cukup introvert. Meskipun aku dan Vino sudah tinggal di kosan ini selama 5 bulan, tapi tak sekalipun aku pernah curhat padanya. Bukan karena tidak percaya, tapi memang seumur hidupku aku tidak pernah melakukan hal itu.
Aku menutup laptop yang sejak tadi menemaniku terjaga. Lalu merebahkan diri di kasur dan mulai menghitung domba agar cepat terlelap.
* * *
“udah bangun Vin?” tanyaku saat melihatnya tiba-tiba terduduk.
Ia hanya mengangguk dengan mata yang masih sulit terbuka.
“jam berapa sekarang?” tanyanya.
“jam 8” jawabku
“kamu mau pergi?”
Aku hanya mengangguk.
“dengan Saga lagi?”
Aku mengangguk lagi. “hati-hati, nanti kau malah suka dengan Saga” katanya asal lalu membuang tubuhnya ke kasur lagi. Aku hanya tertawa kecil.
“aku pergi dulu ya” kataku lalu melempar kepala Vino dengan bantal.
“kurang ajar kau Eri!!” katanya sambil tertawa.
Laki-laki yang sedang menungguku di bawah adalah Saga. Dia teman baikku sejak SMA, dan sekarang kami masuk universitas yang sama meskipun beda fakultas. Aku beruntung punya sahabat seperti Saga. Dia sangat baik dan perhatian padaku. Sebenarnya ucapan Vino tadi ada benarnya, aku memang suka dengan Saga begitu juga dengannya. Kami terjebak dalam ikatan tanpa status.
“udah siap?” tanya Saga saat aku sudah duduk di boncengannnya.
“yap!!” jawabku.
“berangkat!” ujarnya lalu meng-gas motornya dengan cepat.
Pagi ini aku dan Saga berencana mencari buku-buku untuk menyelesaikan tugas kuliah yang semalaman tadi belum juga ku selesaikan. Saga menarik tanganku untuk melipat di pinggangnya.
Setelah selesai mencari buku yang aku butuhkan. Saga memberhentikan motornya di depan sebuah rumah besar yang bukan lain adalah rumah miliknya. Sudah hampir 1 bulan aku tidak main ke kediaman Saga.
“welcome home!” ujar Saga, lalu membukakan helmku.
“aku bisa sendiri tahu” kataku
“aku masih berpikir kamu engga bisa apa-apa” jawabnya sambil mencolek daguku, ia tertawa sedangkan aku mendesis kesal.
“hallo ri, ya ampun udah lama banget engga maen” sapa ibunya Saga dengan sangat ramah. Ia sendiri sudah menjadi single parent sejak Saga berumur 15 tahun, dan ia sudah menganggap aku sebagai putranya juga. Saat kami tiba, ibunya sedang bersiap-siap untuk pergi karena ada urusan. Jadi, sore ini aku dan Saga hanya berdua di rumahnya.
“serius banget sih” kata Saga sambil membawakan segelas minuman dingin padaku. Aku yang sejak tadi duduk di tepi ranjang tak menoleh dan hanya terus membaca buku yang barusan aku beli. Saga ikut duduk di samping lalu dengan lembut mencium pipiku. Aku tersenyum.
“jangan ganggu” ujarku. Tapi dia tak peduli, malah sekarang menciumi leherku dengan sedikit bernafsu.
“Saga, aku sudah peringatkan…umm” belum sampai habis aku bicara ia sudah menutup bibirku dengan bibirnya. Karena sudah terlanjur, aku pun meletakkan buku lalu membalas ciumannya dengan mesra. Perlahan ia membaringkanku, ia ciumi leher dan dadaku. Ketika tangannya mulai membuka resletting celanaku aku langsung terkesiap.
“hentikan” kataku, Saga langsung menjauhkan wajahnya.
“maaf, aku tidak bermaksud”
“kamu kan tahu..”
“iya maaf, aku akan menunggumu sampai kamu benar-benar siap” katanya lalu menarik kepalaku hingga bersandar di dadanya.
Namaku Eri. Inilah aku, yang berbeda 1800 dengan Vino. Ku akui aku juga seorang gay sama seperti Vino dan ku akui aku menyukai Saga, sangat menyukainya. Tapi, entah kenapa aku mempunyai satu prinsip klasik dimana aku tidak mau menyerahkan keperawananku sebagai seorang gay kepada orang yang tidak akan berjanji untuk hidup denganku selamanya. Klasik kan? Mungkin bagi kaum hawa keperawanan sudah tidak perlu dipertanyakan lagi tentang kepentingannya, hal itu sangat penting dan bernilai. Tapi bagi kaum gay seperti aku, mungkin menjaga keperawanan adalah hal paling konyol yang pernah terpikirkan. Namun itulah aku, dengan segala sisi introvert yang aku miliki aku berusaha menegakkan prinsipku. Beruntung Saga tidak pernah mempermasalahkannya, ia sangat sabar menungguku hingga benar-benar yakin bisa menyerahkan semua padanya. Hal itulah yang membuatku sangat menyukainya.
[Vino’s Side]
Aku berdiri di atas balkon. Memperhatikan Eri bersama temannya Saga. Kalau boleh jujur, aku suka sekali melihat kebersamaan mereka berdua. Sangat manis dan romantis. Pagi ini saja aku melihat Saga memakaikan helm pada Eri dengan lembut. Benar-benar pasangan yang serasi. Kadang aku curiga pada mereka, jangan-jangan mereka pacaran, tapi aku tak pernah mempertanyakannya pada Eri karena ku pikir itu urusan mereka dan aku terlalu takut hubungan baikku dengan Eri jadi berantakan. Eri itu anak yang baik, ia bahkan sama sekali tidak jijik yang melihatku setiap minggu pulang larut dengan pria yang berbeda-beda. Bahkan pernah aku kepergok sedang bermesraan di kosan bersama temanku, tapi dia hanya menyarankanku untuk mengunci pintu jika sedang bermain-main.
“dasar Eri” desisku sambil tersenyum melihat temanku itu ragu-ragu melingkarkan tangannya di pinggang Saga. Mereka pun pergi.
