Part 4

Dirgantara putra 15.56 |



            Aku juga baru ingat kalau aku belum mengabari saudaraku di Bandung, bahwa aku juga sedang dalam perjalanan ke Bandung, segera aku telpon Tante Lia, adik mamaku, dan memberitahu kepadanya bahwa aku sedang diperjalanan ke Bandung, dan aku minta kepadanya agar nenekku jangan dimakamkan terlebih dahulu sebelum aku sampai.
Ia pun mengiyakan permohonanku. Lalu aku minta kepada Nicko agar bawa mobilnya dicepatkan sedikit. Namun tetap saja ini terasa sangat lama sekali. Padahal aku lihat Nicko membawa mobil dengan kecepatan 130- 140km/jam.
             Dan akhirnya setelah 4 jam perjalanan Cilegon-Bandung pun aku sampai dirumah nenekku.
Segera kuedarkan pandanganku mencari sosok kedua orangtuaku, namun hasilnya nihil, lalu aku segera bergegas menuju tempat dimana nenekku dibaringkan, Nicko mengikutiku dengan ragu, mungkin ia merasa asing, karena banyak yang mengaji dan orang-orang tidak ia kenal.
“Ya Allah, mengapa Engkau cabut nyawa nenekku secepat ini, padahal bulan kemarin aku masih sempat bercanda dengannya” ratapku sambil memeluk jasad nenekku
Nicko mengusap-usap punggungku dengan sabar. Lalu dari sebelah kiri, bahuku diusap pelan oleh tanteku, akupun menoleh kearahnya sambil memaksakan tersenyum.
Ia mengisyaratkan padaku untuk mengikutinya. Akupun mengikutinya dan aku juga mengisyaratkan ke Nicko agar ia mengikutiku juga. Lalu kami berhenti didepan kamar nenek, tempat yang agak sepi dari riungan pelayat. Tanteku pun bertanya kepadaku.
“Ayah dan mamamu mana Gun?” tanyanya dengan suara serak
Lalu aku ceritakan semuanya kepada tanteku dari awal. Dan siapa Nicko juga aku ceritakan.
“Oh, mungkin mereka juga kalut sama seperti kamu, jadi mereka hanya membuatkan surat itu” ucapnya menenangkanku
“Iya mungkin kali tante, tapi kok mereka belum sampai ya?”
“Mungkin ayahmu bawa mobilnya pelan-pelan, kan pikiran mereka sedang tak jernih. Sebentar lagi juga sampai kok. Oh iya kamu dan temanmu masih pakai seragam sekolah tuh, ganti baju aja dulu sana, kamu kan ada persediaan baju disini” ujarnya mengingatkanku
“Iya tante” ucapku singkat
Lalu aku mengajak Nicko menuju kamar dimana biasa aku tidur kalau sedang disini. Kamipun segera ganti pakaian.
            Setelah berganti pakaian kamipun menuju riungan para pelayat, dan bergabung bersama keluargaku, kulihat disana sudah ada ayah dan mamaku, aku lihat mata mamaku sembab, aku kasihan juga padanya, namun aku juga masih kesal padanya, lagian aku juga lagi sedih, jadi aku diam saja dan membaca ayat suci Al-Qur’an.
            Kulirik Nicko, ia hanya diam saja memandangi jenazah nenekku. Lalu aku perhatikan jenazah nenekku, setelah aku perhatikan dengan seksama, ternyata bibirnya itu tersenyum simpul, mungkin ia bahagia menuju Allah. Dukaku pun sedikit terobati, karena melihat nenekku meninggal dengan senyuman.
Setelah pengajian selesai, lalu jenazah nenekku di sholatkan di masjid, aku ikut menyolatkan dan Nicko menungguku dengan sabar diluar. Setelah itu jenazah nenekku dibawa kepemakaman keluarga tak jauh dari masjid dengan digotong warga menggunakan keranda yang ditutupi kain hijau bertuliskan lafadz-lafadz.
