Keesokan
hari aku pun berangkat sekolah dijemput oleh nicko . rasanya aku ga percaya
kalau aku sudah baikan dengan nicko. Kali ini aku ga akan melakukan hal yang
akan buat hubungan aku dengan Nicko berantakan lagi .
Pagi
ini pelajaran pertama adalah Sejarah , Pak Sandy yang ngajar . Dia termasuk
guru paling gaul karena tiap ada tugas dari school yang ada hubungannya dengan
potret memotret pasti beliau akan bantu . Dia termasuk guru idaman para cewek
di school dengan tampang agak bule pak sandy mengajar . jujur kalu aku ga cinta
ma Nicko pasti aku udah kepincut dengan perhatian pak Sandy ke aku . karena aku
dan pak Sandy punya 1 hoby yakni hunting foto.
Tak
terasa jam terakhir adalah Kimia , pelajaran yang sangat membosankan bagiku .
tapi gimana lagi aku harus masuk ipa jadi harus bisa menguasai Kimia , Biologi
, Fisika .tak tahan dengan pelajaran karena kepalaku tiba tiba pusing aku pun
ijin ke guru untuk ke UKS. Sebelum aku ke UKS aku ke toilet terlebih dahulu
untuk cuci muka . tak kusangka akulemas di toilet .
aku
meringkuk dan bersandar di tembok salah satu bilik kamar mandi. entah sudah
berapa lama aku disini. kondisiku sangat kacau. Rambutku tidak beraturan.
Tubuhku basah penuh keringat. Mataku merah dan mungkin sudah terdapat kantung
mata dikedua mataku ini. aku berusaha berdiri namun terpelesat dan kembali
terjatuh. Aku meringis sedikit kesakitan. Aku menarik nafas dalam – dalam. Aku
menopang tubuhku dengan tangan yang aku tekan di jok toilet. Aku berhasil
berdiri dan sejenak menyandarkan tubuhku ditembok. Aku terdiam sesaat. Aku
langkahkan kakiku dan mencoba meraih ganggang pintu. Aku putar dan keluar dari
bilik kamar mandi tersebut. Aku melihat ke arah cermin yang berderet. Tampangku
seperti zombie. Mungkin orang yang melihatku akan langsung panik karena seperti
melihat mayat yang berjalan. Aku meraih wastafel dan memutar keran. Suara air
yang mengalir membuatku sedikit tenang. Aku bernafas sebisa mungkin. Menghirup
nafas sebanyak mungkin. Tanganku terasa dingin menyentuh air namun membawa
sedikit kedamaian. Aku membasuh mukaku dengan kedua telapak tanganku yang
terisi air beberapa kali hanya untuk sekedar menyegagarkan mukaku yang sudah
kacau balau agar tidak terlihat menjadi seperti zombie lagi.
Aku
keluar secara perlahan dari toilet. Kondisi sekolah sudah gelap dan kosong tanpa
ada yang menghuni. Malam ini bulan purnama menyinarkan bulannya begitu indah
namun dihatiku malah terdapat awan mendung yang menutupi sinar bulan tersebut.
Lampu – lampu kecil di beberapa sudut koridor sedikit membantu penerangan.
Lantai keramik berwara putih. Dinding yang di cat putih. Tidak pernah aku lihat
dalam kondisi malam begini. Seluruh kelas sudah kosong. Aku berjalan menyisiri
koridor sekolah. Aku sampai di kelasku. Kelas dimana aku dan Nicko berada. Aku
memandangi bangku yang biasa aku duduki dan dibelakangku selalu ada Nicko. Kami
selalu bercanda dan tertawa bersama. Mengerjakan pekerjaan rumah dan kerja
kelompok selalu bersama. Tapi sekarang semua sudah berbeda. Tidak ada
lagi Nicko yang selalu ada disisiku meski kita sudah baikan tapi dia ga
sehangat dulu , apa dia masih marah atau dia lagi ada masalah yang tidak dia
ceritakan ke aku . Aku melihat kelas ini seperti sebuah gua. Gua kelam yang
hitam dan tidak ada seorang pun yang ingin memasukinya.