Hari semakin matang. Weekend seperti ini biasanya aku hanya menghabiskan waktu dikosan sambil bermalas-malasan dan hanya menonton acara musik di TV. Tak terasa begitu sore datang, hujan turun dengan lebatnya. Aku jadi kepikiran Eri dan Saga, mereka pasti kehujanan. Benar saja tak begitu lama, mereka berdua pulang dengan baju yang basah semua. Begitu aku membuka pintu, Saga memapah tubuh Eri. Ia hanya mengenakan kaos tipis, sedangkan jaketnya ia berikan untuk menghangatkan Eri. Dengan sigap, Saga mendudukkannya di lantai, lalu membuka semua pakaian Eri yang basah kemudian menyelimutinya. Tanpa basa-basi Saga mengangkatnya lalu merebahkan Eri di kasur. Aku hanya tertegun melihatnya.
“Eri kenapa?” tanyaku
“aku engga tahu, tiba-tiba aja badannya panas tinggi saat kena hujan tadi” ujar Saga dengan tampang yang masih tak karuan, mungkin karena khawatir. Ia lalu mencari-cari waskom untuk diisinya dengan air hangat dari dispenser. Kemudian ia melepas kaosnya lalu di perasnya untuk mengeluarkan air dari kaosnya, ia menggunakan kaos itu untuk meng-kompres Eri. Ia menghela napas.
Oh god, inikah Saga? Seseorang yang selalu ku lihat dari kejauhan saat bertemu dengan Eri. Aku tertegun melihat tingkahnya sore ini. ia benar-benar sangat perhatian dan membuatku terkesima.
“maaf, kamu Vino ya?” tebak Saga. Aku mengangguk polos.
“kamu Saga kan?” tanyaku balik, ia pun mengangguk sambil mengambil kaosnya lalu membasahinya dengan air hangat lagi dan meletakkannya di atas dahi Eri. “mungkin Eri cuma kecapean. Semalam ia mengerjakan tugasnya sampai larut” lanjutku berusaha menenangkan Saga. Ia tersenyum sambil memandangi wajah Eri yang memerah saking tinggi suhu badannya.
“aku takut terjadi apa-apa padanya” ujar Saga.
Aku beranjak ke dapur kecilku hendak mengambilkan Saga air putih, begitu aku kembali Saga sudah terbaring di samping Eri sambil menatapnya dengan penuh kasih sayang.
* * *
Pagi-pagi begini aku sudah nongkrong di cafe tempat teman-teman sesama berkumpul. Aku yang biasanya ceria, entah kenapa pagi ini hanya ingin duduk sendirian di pojok café yang berdekatan dengan jendela besar. Sambil memutar-mutar sendok kecil di cangkir cappuccino, aku melamun.
“hey…ngelamunin apa sih?” sapa Adith tiba-tiba. “masih juga pagi” lanjutnya.
“ganggu aja lo” ocehku merasa terusik.
“galak banget, belum puas ya kemaren malem?” ujarnya. Aku hanya diam, sedang tidak bernafsu untuk mengobrol. Karena kesal aku cuekin, akhirnya Adith pergi meninggalkanku.
Entah kenapa pikiranku masih saja mengingat kejadian kemarin sore, saat Saga benar-benar memperlakukan Eri dengan sangat perhatian dan penuh ketulusan. Sungguh seumur hidup aku tidak pernah melihat apalagi merasakan laki-laki seperti Saga. Aku jadi terus kepikiran. Beruntung sekali Eri punya Saga yang selalu ada disaat ia membutuhkannya, tidak seperti aku yang hanya bisa menjalani cinta satu malam saja itu pun hanya demi kenikmatan sesaat. Seandainya aku punya seseorang seperti Saga.
“Saga?” aku melihat Saga mengendarai motornya di tepi jalan. Ia berhenti karena lampu merah sedang menyala di sana. Ia pasti hendak pulang dari kosanku. Aku segera berlari keluar dari café, saat aku sudah di luar lampunya berubah menjadi hijau, Saga pun segera menjalankan motornya cepat-cepat. Kenapa denganku?
[Eri’s Side]
Badanku sakit semua dan kepalaku terasa berat. Saat ku buka mataku, ada sepasang mata juga yang sedang terpejam. Vino? Bukan, Vino tidak memiliki alis tebal seperti itu. Saga? Rupanya ia menginap disini semalam. Aku bangkit, lalu duduk. Ku cari-cari Vino tapi tidak ada, mungkin ia sedang mencari sarapan.
“udah bangun?” tanya Saga sambil mengusap-usap matanya.
“udah”
“udah baikan?” tanyanya lagi sambil meletakkan tangannya di dahiku. Aku mengangguk.
“syukur deh, aku khawatir banget sama kamu kemarin”
“aku engga apa-apa kok”
“kata Vino kamu kecapean karena semalaman suntuk ngerjain tugas ya?” tebak Saga. Vino? Jadi semalam Saga bertemu dengan Vino? Padahal selama aku kos bersama Vino, Saga belum pernah bertemu dengannya, hanya dengar dari yang aku ceritakan.
“aku sudah engga apa-apa, pulanglah” kataku.
“engga”
“kenapa?”
“engga sebelum kamu menciumku”
Aku langsung mencium pipi yang ia dekatkan ke mulutku, tapi begitu dekat ia langsung bergerak dan memberikan bibirnya. Bibir kami pun bertautan. Aku hendak menjauh tapi Saga menahan kepalaku agar bibirnya bisa terus melumat bibirku.
“aku sayang sama kamu ri” katanya pelan. Aku hanya tersenyum.
“sudah, pulang sana”
“baiklah-baiklah, aku akan pulang. Jangan kangen loh” katanya sambil bangkit lalu mengambil jaketnya dari lantai.
“eh, jaketmu masih kotor biar aku yang cuci besok aku kembalikan”
“engga usah”
“benar engga usah??”
“umm, ya udah deh kalau kamu maksa” katanya
“dasar”.
[Vino’s Side]
Hari ini kacau, tiba-tiba laptopku nge-hang dan engga bisa digunakan lagi. Padahal semua tugas kuliahku ada disitu semua. Aku menutup telingaku dengan headset. Setelah keluar kelas aku berencana memperbaiki laptopku, tapi begitu aku ke parkiran tampak Eri dan Saga disana, mereka duduk duduk berdampingn di bawah pohon rindang. Eri membaca buku di samping Saga, sedangkan Saga hanya menikmati musik dengan headset yang dipakai mereka berdua, satu di telinga Eri dan satunya di telinga Saga.
“mereka itu, manis sekali” ocehku dalam hati. Tiba-tiba musik di headsetku berganti,
Tuhan,
tolong aku ku tak dapat menahan
rasa di dadaku, ingin aku memiliki
namun dia ada yang punya,
Lagu apa ini??!!! Aku buru-buru mengganti lagunya dengan lagu lain lalu segera mengambil motorku.
Setelah selesai menitipkan laptop di sebuah service laptop di mall, aku tidak mau cepat pulang. Ku pikir menonton bioskop sebentar, asyik juga. Sebelum masuk ke ruang theater aku sempatkan diri untuk buang air kecil terlebih dulu, aku takut kalau-kalau sedang asyik nonton nanti malah kebelet, kan engga seru.
“ehm” ujar seorang laki-laki di sampingku. Ia memandangiku dengan sangat lekat memperlihatkan pandangan mesumnya. Aku menoleh-noleh ke arah lain, tidak ada siapa-siapa.
“kenapa?” tanyaku. Bukannya jawab dia malah menaikkan satu alisnya sambil menunjuk ke arah penisnya. Rupanya dia ingin diservice. Aku tersenyum. Kemudian mengajaknya masuk ke dalam kamar mandi. Lumayan, sebelum nonton film aku buat film pribadi dulu lagipula laki-laki itu lumayan tampan juga. Dengan bernafsu ia membuka relettingnya lalu menyodorkan penisnya yang sudah tegang dan berdir tegak. Tanpa malu-malu ku lahap dan ku hisap sampai ia berdesis keenakan. Hanya berlangsung 5 menit dia langsung tidak tahan ingin mengeluarkan spermanya.
“thanks ya” katanya sambil memberikan beberapa uang lembaran ratusan ribu.
“santai aja, aku juga memang lagi ingin” jawabku santai lalu ngeloyor keluar toilet. Begitu aku keluar, ternyata ada Eri dan Saga hendak masuk ke dalam theater dan kebetulan theater kita sama. aku duduk tepat di belakang mereka duduk. Selama menonton aku jadi tidak memperhatikan filmnya melainkan memperhatikan kedekatan mereka berdua. Dipertengahan film, ku lihat Saga menjatuhkan kepalanya dibahu Eri lalu Eri memukulnya karena ia ingin Saga menonton film itu bukannya tidur, tapi Saga tidak bisa menahan kantuk akhirnya Eri membiarkan Saga tidur di bahunya.
Setelah selesai menonton film, aku tidak langsung pulang. Aku mengambil laptopku dulu.
“ini laptopnya sudah selesai” kata si penjaga.
“oh iya, thanks ya” jawabku.
“kapan-kapan boleh gak kita kayak di video di laptopmu itu?” bisik si penjaga padaku. Aku terkejut, ia pasti sempat melihat koleksi video gayku di laptop ini. Aku tidak bisa menolak, apalagi dia seorang Chinese seksi dengan perawakan yang sangat aku suka.
“sekarang juga bisa” jawabku menantang.
“oke” ia pun segera mengajakku pergi ke lantai paling atas dari mall ini, disana ada banyak toko-toko kosong yang masih belum ada yang menyewanya. Ia membuka salah satunya lalu mengajakku masuk ke sana. Begitu kami masuk, ia langsung memelukku dari belakang. Menciumi leherku, lalu membuka semua baju yang ku pakai begitu juga dengan dirinya. Ia ciumi punggungku sampai ke pantaku. Kemudian ia membimbing wajahku untuk melumat habis penisnya. Ia mendesah keenakan, sementara aku puas mendengarnya. Tak lama ia langsung mendorongku menghadap ke arah tembok, lalu menarik pinggangku agar posisiku menungging ke arahnya. Karena aku tahu ia pasti ingin memasukkan penisnya ke pantatku aku segera mengambil kondom persediaan di tas. Aku memakaikan kondom di penisnya dan dengan begitu ia segera memasukkan penisnya ke pantatku.
“arghhhhh…arghhhh” desahnya merasakan kenikmatan yang sudah ia dapakan dari ku. Tidak sampai 10 menit ia pun orgasme.
Akhirnya aku pulang juga. Hari yang unik, aku bisa melampiaskan nafsu-ku dengan 2 orang yang berbeda dalam 1 hari. Benar-benar seperti mimpi. Belum sempat aku membuka pintu, aku mendengar suara Eri dan Saga tertawa lepas, begitu ku lihat dari jendela rupanya mereka berdua sedang main kartu dengan wajah yang sudah penuh dengan coretan bedak. Diantara mereka berdua Eri-lah yang wajahnya paling banyak di coret. Dan saat ku lihat kali ini, Eri kalah lagi dari Saga. Maka Saga pun mencoret lagi pipi Eri, tapi karena Eri berusaha menghindar bedak itu justru mengenai matanya.
“maaf-maaf” kata Saga sambil mendekat lalu meniup mata Eri. Keduanya berpandangan sebentar lalu Saga mencium mata Eri.
“sudah kan?” kata Saga lembut.
“Umm” Eri tersenyum sambil mengangguk.
Rasanya, aku harus mengakui hal ini, bahwa aku sangat iri dengan mereka. Iri dengan kebersamaan yang mereka lalui, iri dengan Eri karena telah memiliki Saga yang sangat baik padanya. Tuhan, aku harus bagaimana? Ku pikir aku sudah bahagia dengan hidupku yang seperti ini, tapi ternyata ada cerita hidup yang lebih bahagia menurutku.
[Saga’s Side]
Aku baru saja pulang dari kampus. Sebenarnya aku akan menemani Eri untuk mengerjakan tugas kuliahnya, tapi Eri masih belum selesai jadi ia memintaku untuk ke kos-nya duluan. Saat aku tiba di kos-nya hujan turun. Pas sekali, aku jadi tidak kebasahan.
“hai Vin” sapaku pada Vino.
“hai,” katanya lalu melihat ke belakangku. “mana Eri?” tanyanya.