Aku
berlalu meninggalkan kelas dan berjalan menuju ruang laboratorium. Kelas
terakhir dimana aku meletakkan tas ku. Aku berjalan dengan lemah. Aku membuka
pintu laboratorium. Aku sekilas melihat Nicko. Aku gelengkan kepalaku sambil
memejamkan mataku. Aku membuka mataku perlahan. Kosong. Tidak ada seorang pun
disana kecuali sebuah tas. Aku ambil tasku dan berlalu meninggalkan ruangan
yang cukup horror ini karena terdapat tengkorak yang cukup membuat bulu kuduk
merinding bila melihatnya malah hari begini.
Aku
kembali menempuh perjalananku menuju gerbang sekolah. Aku melihat ke arah meja
piket yang terdapat jam. Jam menunjukkan pukul setengah tujuh. Entah apa
gerbang masih dibuka atau digembok. Aku melewati lapangan basket. Lapangan
dimana Nicko selalu bermain basket dan aku selalu duduk hanya untuk sekedar
melihatnya. Aku sentuh tiang basket. Aku masih ingat jelas dimana awal Nicko
bisa menyukai basket. Aku usap secara perlahan tiang tersebut. Masa – masa itu.
Aku
menghentikan memandangi tiang basket seperti orang gila. Aku berjalan menuju
pagar sekolah. Aku dapat melihat kejauhan gembok besar sudah terpasang dengan
erat di pagar tersebut. Aku langsung lemas seketika. Bagaimana aku bisa pulang.
Aku memukul – mukul pgar tersebut berharap ada yang mendengar dan membukakan
pintu. Namun setelah beberapa lama tidak ada seorangpun yang datang. Aku
menyerah. Aku menggaruk kepalaku. Aku mengambil langkah nekat. Aku lempar tasku
sehingga keluar dari sekolah. Secara perlahan aku memanjat pagar. Aku berhasil.
Dengan pelan aku melompat dari jarak yang lumayan tinggi. Aku hampir terjatuh
namun dapat aku tahan dengan tanganku yang menyentuh tanah. Aku mengambil tas
ku yang tergelatak didekatku dan berlari menjauhi sekolah.
Aku
berjalan seperti orang gila. Semua orang memandangiku. Seorang pelajar sekolah
menengah atas dalam kondisi lengkap mengenakan seragam berjalan tidak karuan di
tengah hiruk pikuk padatnya kota ini. aku ingin menghubungi supirku untuk
menjemputku namun handphoneku mungkin masih di Daniel. Mengingat namanya saja
membuatku sangat muak. Aku berjalan dan beberapa kali bertabrakan dengan
seseorang. Kepalaku pusing. Perutku berbunyi. SehaLambang ini aku belum makan
sama sekali.
Lampu
– lampu penerangan di sekitar jalan. Jalanan lantai yang terbuat dari keramik
berwarna coklat kayu diselingi retakan kecil. Genangan air yang menggenangi
beberapa jalan. Udara dingin. Semuanya menemani langkah kakiku. Aku ingat
daerah ini. daerah yang sering aku lalui dengan Nicko. Aku menghentikan
langkahku di sebuah halte. Halte yang tampak biasa seperti halte lainnya namun mempunyai
kenangan tersendiri bagiku dan dirinya. Dimana kami saling membuat janji. Aku
duduk di bangku halte tersebut. Aku menyenderkan kepalaku di tiang halte
tersebut. Aku merasa amat sangat lelah sekali. Sangat lelah seperti waktu itu.
Aku
terus meringkuk di halte dan tetap pada posisi semula. Bulan semakin terang dan
suasana mulai sepi. Orang – orang mulai sedikit yang melewati wilayah ini.
seorang yang mengenakan jaket hitam dan celana jeans hitam duduk di sebelahku.
Aku cukup ketakutan dengan dia. Tapi dia menoleh ke arahku. Rambutnya yang
hitam cepak dan tubuh berotot. Dia tersenyum kepadaku.
“ada masalah ya bro?”.
“enggak kok”. Aku
berusah menutup obrolan dengannya. Aku tidak ingin berbicara dengan orang yang
tidak aku kenal.
“oh. Cuman mau kasih
saran aja, malem – malem gini pake seragam sekolah bisa di apa – apain ama
orang loh”.
‘ah , tenang aja.”.
aku menelan ludah mendengar perkataannya. Aku yang dari tadi tidak mempedulikan
pakaiannku baru sadar ini sudah malam hari dan anak remaja seperti akan menjadi
sasaran empuk untuk dimangsa penjahat.
”yeh, dikasih tau
malah ngeyel”. cowok itu beranjak dari
bangku halte tersebut. Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas karena wajahnya
tertutup oleh topi yang dia pakai.