“oh, dia belakangan” jawabku. Aku pun masuk ke dalam kosannya lalu meminjam handuk Eri untuk mengeringkan rambutku yang sempat terkena hujan. Melihat Vino yang masih sibuk di depan laptopnya aku jadi penasaran.
“ngerjain tugas Vin?”
“engga”
“kirain” jawabku.
“mau lihat?” tawar Vino. Aku hanya diam, sedangkan Vino mendekatkan laptopnya padaku. Dan saat aku lihat, ternyata Vino sedang menikmati video porno gay. Aku yang belum terbiasa hanya melihatnya karena penasaran. Aku tak sadar kalau Vino memperhatikanku saat itu, maka tiba-tiba.
CUP
Ia mencium pipiku dengan cepat. Aku menoleh kaget, bukannya minta maaf ia malah menyambar bibirku lalu mendorongku ke dinding.
“vin, jangan vin” kataku berusaha menghentikan aksinya.
“engga apa-apa, Eri pulangnya lama apalagi hujan” jawabnya sambil terus menciumi leherku. Ku akui ini nikmat sekali, Eri tidak pernah melakukan ini padaku. Tangan Vino berusaha melepas kaosku, dan entah kenapa aku tidak memberontak. Aku sungguh menikmatinya. Ia buka celanaku perlahan, begitu juga dengan calananya. Kini kami sama-sama telanjang. Dengan tangan lembutnya Vino mengocok penisku yang sudah tegang. Sedangkan bibirnya menghisap putingku dengan sangat nikmat. Aku tak bisa menahannya. Perlahan namun pasti ia menciumi dadaku, perutku lalu penisku. Ia pun melahapnya.
“Arrhhhhhhh” erangku tak kuasa menahan nikmat. Tiba-tiba ia memakaikan kondom di penisku lalu ia masukkan penisku ke dalam lubang pantatnya. Oh god, ini nikmat sekali. Aku terduduk sambil bersandar di dinding sedangkan ia duduk di pangkuanku sambil naik turun menciptakan rasa nikmat yang tiada duanya. Vino ikut mendesah, dan itu membuatku semakin bergairah. Tiba-tiba,
“Saga?!!” Eri sudah berdiri di depan pintu.
* * *
[Eri’s Side]
Perasaanku memang sudah tidak enak sejak hujan turun. Itulah sebabnya kupaksakan untuk pulang meskipun akan basah kuyup. Dan firasatku benar, setelah tiba di kosan aku melihat Saga dan Vino sedang bersetubuh.
“Saga?!!”seruku.
Melihat aku yang berdiri dengan amarah, mereka langsung kalang kabut tak karuan. Vino menjauh dan mengambil pakaiannya begitu juga dengan Saga yang tak menyangka ada aku disana. Sungguh aku tak bisa berpikir, rasanya petir di luar menyambarku juga yang ada di dalam rumah ini. Otakku mati, aku tidak bisa berpikir apapun saat ini.
“ri, ini engga seperti yang kamu kira ri” ujar Saga sambil mencengkeran bahuku.
“ini salah aku ri, maafin aku ri” jelas Vino.
Aku tidak bisa berbicara, aku tidak bisa berpikir, aku tidak bisa mendengar penjelsan apapun dari mereka. Aku hanya berjalan mundur keluar lalu pergi menerobos hujan yang masih deras.
“ri, dengerin aku dulu ri, aku mohon!!” kata Saga sambil menarik tanganku.
“engga perlu” jawabku lemas.
“Eri hentikan!! Jangan cengeng seperti itu!!!” bentak Vino. Aku kaget, dia bersalah tapi sekarang malah membentakku.
“bodoh, harusnya kamu berpikir kenapa Saga mau bercumbu denganku!! Itu karena kamu tidak pernah memberikannya kan?!!” bentak Vino. Tak terasa tanganku melayang dan bersarang di pipi Vino.
BRRUUUUUUGGGG
Aku memukulnya hingga ia terjatuh.
“dasar gay murahan!! Yang ada di otakmu hanyalah sex!! Kau harus belajar membedakan apa yang namanya gay dan apa yang namanya maniak sex sesama jenis!!” bentakku.
Akupun pergi meninggalkan mereka.
* * *
[Saga’s Side]
Aku tahu, kau sangat marah terhadapku. Marah karena aku tidak bisa menjadi apa yang kau harapkan. Sungguh, kejadian itu diluar batas kendaliku. aku ingin terus bersamamu tak peduli tak bisa menyentuhmu sedikitpun, aku ingin terus melindungi meskipun aku yang harus menderita. Aku bangga pernah mengenalmu, kamu yang selalu bisa menjaga prinsipmu sendiri. Kau yang mengajarkanku bahwa menjalani hubungan gay, tidak harus identik dengan sex. Dan kau benar, kita bisa mengisinya dengan aktivtas yang biasa namun jadi luar biasa bila bersamamu.
“I love you Eri” bisikku.
Sekarang aku hanya bisa menatapmu dari kejauhan, karena aku terlalu malu untuk bisa berada di dekatmu. Aku selalu memperhatikanmu, saat kau berjalan, saat kau mendengarkan musik, saat kau membaca buku, dan saat kau menangis untukku. Aku akan selalu sabar menungumu kembali padaku.
FIN
Suara ketukan pintu mengagetkanku. Aku yang masih terjaga, melongok jam dinding, jarumnya tegak menunjuk ke arah jam 2 malam. Dia pasti baru pulang clubbing.
“sebentar” sahutku lalu buru-buru membukakan pintu. Begitu ku buka, dia masih tampak kepayang di pelukan seorang pria yang berbeda dengan pria minggu yang lalu. Mereka tampak mabuk.
“nih, temen lu. Thanks ya” katanya sambil mengerlingkan mata kirinya. Aku bergidik. Vino terkulai di pelukanku, wajahnya masih merah karena mabuk, senyumnya masih terpasang entah senyum pada siapa, sedangkan matanya hanya bisa terbuka ¼ kelopak mata. Dia benar-benar maniak.
Aku tergopoh membopongnya ke dalam kosan. Berat juga ni anak. Saat ku rebahkan ia di kasur, terjatuh beberapa benda dari tas-nya.
“ya ampun” ocehku pelan sambil memunguti satu persatu kotak kondom yang masih tersegel, jumlahnya sekitar 30 kotak. Persiapan yang sangat matang.
Laki-laki yang baru datang dan tampak mabuk itu namanya Vino. Dia teman kosanku sejak 5 bulan terkahir. Dia baik, tampan, pintar, supel, ramah pokoknya semua keriteria baik dia punya. Akan tetapi 1 kelemahannya, dia seorang gay dan sangat tergila-gila kepada sex. Dia sering bilang, kita ini bukan nabi tidak melakukan dosa pun kita akan masuk neraka, jadi apa bedanya dengan melakukan dosa?. Benar-benar pilosofi yang aneh. Jangan diikuti ya.
Berbeda jauh denganku, aku hanyalah laki-laki biasa yang cukup introvert. Meskipun aku dan Vino sudah tinggal di kosan ini selama 5 bulan, tapi tak sekalipun aku pernah curhat padanya. Bukan karena tidak percaya, tapi memang seumur hidupku aku tidak pernah melakukan hal itu.
Aku menutup laptop yang sejak tadi menemaniku terjaga. Lalu merebahkan diri di kasur dan mulai menghitung domba agar cepat terlelap.
* * *
“udah bangun Vin?” tanyaku saat melihatnya tiba-tiba terduduk.
Ia hanya mengangguk dengan mata yang masih sulit terbuka.
“jam berapa sekarang?” tanyanya.
“jam 8” jawabku
“kamu mau pergi?”
Aku hanya mengangguk.
“dengan Saga lagi?”
Aku mengangguk lagi. “hati-hati, nanti kau malah suka dengan Saga” katanya asal lalu membuang tubuhnya ke kasur lagi. Aku hanya tertawa kecil.
“aku pergi dulu ya” kataku lalu melempar kepala Vino dengan bantal.
“kurang ajar kau Eri!!” katanya sambil tertawa.
Laki-laki yang sedang menungguku di bawah adalah Saga. Dia teman baikku sejak SMA, dan sekarang kami masuk universitas yang sama meskipun beda fakultas. Aku beruntung punya sahabat seperti Saga. Dia sangat baik dan perhatian padaku. Sebenarnya ucapan Vino tadi ada benarnya, aku memang suka dengan Saga begitu juga dengannya. Kami terjebak dalam ikatan tanpa status.
“udah siap?” tanya Saga saat aku sudah duduk di boncengannnya.
“yap!!” jawabku.
“berangkat!” ujarnya lalu meng-gas motornya dengan cepat.
Pagi ini aku dan Saga berencana mencari buku-buku untuk menyelesaikan tugas kuliah yang semalaman tadi belum juga ku selesaikan. Saga menarik tanganku untuk melipat di pinggangnya.
Setelah selesai mencari buku yang aku butuhkan. Saga memberhentikan motornya di depan sebuah rumah besar yang bukan lain adalah rumah miliknya. Sudah hampir 1 bulan aku tidak main ke kediaman Saga.
“welcome home!” ujar Saga, lalu membukakan helmku.
“aku bisa sendiri tahu” kataku
“aku masih berpikir kamu engga bisa apa-apa” jawabnya sambil mencolek daguku, ia tertawa sedangkan aku mendesis kesal.
“hallo ri, ya ampun udah lama banget engga maen” sapa ibunya Saga dengan sangat ramah. Ia sendiri sudah menjadi single parent sejak Saga berumur 15 tahun, dan ia sudah menganggap aku sebagai putranya juga. Saat kami tiba, ibunya sedang bersiap-siap untuk pergi karena ada urusan. Jadi, sore ini aku dan Saga hanya berdua di rumahnya.
“serius banget sih” kata Saga sambil membawakan segelas minuman dingin padaku. Aku yang sejak tadi duduk di tepi ranjang tak menoleh dan hanya terus membaca buku yang barusan aku beli. Saga ikut duduk di samping lalu dengan lembut mencium pipiku. Aku tersenyum.
“jangan ganggu” ujarku. Tapi dia tak peduli, malah sekarang menciumi leherku dengan sedikit bernafsu.
“Saga, aku sudah peringatkan…umm” belum sampai habis aku bicara ia sudah menutup bibirku dengan bibirnya. Karena sudah terlanjur, aku pun meletakkan buku lalu membalas ciumannya dengan mesra. Perlahan ia membaringkanku, ia ciumi leher dan dadaku. Ketika tangannya mulai membuka resletting celanaku aku langsung terkesiap.
“hentikan” kataku, Saga langsung menjauhkan wajahnya.
“maaf, aku tidak bermaksud”
“kamu kan tahu..”
“iya maaf, aku akan menunggumu sampai kamu benar-benar siap” katanya lalu menarik kepalaku hingga bersandar di dadanya.
Namaku Eri. Inilah aku, yang berbeda 1800 dengan Vino. Ku akui aku juga seorang gay sama seperti Vino dan ku akui aku menyukai Saga, sangat menyukainya. Tapi, entah kenapa aku mempunyai satu prinsip klasik dimana aku tidak mau menyerahkan keperawananku sebagai seorang gay kepada orang yang tidak akan berjanji untuk hidup denganku selamanya. Klasik kan? Mungkin bagi kaum hawa keperawanan sudah tidak perlu dipertanyakan lagi tentang kepentingannya, hal itu sangat penting dan bernilai. Tapi bagi kaum gay seperti aku, mungkin menjaga keperawanan adalah hal paling konyol yang pernah terpikirkan. Namun itulah aku, dengan segala sisi introvert yang aku miliki aku berusaha menegakkan prinsipku. Beruntung Saga tidak pernah mempermasalahkannya, ia sangat sabar menungguku hingga benar-benar yakin bisa menyerahkan semua padanya. Hal itulah yang membuatku sangat menyukainya.