“hati – hati. Gua
saranin mending pulang sekarang. Apalagi kondisi lo lagi kacau gitu. Mata merah
bekas nangis berapa lama tuh?”. Dia sedikit menyindirku sambil tertawa kecil.
“bukan urusan lo”.
“yeh ngambek. Kalau
mau tempat yang tenang dan sepi mending ke perpustakaan, disitu lo bisa menghmamar
diri lo dengan membaca buku. Mereka akan tetap setia menemani lo walau lo
sedang sedih sekalipun. Mereka akan tetap setia untuk di baca”. Ucapnya
kepadaku sambi membuka tudung jaketnya.
“makasih atas
sarannya”. Jawabku sekenanya. Kini aku dapat melihatnya dengan jelas.
Matanya hitam pekat. Senyum mengembang dari bibirnya.
“gua duluan ya bro.”.
dia berjalan pergi meninggalkan aku sendiLambang. Aku hanya memandangi
pungunggnya. Entah tiba – tiba aku beranjak dari bangku halte tersebut dan
berteriak kearahnya.
“nama lo siapa?”.
Teriakku sekencang mungkin agar dia dapat mendengar suaraku.
“kevin Nama gua kevin”.
Dia berteriak sambil melambaikan tangannya kepadaku. Aku tersenyum melihatnya.
Perlahan dia ditelan oleh kegelapan malam.
“eh tunggu.. nama
gua..”. aku menghentikan teriakanku karena sosoknya sudah tidak lagi terlihat.
Aku belum memperkenalkan diriku kepadanya. Aku menunduk dan melihat genangan
air yang memantulkan bayangan wajahku. Aku dalam kondisi yang benar – benar
parah. Aku ambil tasku di bangku halte dan kembali berjalan. Menyisiri jalanan
ini seperti dulu. Namun berbeda, dulu aku bersama Nicko berjalan bersama namun
sekarang hanya ada aku sendiri. Tidak ada yang menemani langkahku.
Akhirnya aku pulang
ke rumah , seperti biasa hanya ada aku dan dua pembantuku dan satpam . karena
papa aku sudah kembali ke Singapore , untuk urusan kerjaannya . alhasil aku
still alone in here . its okey …………………….
Hari
ini tak seperti biasanya Nicko tak menjemput aku , aku telepon ga diangkat ,
aku sms ga dibales aku telepon ke rumahnya kata mamanya dia dah berangkat .
akhirnya aku putuskan untuk minta antar pak Ujang karena aku belum merasa enak
banget tubuhku masih lemas .
Sesampainya
di sekolah aku melihat Nicko di depan ruang Osis. Aku pengen tanya kenapa dia
cuek ke aku , padahal perhatian dia ketika di rumah sakit buat aku anugerah
banget.
Tapi
, lagi lagi nicko menghindar lagi , aku tak tahu apa sich yang tejadi dengan
Nicko tapi yang jelas dia begitu aneh , sikapnya ga kayak niko yang aku kenal
dulu , nicko yang hangat , nicko yang bisa buat aku nyaman ada di sebelahnya .
Sampai
di rumah aku rebahkan tubuhku di sofa ruang tamu . Bik Asih pun menawariku
untuk makan siang .tapi aku menolaknya karena aku lagi ga nafsu makan , padahal
dokter aku udah waaanti wanti agar aku tidak tealat makan itu bisa berakibat
fatal dengan lambung aku .
Sore
harinya menjelang malam ku dengar ada suara rebut di luar kamar aku segera
keluar . dari balik tirai aku liat sesosok lelaki memaki penutup kepala
mengendap endap mau masuk rumah aku . dalam hati aku pak Ujang dan Pak Kirno
dimana ampe mereka ga lihat pencuri ini .
Aku
pun mengambil tongkat baseball..ketika perampok itu membuka pintu aku pun mau
memukulnya tapi tanganku pun di halangi perampok itu kemudian Dia membuka
penutup mukanya .
“Niko??”teriakku
tak percaya Namun yang diteriakin bukannya takut malah
nyengar-nyengir kaya orang stress. Dan…
“Selamat ulang tahun Guntur ku sayang” ucap Niko sambil tersenyum
Ya ampun aku sampai lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahunku. Oh iya, tadi Niko ngomong ‘Guntur ku sayang’.
Salah denger kali ya aku, tapi ngga mungkin deh aku salah denger, soalnya jelas banget tadi, ya kalo bener juga paling juga bercanda, tapi jujur hatiku senang mendengarnya.
“Oh iya aku sampai lupa, makasih ya, aku kira rampok beneran, tapi pas kamu bekap aku, aku ngerasa ngga asing lagi, eh taunya kamu, huh” ucapku sambil menonjok kecil bahunya
Lalu Niko beranjak ke mobil, mungkin mengambil kado buatku. Sementara Niko ke mobil, akupun masuk kedalam rumah, dan menyuruh Bik Asih membuatkan minuman.
“Bik, tolong buatkan minuman 2 gelas ya” ujarku sopan padanya
Ya aku tidak pernah menganggap Bik Asih sebagai pembantu, karena ia sangat baik denganku, bahkan aku lebih dekat dengan Bik Asih daripada kedua orangtuaku.
Ia pun mengangguk, lalu bergegas membuatkan minuman, dan aku kembali menemui Niko diruang tamu. Aku lihat ia memegang bingkisan tidak begitu besar, dan ia menatapku sambil tersenyum lebar, aku balas senyumannya.
“Ini buat kamu, semoga kamu suka” ujarnya sambil menyerahkan bingkisan itu untukku
“Makasih ya, boleh dibuka sekarang?”
“Boleh, buka aja, tapi jangan ngeledek ya, kalo ngga bagus”
“Ya ngga lah, aku kan anak baik” jawabku bercanda
“Baik dari Baghdad haha”
“Wuu, yaudah aku buka ya”
Belum sempat aku buka bingkisan itu, Bik Asih sudah mengantarkan minuman. Tak lupa akupun berterimakasih padanya, ia pun mengangguk, lalu berlalu meninggalkan kami.
“Wah, makasih ya Nik, aku emang udah kepengen banget buku ini, tapi belum sempat beli, kok kamu tau sih aku kepengen buku ini?”
“Ya tau dong, aku kan sahabatmu” ujarnya sambil menepuk punggungku
“Hmm traktirannya mana nih?” ujarnya bercanda
“Ok, kita kemana ya?” ujarku bingung
“Makan di SKI aja” usulnya antusias
“Ok, tapi aku mau bersuci dulu ya, tadi kan anjingku ngejilatin aku” ujarku sambil berdiri
“Sip”
Ya aku dan Niko berbeda keyakinan, aku Muslim dan ia Catholic namun kami saling toleransi, dan ia pun sedang mempelajari agamaku.
Ia tertarik dengan agamaku, aku senang-senang saja bisa mengajari keyakinanku, tanpa bermaksud untuk mempengaruhinya.
Sebenarnya ayah Niko juga Muslim, namun ia sungkan untuk belajar Islam dari ayahnya.
Perkawinan orangtua Niko adalah perkawinan silang agama, dulu saat masih kecil, Niko ikut ibadah di masjid dan gereja, dan ia pun memilih agama yang dianut mamanya. Jika aku ada diposisi Niko, pasti aku sangat bingung sekali.
“Selamat ulang tahun Guntur ku sayang” ucap Niko sambil tersenyum
Ya ampun aku sampai lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahunku. Oh iya, tadi Niko ngomong ‘Guntur ku sayang’.
Salah denger kali ya aku, tapi ngga mungkin deh aku salah denger, soalnya jelas banget tadi, ya kalo bener juga paling juga bercanda, tapi jujur hatiku senang mendengarnya.
“Oh iya aku sampai lupa, makasih ya, aku kira rampok beneran, tapi pas kamu bekap aku, aku ngerasa ngga asing lagi, eh taunya kamu, huh” ucapku sambil menonjok kecil bahunya
Lalu Niko beranjak ke mobil, mungkin mengambil kado buatku. Sementara Niko ke mobil, akupun masuk kedalam rumah, dan menyuruh Bik Asih membuatkan minuman.
“Bik, tolong buatkan minuman 2 gelas ya” ujarku sopan padanya
Ya aku tidak pernah menganggap Bik Asih sebagai pembantu, karena ia sangat baik denganku, bahkan aku lebih dekat dengan Bik Asih daripada kedua orangtuaku.
Ia pun mengangguk, lalu bergegas membuatkan minuman, dan aku kembali menemui Niko diruang tamu. Aku lihat ia memegang bingkisan tidak begitu besar, dan ia menatapku sambil tersenyum lebar, aku balas senyumannya.