[Vino’s Side]
Aku berdiri di atas balkon. Memperhatikan Eri bersama temannya Saga. Kalau boleh jujur, aku suka sekali melihat kebersamaan mereka berdua. Sangat manis dan romantis. Pagi ini saja aku melihat Saga memakaikan helm pada Eri dengan lembut. Benar-benar pasangan yang serasi. Kadang aku curiga pada mereka, jangan-jangan mereka pacaran, tapi aku tak pernah mempertanyakannya pada Eri karena ku pikir itu urusan mereka dan aku terlalu takut hubungan baikku dengan Eri jadi berantakan. Eri itu anak yang baik, ia bahkan sama sekali tidak jijik yang melihatku setiap minggu pulang larut dengan pria yang berbeda-beda. Bahkan pernah aku kepergok sedang bermesraan di kosan bersama temanku, tapi dia hanya menyarankanku untuk mengunci pintu jika sedang bermain-main.
“dasar Eri” desisku sambil tersenyum melihat temanku itu ragu-ragu melingkarkan tangannya di pinggang Saga. Mereka pun pergi.
Hari semakin matang. Weekend seperti ini biasanya aku hanya menghabiskan waktu dikosan sambil bermalas-malasan dan hanya menonton acara musik di TV. Tak terasa begitu sore datang, hujan turun dengan lebatnya. Aku jadi kepikiran Eri dan Saga, mereka pasti kehujanan. Benar saja tak begitu lama, mereka berdua pulang dengan baju yang basah semua. Begitu aku membuka pintu, Saga memapah tubuh Eri. Ia hanya mengenakan kaos tipis, sedangkan jaketnya ia berikan untuk menghangatkan Eri. Dengan sigap, Saga mendudukkannya di lantai, lalu membuka semua pakaian Eri yang basah kemudian menyelimutinya. Tanpa basa-basi Saga mengangkatnya lalu merebahkan Eri di kasur. Aku hanya tertegun melihatnya.
“Eri kenapa?” tanyaku
“aku engga tahu, tiba-tiba aja badannya panas tinggi saat kena hujan tadi” ujar Saga dengan tampang yang masih tak karuan, mungkin karena khawatir. Ia lalu mencari-cari waskom untuk diisinya dengan air hangat dari dispenser. Kemudian ia melepas kaosnya lalu di perasnya untuk mengeluarkan air dari kaosnya, ia menggunakan kaos itu untuk meng-kompres Eri. Ia menghela napas.
Oh god, inikah Saga? Seseorang yang selalu ku lihat dari kejauhan saat bertemu dengan Eri. Aku tertegun melihat tingkahnya sore ini. ia benar-benar sangat perhatian dan membuatku terkesima.
“maaf, kamu Vino ya?” tebak Saga. Aku mengangguk polos.
“kamu Saga kan?” tanyaku balik, ia pun mengangguk sambil mengambil kaosnya lalu membasahinya dengan air hangat lagi dan meletakkannya di atas dahi Eri. “mungkin Eri cuma kecapean. Semalam ia mengerjakan tugasnya sampai larut” lanjutku berusaha menenangkan Saga. Ia tersenyum sambil memandangi wajah Eri yang memerah saking tinggi suhu badannya.
“aku takut terjadi apa-apa padanya” ujar Saga.
Aku beranjak ke dapur kecilku hendak mengambilkan Saga air putih, begitu aku kembali Saga sudah terbaring di samping Eri sambil menatapnya dengan penuh kasih sayang.
* * *
Pagi-pagi begini aku sudah nongkrong di cafe tempat teman-teman sesama berkumpul. Aku yang biasanya ceria, entah kenapa pagi ini hanya ingin duduk sendirian di pojok café yang berdekatan dengan jendela besar. Sambil memutar-mutar sendok kecil di cangkir cappuccino, aku melamun.
“hey…ngelamunin apa sih?” sapa Adith tiba-tiba. “masih juga pagi” lanjutnya.
“ganggu aja lo” ocehku merasa terusik.
“galak banget, belum puas ya kemaren malem?” ujarnya. Aku hanya diam, sedang tidak bernafsu untuk mengobrol. Karena kesal aku cuekin, akhirnya Adith pergi meninggalkanku.
Entah kenapa pikiranku masih saja mengingat kejadian kemarin sore, saat Saga benar-benar memperlakukan Eri dengan sangat perhatian dan penuh ketulusan. Sungguh seumur hidup aku tidak pernah melihat apalagi merasakan laki-laki seperti Saga. Aku jadi terus kepikiran. Beruntung sekali Eri punya Saga yang selalu ada disaat ia membutuhkannya, tidak seperti aku yang hanya bisa menjalani cinta satu malam saja itu pun hanya demi kenikmatan sesaat. Seandainya aku punya seseorang seperti Saga.
“Saga?” aku melihat Saga mengendarai motornya di tepi jalan. Ia berhenti karena lampu merah sedang menyala di sana. Ia pasti hendak pulang dari kosanku. Aku segera berlari keluar dari café, saat aku sudah di luar lampunya berubah menjadi hijau, Saga pun segera menjalankan motornya cepat-cepat. Kenapa denganku?
[Eri’s Side]
Badanku sakit semua dan kepalaku terasa berat. Saat ku buka mataku, ada sepasang mata juga yang sedang terpejam. Vino? Bukan, Vino tidak memiliki alis tebal seperti itu. Saga? Rupanya ia menginap disini semalam. Aku bangkit, lalu duduk. Ku cari-cari Vino tapi tidak ada, mungkin ia sedang mencari sarapan.
“udah bangun?” tanya Saga sambil mengusap-usap matanya.
“udah”
“udah baikan?” tanyanya lagi sambil meletakkan tangannya di dahiku. Aku mengangguk.
“syukur deh, aku khawatir banget sama kamu kemarin”
“aku engga apa-apa kok”
“kata Vino kamu kecapean karena semalaman suntuk ngerjain tugas ya?” tebak Saga. Vino? Jadi semalam Saga bertemu dengan Vino? Padahal selama aku kos bersama Vino, Saga belum pernah bertemu dengannya, hanya dengar dari yang aku ceritakan.
“aku sudah engga apa-apa, pulanglah” kataku.
“engga”
“kenapa?”
“engga sebelum kamu menciumku”
Aku langsung mencium pipi yang ia dekatkan ke mulutku, tapi begitu dekat ia langsung bergerak dan memberikan bibirnya. Bibir kami pun bertautan. Aku hendak menjauh tapi Saga menahan kepalaku agar bibirnya bisa terus melumat bibirku.