“Ini buat kamu, semoga kamu suka” ujarnya sambil menyerahkan bingkisan itu untukku
“Makasih ya, boleh dibuka sekarang?”
“Boleh, buka aja, tapi jangan ngeledek ya, kalo ngga bagus”
“Ya ngga lah, aku kan anak baik” jawabku bercanda
“Baik dari Baghdad haha”
“Wuu, yaudah aku buka ya”
Belum sempat aku buka bingkisan itu, Bik Asih sudah mengantarkan minuman. Tak lupa akupun berterimakasih padanya, ia pun mengangguk, lalu berlalu meninggalkan kami.
“Wah, makasih ya Nik, aku emang udah kepengen banget buku ini, tapi belum sempat beli, kok kamu tau sih aku kepengen buku ini?”
“Ya tau dong, aku kan sahabatmu” ujarnya sambil menepuk punggungku
“Hmm traktirannya mana nih?” ujarnya bercanda
“Ok, kita kemana ya?” ujarku bingung
“Makan di SKI aja” usulnya antusias
“Ok, tapi aku mau bersuci dulu ya, tadi kan anjingku ngejilatin aku” ujarku sambil berdiri
“Sip”
Ya aku dan Niko berbeda keyakinan, aku Muslim dan ia Catholic namun kami saling toleransi, dan ia pun sedang mempelajari agamaku.
Ia tertarik dengan agamaku, aku senang-senang saja bisa mengajari keyakinanku, tanpa bermaksud untuk mempengaruhinya.
Sebenarnya ayah Niko juga Muslim, namun ia sungkan untuk belajar Islam dari ayahnya.
Perkawinan orangtua Niko adalah perkawinan silang agama, dulu saat masih kecil, Niko ikut ibadah di masjid dan gereja, dan ia pun memilih agama yang dianut mamanya. Jika aku ada diposisi Niko, pasti aku sangat bingung sekali.
Setelah
dari SKI aku langsung minta diantar pulang, sebenarnya Nicko tadi mengajakku
nonton di 21, tapi aku menolak dengan halus, karena aku sudah capek sekali.
Sesampainya dirumahku, Nicko pun langsung pamit pulang. Aku memasuki rumahku, kulihat jam diruang keluarga, sudah menunjukkan pukul 5 sore, tapi kok mamaku belum pulang ya.
Selalu sepi rumah ini, buat apa rumah besar kalau ngga ada penghuninya. Tak terasa aku pun ketiduran di sofa yang terletak diruang keluarga, sampai papaku telepon.
“Gun, sudah pulang kan . met ultah ya sayang , Maghrib, cuci muka terus sholat dulu gih, baru habis itu mandi” ujarnya lembut
Aku mengerjap-ngerjapkan mataku, sampai akhirnya penglihatanku normal kembali.
“Ya papa, kadonya mana” jawabku singkat lalu beranjak menuju kamarku
Papaku bisa menempatkan dirinya, dimana ia harus tegas dan lembut.
Tapi aku tetap tidak begitu terlalu dekat dengannya, karena aku selalu merasa dikekang olehnya, walau aku rasa ayahku sebenarnya sangat menyayangiku, mungkin karena intensitas pertemuanku dengannya hanya sebentar dan jarang komunikasi, menjaNickon aku tidak begitu dekat dengannya, apalagi dengan Mamaku, ia jarang banget pulang dan jarang banget mengelus mukaku ini , karena jadwal praktek di salonnya yang tiada habisnya.
Setelah sholat tiba-tiba handphoneku bergetar, kulihat ada nama Nicko dilayar handphoneku, Nicko menelponku, langsung aku angkat.
Dan ia mengatakan ingin kerumahku, katanya ia mau belajar kimia bareng denganku, akupun menyetujuinya, karena besok aku juga ada pelajaran kimia.
Baru aku simpan handphone, tiba-tiba bell rumah berbunyi, akupun beranjak dari kamarku menuju ruang tamu. Dan betapa kagetnya aku melihat orang yang ada diteras rumahku. Dia tersenyum lebar padaku.
“Kamu kan baru telpon aku barusan, kok udah sampai sih, kamu udah ada disini sejak nelpon aku ya?” tebakku
“Iya, hehe”
“Yaudah yuk, langsung kekamarku aja”
Kami pun belajar kimia bersama-sama, mengerjakan soal demi soal, terkadang kami sambil bercanda, dan tiba-tiba pensil yang kupegang jatuh kedekat kaki Nicko, dengan refleks aku buru-buru ambil pensilku, dan ternyata Nicko pun hendak mengambil pensilku, dan tangan kami pun saling bertemu, anehnya lagi, tangan kami bukan sekedar bertemu, melainkan lebih tepatnya berpegangan, dan itu cukup lama, akupun segera melepaskan tanganku dengan cepat dan muka memerah setelah menyadari apa yang terjadi.
Kamipun melanjutkan lagi belajarnya, namun aku sama sekali tidak konsentrasi, aku masih memikirkan kejadian barusan, ada rasa senang dan malu yang bercampur menjadi satu.
Akhirnya selesai juga, Nicko pun pamit pulang, aku mengantarnya sampai halaman rumah. Aku berjalan menuju kamarku sambil senyum sendiri mengingat kejadian tadi. Sampai akhirnya aku tertidur Nickomar sampai pagi.
Aku bangun agak kesiangan,
sekarang sudah jam 6, segera aku menuju kamar mandi yang ada di kamarku.Sesampainya dirumahku, Nicko pun langsung pamit pulang. Aku memasuki rumahku, kulihat jam diruang keluarga, sudah menunjukkan pukul 5 sore, tapi kok mamaku belum pulang ya.
Selalu sepi rumah ini, buat apa rumah besar kalau ngga ada penghuninya. Tak terasa aku pun ketiduran di sofa yang terletak diruang keluarga, sampai papaku telepon.
“Gun, sudah pulang kan . met ultah ya sayang , Maghrib, cuci muka terus sholat dulu gih, baru habis itu mandi” ujarnya lembut
Aku mengerjap-ngerjapkan mataku, sampai akhirnya penglihatanku normal kembali.
“Ya papa, kadonya mana” jawabku singkat lalu beranjak menuju kamarku
Papaku bisa menempatkan dirinya, dimana ia harus tegas dan lembut.
Tapi aku tetap tidak begitu terlalu dekat dengannya, karena aku selalu merasa dikekang olehnya, walau aku rasa ayahku sebenarnya sangat menyayangiku, mungkin karena intensitas pertemuanku dengannya hanya sebentar dan jarang komunikasi, menjaNickon aku tidak begitu dekat dengannya, apalagi dengan Mamaku, ia jarang banget pulang dan jarang banget mengelus mukaku ini , karena jadwal praktek di salonnya yang tiada habisnya.
Setelah sholat tiba-tiba handphoneku bergetar, kulihat ada nama Nicko dilayar handphoneku, Nicko menelponku, langsung aku angkat.
Dan ia mengatakan ingin kerumahku, katanya ia mau belajar kimia bareng denganku, akupun menyetujuinya, karena besok aku juga ada pelajaran kimia.
Baru aku simpan handphone, tiba-tiba bell rumah berbunyi, akupun beranjak dari kamarku menuju ruang tamu. Dan betapa kagetnya aku melihat orang yang ada diteras rumahku. Dia tersenyum lebar padaku.
“Kamu kan baru telpon aku barusan, kok udah sampai sih, kamu udah ada disini sejak nelpon aku ya?” tebakku
“Iya, hehe”
“Yaudah yuk, langsung kekamarku aja”
Kami pun belajar kimia bersama-sama, mengerjakan soal demi soal, terkadang kami sambil bercanda, dan tiba-tiba pensil yang kupegang jatuh kedekat kaki Nicko, dengan refleks aku buru-buru ambil pensilku, dan ternyata Nicko pun hendak mengambil pensilku, dan tangan kami pun saling bertemu, anehnya lagi, tangan kami bukan sekedar bertemu, melainkan lebih tepatnya berpegangan, dan itu cukup lama, akupun segera melepaskan tanganku dengan cepat dan muka memerah setelah menyadari apa yang terjadi.
Kamipun melanjutkan lagi belajarnya, namun aku sama sekali tidak konsentrasi, aku masih memikirkan kejadian barusan, ada rasa senang dan malu yang bercampur menjadi satu.
Akhirnya selesai juga, Nicko pun pamit pulang, aku mengantarnya sampai halaman rumah. Aku berjalan menuju kamarku sambil senyum sendiri mengingat kejadian tadi. Sampai akhirnya aku tertidur Nickomar sampai pagi.