“aku sayang sama kamu ri” katanya pelan. Aku hanya tersenyum.
“sudah, pulang sana”
“baiklah-baiklah, aku akan pulang. Jangan kangen loh” katanya sambil bangkit lalu mengambil jaketnya dari lantai.
“eh, jaketmu masih kotor biar aku yang cuci besok aku kembalikan”
“engga usah”
“benar engga usah??”
“umm, ya udah deh kalau kamu maksa” katanya
“dasar”.
[Vino’s Side]
Hari ini kacau, tiba-tiba laptopku nge-hang dan engga bisa digunakan lagi. Padahal semua tugas kuliahku ada disitu semua. Aku menutup telingaku dengan headset. Setelah keluar kelas aku berencana memperbaiki laptopku, tapi begitu aku ke parkiran tampak Eri dan Saga disana, mereka duduk duduk berdampingn di bawah pohon rindang. Eri membaca buku di samping Saga, sedangkan Saga hanya menikmati musik dengan headset yang dipakai mereka berdua, satu di telinga Eri dan satunya di telinga Saga.
“mereka itu, manis sekali” ocehku dalam hati. Tiba-tiba musik di headsetku berganti,
Tuhan,
tolong aku ku tak dapat menahan
rasa di dadaku, ingin aku memiliki
namun dia ada yang punya,
Lagu apa ini??!!! Aku buru-buru mengganti lagunya dengan lagu lain lalu segera mengambil motorku.
Setelah selesai menitipkan laptop di sebuah service laptop di mall, aku tidak mau cepat pulang. Ku pikir menonton bioskop sebentar, asyik juga. Sebelum masuk ke ruang theater aku sempatkan diri untuk buang air kecil terlebih dulu, aku takut kalau-kalau sedang asyik nonton nanti malah kebelet, kan engga seru.
“ehm” ujar seorang laki-laki di sampingku. Ia memandangiku dengan sangat lekat memperlihatkan pandangan mesumnya. Aku menoleh-noleh ke arah lain, tidak ada siapa-siapa.
“kenapa?” tanyaku. Bukannya jawab dia malah menaikkan satu alisnya sambil menunjuk ke arah penisnya. Rupanya dia ingin diservice. Aku tersenyum. Kemudian mengajaknya masuk ke dalam kamar mandi. Lumayan, sebelum nonton film aku buat film pribadi dulu lagipula laki-laki itu lumayan tampan juga. Dengan bernafsu ia membuka relettingnya lalu menyodorkan penisnya yang sudah tegang dan berdir tegak. Tanpa malu-malu ku lahap dan ku hisap sampai ia berdesis keenakan. Hanya berlangsung 5 menit dia langsung tidak tahan ingin mengeluarkan spermanya.
“thanks ya” katanya sambil memberikan beberapa uang lembaran ratusan ribu.
“santai aja, aku juga memang lagi ingin” jawabku santai lalu ngeloyor keluar toilet. Begitu aku keluar, ternyata ada Eri dan Saga hendak masuk ke dalam theater dan kebetulan theater kita sama. aku duduk tepat di belakang mereka duduk. Selama menonton aku jadi tidak memperhatikan filmnya melainkan memperhatikan kedekatan mereka berdua. Dipertengahan film, ku lihat Saga menjatuhkan kepalanya dibahu Eri lalu Eri memukulnya karena ia ingin Saga menonton film itu bukannya tidur, tapi Saga tidak bisa menahan kantuk akhirnya Eri membiarkan Saga tidur di bahunya.
Setelah selesai menonton film, aku tidak langsung pulang. Aku mengambil laptopku dulu.
“ini laptopnya sudah selesai” kata si penjaga.
“oh iya, thanks ya” jawabku.
“kapan-kapan boleh gak kita kayak di video di laptopmu itu?” bisik si penjaga padaku. Aku terkejut, ia pasti sempat melihat koleksi video gayku di laptop ini. Aku tidak bisa menolak, apalagi dia seorang Chinese seksi dengan perawakan yang sangat aku suka.
“sekarang juga bisa” jawabku menantang.
“oke” ia pun segera mengajakku pergi ke lantai paling atas dari mall ini, disana ada banyak toko-toko kosong yang masih belum ada yang menyewanya. Ia membuka salah satunya lalu mengajakku masuk ke sana. Begitu kami masuk, ia langsung memelukku dari belakang. Menciumi leherku, lalu membuka semua baju yang ku pakai begitu juga dengan dirinya. Ia ciumi punggungku sampai ke pantaku. Kemudian ia membimbing wajahku untuk melumat habis penisnya. Ia mendesah keenakan, sementara aku puas mendengarnya. Tak lama ia langsung mendorongku menghadap ke arah tembok, lalu menarik pinggangku agar posisiku menungging ke arahnya. Karena aku tahu ia pasti ingin memasukkan penisnya ke pantatku aku segera mengambil kondom persediaan di tas. Aku memakaikan kondom di penisnya dan dengan begitu ia segera memasukkan penisnya ke pantatku.
“arghhhhh…arghhhh” desahnya merasakan kenikmatan yang sudah ia dapakan dari ku. Tidak sampai 10 menit ia pun orgasme.
Akhirnya aku pulang juga. Hari yang unik, aku bisa melampiaskan nafsu-ku dengan 2 orang yang berbeda dalam 1 hari. Benar-benar seperti mimpi. Belum sempat aku membuka pintu, aku mendengar suara Eri dan Saga tertawa lepas, begitu ku lihat dari jendela rupanya mereka berdua sedang main kartu dengan wajah yang sudah penuh dengan coretan bedak. Diantara mereka berdua Eri-lah yang wajahnya paling banyak di coret. Dan saat ku lihat kali ini, Eri kalah lagi dari Saga. Maka Saga pun mencoret lagi pipi Eri, tapi karena Eri berusaha menghindar bedak itu justru mengenai matanya.
“maaf-maaf” kata Saga sambil mendekat lalu meniup mata Eri. Keduanya berpandangan sebentar lalu Saga mencium mata Eri.
“sudah kan?” kata Saga lembut.
“Umm” Eri tersenyum sambil mengangguk.