Huh, makin kesal saja aku dengan mereka, dengan anak tapi kok masing-masing aja. Aku bertanya saja ke Bik asih.
“Bik, tadi mama dan papa telepon tha atau pesan sesuatu untuk disampaikan ke aku ngga?” tanyaku penasaran
“Iya den, tadi papa dan mama aden telepon aden tapi aden masih tidur katanya aden suruh ambil surat di kotak pos , tapi sudah bibik ambilkan , ini den suratnya ” ujarnya sambil memberikan sepucuk surat
“Makasih Bik” ujarku sambil menerima surat itu, lalu beranjak meninggalkan Bik asih.
Makin penasaran aja aku dengan surat ini, teka-teki yang masih belum terjawab olehku, kini terjawab sudah, setelah aku selesai membaca surat dari mamaku, lututku terasa lemas, air mataku mulai mengalir membanjiri mukaku, namun aku berusaha mengusap mukaku, agar tidak ada yang tau kalau aku sedang menangis, aku tahan air mataku, lalu aku merogoh saku celana abu-abuku untuk mengambil handphoneku. Aku lalu menelpon Nicko.
“Halo, Nicko, kamu bisa kerumahku sekarang ngga?” tanyaku bergetar
“I.iya bisa, suara kamu kenapa?” jawabnya tergagap
“Sudah kesini saja dulu, nanti aku ceritakan” jawabku sambil bergetar
“Iya, aku kesana sekarang”
Aku menunggu Nicko dengan tidak sabar, aku merasa ini sangat lama sekali, daripada aku mondar-mandir ngga jelas dengan perasaan tak karuan, aku ambil kunci mobilku dari dalam rumah, lalu aku panaskan mobil ku, setelah itu aku keluarkan mobil ku dari garasi, ketika aku keluar dari mobil, kulihat motor Nicko memasuki halaman rumahku.
Dengan wajah khawatir, ia tergesa-gesa menghampiriku.
“Kamu nangis, apa yang terjadi?” tanyanya khawatir
Aku tidak langsung menjawab pertanyaannya, namun aku malah memeluknya erat sekali, awalnya ia hanya diam saja tak merespon pelukanku, namun akhirnya setelah aku semakin histeris ia balas memelukku dan mengusap punggungku. Dan ia bertanya sekali lagi.
“Kamu tenang dulu” ujarnya sambil mengerdurkan pelukannya dan aku pun melepaskannya
“Kamu kenapa? Cerita sama aku” tanyanya dengan sabar
“Nenekku meninggal” jawabku lesu
“Nenek kamu yang dimana?” tanyanya
“Nenekku yang di Bandung”
“Itu kan nenekmu yang dari mamamu dan kamu paling dekat dengannya bukan?” tanyanya memastikan
“Iya” jawabku singkat
“Terus kok kamu masih disini?”
“Orangtuaku sudah berangkat duluan ke Bandung, dan akupun baru tahu setelah membaca surat ini” ujarku sambil menunjukkan sepucuk surat.
“Yaudah sekarang kita kesana, biar aku yang antar”
“Iya, nih kamu yang bawa ya, aku takut ngga konsen nyetirnya”
“Iya, yaudah yuk” jawabnya sigap
“Iya, tapi kamu masukin motor kamu aja dulu kegarasi” saranku
Setelah Nicko menyimpan motornya digarasi, ia segera masuk kedalam mobil.
“Berangkat sekarang ya”
“Ya” jawabku lesu
Aku baru ingat kalau aku belum ijin kesekolah dan begitu pun juga Nicko.
“Dik, aku baru ingat kita belum ijin kesekolah”
“Oh iya, aku telpon Arif saja ya, biar dia yang ijinin kita ke sekolah”
Lalu ia pun menelpon Arif dan menceritakan semuanya. Setelah Nicko selesai berbicara dengan Arif lewat telpon, aku pun berbicara pada Nicko.
“Nicko, maafin aku ya, gara-gara aku, kamu jadi bolos sekolah” ujarku merasa tak enak hati
“Ngga apa-apa, nyantai aja, aku kan temanmu”
Aku pun tersenyum simpul kepadanya, isyarat mengucapkan terimakasih, aku saat ini sedang tidak ingin banyak bicara karena pikiranku sedang kalut, antara kesal dengan orangtuaku dan duka mendalam terhadap almarhumah nenekku.
BERSambung
0 komentar:
Posting Komentar