Rasanya, aku harus mengakui hal ini, bahwa aku sangat iri dengan mereka. Iri dengan kebersamaan yang mereka lalui, iri dengan Eri karena telah memiliki Saga yang sangat baik padanya. Tuhan, aku harus bagaimana? Ku pikir aku sudah bahagia dengan hidupku yang seperti ini, tapi ternyata ada cerita hidup yang lebih bahagia menurutku.
[Saga’s Side]
Aku baru saja pulang dari kampus. Sebenarnya aku akan menemani Eri untuk mengerjakan tugas kuliahnya, tapi Eri masih belum selesai jadi ia memintaku untuk ke kos-nya duluan. Saat aku tiba di kos-nya hujan turun. Pas sekali, aku jadi tidak kebasahan.
“hai Vin” sapaku pada Vino.
“hai,” katanya lalu melihat ke belakangku. “mana Eri?” tanyanya.
“oh, dia belakangan” jawabku. Aku pun masuk ke dalam kosannya lalu meminjam handuk Eri untuk mengeringkan rambutku yang sempat terkena hujan. Melihat Vino yang masih sibuk di depan laptopnya aku jadi penasaran.
“ngerjain tugas Vin?”
“engga”
“kirain” jawabku.
“mau lihat?” tawar Vino. Aku hanya diam, sedangkan Vino mendekatkan laptopnya padaku. Dan saat aku lihat, ternyata Vino sedang menikmati video porno gay. Aku yang belum terbiasa hanya melihatnya karena penasaran. Aku tak sadar kalau Vino memperhatikanku saat itu, maka tiba-tiba.
CUP
Ia mencium pipiku dengan cepat. Aku menoleh kaget, bukannya minta maaf ia malah menyambar bibirku lalu mendorongku ke dinding.
“vin, jangan vin” kataku berusaha menghentikan aksinya.
“engga apa-apa, Eri pulangnya lama apalagi hujan” jawabnya sambil terus menciumi leherku. Ku akui ini nikmat sekali, Eri tidak pernah melakukan ini padaku. Tangan Vino berusaha melepas kaosku, dan entah kenapa aku tidak memberontak. Aku sungguh menikmatinya. Ia buka celanaku perlahan, begitu juga dengan calananya. Kini kami sama-sama telanjang. Dengan tangan lembutnya Vino mengocok penisku yang sudah tegang. Sedangkan bibirnya menghisap putingku dengan sangat nikmat. Aku tak bisa menahannya. Perlahan namun pasti ia menciumi dadaku, perutku lalu penisku. Ia pun melahapnya.
“Arrhhhhhhh” erangku tak kuasa menahan nikmat. Tiba-tiba ia memakaikan kondom di penisku lalu ia masukkan penisku ke dalam lubang pantatnya. Oh god, ini nikmat sekali. Aku terduduk sambil bersandar di dinding sedangkan ia duduk di pangkuanku sambil naik turun menciptakan rasa nikmat yang tiada duanya. Vino ikut mendesah, dan itu membuatku semakin bergairah. Tiba-tiba,
“Saga?!!” Eri sudah berdiri di depan pintu.
* * *
[Eri’s Side]
Perasaanku memang sudah tidak enak sejak hujan turun. Itulah sebabnya kupaksakan untuk pulang meskipun akan basah kuyup. Dan firasatku benar, setelah tiba di kosan aku melihat Saga dan Vino sedang bersetubuh.
“Saga?!!”seruku.
Melihat aku yang berdiri dengan amarah, mereka langsung kalang kabut tak karuan. Vino menjauh dan mengambil pakaiannya begitu juga dengan Saga yang tak menyangka ada aku disana. Sungguh aku tak bisa berpikir, rasanya petir di luar menyambarku juga yang ada di dalam rumah ini. Otakku mati, aku tidak bisa berpikir apapun saat ini.
“ri, ini engga seperti yang kamu kira ri” ujar Saga sambil mencengkeran bahuku.
“ini salah aku ri, maafin aku ri” jelas Vino.
Aku tidak bisa berbicara, aku tidak bisa berpikir, aku tidak bisa mendengar penjelsan apapun dari mereka. Aku hanya berjalan mundur keluar lalu pergi menerobos hujan yang masih deras.
“ri, dengerin aku dulu ri, aku mohon!!” kata Saga sambil menarik tanganku.
“engga perlu” jawabku lemas.
“Eri hentikan!! Jangan cengeng seperti itu!!!” bentak Vino. Aku kaget, dia bersalah tapi sekarang malah membentakku.
“bodoh, harusnya kamu berpikir kenapa Saga mau bercumbu denganku!! Itu karena kamu tidak pernah memberikannya kan?!!” bentak Vino. Tak terasa tanganku melayang dan bersarang di pipi Vino.
BRRUUUUUUGGGG
Aku memukulnya hingga ia terjatuh.
“dasar gay murahan!! Yang ada di otakmu hanyalah sex!! Kau harus belajar membedakan apa yang namanya gay dan apa yang namanya maniak sex sesama jenis!!” bentakku.
Akupun pergi meninggalkan mereka.
* * *
[Saga’s Side]
Aku tahu, kau sangat marah terhadapku. Marah karena aku tidak bisa menjadi apa yang kau harapkan. Sungguh, kejadian itu diluar batas kendaliku. aku ingin terus bersamamu tak peduli tak bisa menyentuhmu sedikitpun, aku ingin terus melindungi meskipun aku yang harus menderita. Aku bangga pernah mengenalmu, kamu yang selalu bisa menjaga prinsipmu sendiri. Kau yang mengajarkanku bahwa menjalani hubungan gay, tidak harus identik dengan sex. Dan kau benar, kita bisa mengisinya dengan aktivtas yang biasa namun jadi luar biasa bila bersamamu.
“I love you Eri” bisikku.
Sekarang aku hanya bisa menatapmu dari kejauhan, karena aku terlalu malu untuk bisa berada di dekatmu. Aku selalu memperhatikanmu, saat kau berjalan, saat kau mendengarkan musik, saat kau membaca buku, dan saat kau menangis untukku. Aku akan selalu sabar menungumu kembali padaku.
FIN
0 komentar:
Posting Komentar