          Aku berjalan mengikuti dibelakang, aku menemani Nicko, aku juga merasa bersalah karena telah mengajak Nicko untuk ikut kesini, mungkin ia merasa risih dan tak nyaman dengan prosesi ini itu, karena jelas berbeda dengan kepercayaannya.
          Tak terasa kamipun sampai dipemakaman keluarga mamaku. Liang lahat telah di gali, lalu jenazah nenekku dimasukkan keliang lahat, melihat itu, air mataku kembali menetes, aku terisak pelan, Nicko pun menyadari, ia pun merangkul diriku erat sambil mengucapkan ‘kamu harus sabar’ berulangkali.
Dan perlahan namun pasti tanah pun mulai menutupi jasad nenekku tercinta.
Dan saat itu, tiba-tiba pandangan sekelilingku berwarna kuning dan kabur, aku pun tak sadarkan diri, untung Nicko sigap, lalu ia menggotongku dibantu ayah dan saudaraku kepinggir.
Setelah sadar, aku hanya melihat Nicko disampingku, ia tersenyum kearahku. Aku balas senyumnya dengan dipaksakan.
           Aku lihat keluargaku sedang menaburkan bunga diatas pusara. Aku pun mengajak Nicko untuk bergabung dengan keluargaku untuk menaburkan bunga, namun ia menolak ajakanku dengan halus.
Aku pun meninggalkannya. Aku ikut menaburkan bunga.
Satu persatu keluarga dan para pelayat meninggalkanku yang masih tetap duduk disamping tempat nenekku berada didalam.
           Nicko pun berjalan mendekatiku dan ia pun duduk disampingku, lalu ia merangkulku dan tiba-tiba ia mencium keningku lama sekali, aku biarkan saja, aku merasa damai sekali, setelah itu ia berkata.
“Kamu harus kuat Guntur, aku yakin Tuhan akan menempatkan nenekmu ditempat terbaik, buktinya saja nenekmu meninggal dalam keadaaan tersenyum” ujarnya menghmamarku
Aku hanya mengangguk dan tersenyum kearahnya, lalu aku mengajaknya, pergi meninggalkan pemakaman dan menuju kerumah almarhumah nenekku.
Kulihat jam ditanganku, sudah menunjukkan pukul 1 siang. Aku dan Nicko harus kembali pulang ke Cilegon, agar tidak kecapekan dan besok bisa sekolah.
Kamipun pamit pada saudara-saudaraku, dan aku juga pamit kepada orangtuaku, karena mereka masih disini sampai 7 hari.
“Aku aja yang bawa mobil ya Dik, tadi yang bawa kesini kan kamu” ucapku tak enak hati
“Udah ngga apa-apa kok, nanti kalo kamu yang bawa, aku takut kamu masih kepikiran” sarannya
“Tapi kamu….”
Belum sempat aku melanjutkan, Nicko sudah memotong, itulah cara jitunya agar aku menuruti sarannya.
“Ngga apa-apa kok, udah yuk” ajaknya sambil menarik pergelangan tanganku menuju mobil
Keesokan hariunya aku sekolah seperti biasa. Jam pelajaran sebelum istirahat hari ini adalah pelajaran sejarah, sebuah pelajaran yang bikin ngantuk, kenapa juga harus ada pelajaran sejarah untuk anak IPA, aku paling malas kalau disuruh menghaGun.
Aku hanya pura-pura memperhatikan kepapan tulis, padahal pikiranku sama sekali tidak disitu, aku sama sekali tidak tertarik mengikuti pelajaran ini.
Aku lirik Arif, kulihat dia juga sepertinya hanya pura-pura memperhatikan saja. Ya sudah, karena bosan, aku tegur saja dia dengan berbisik.
“Rif” ucapku berbisik
“Apa?” tanyanya berbisik
“Ngantuk tau, kita ijin ke toilet aja yuk, nanti kita kekantin aja” usul nakalku
Dia tidak menjawab. Dia diam saja tak berkutik, aku jadi heran terhadapnya. Tiba-tiba suara dibelakangku mengagetkanku.
“Siapa yang ngantuk?” tanya Bu Nani keras
Entah sejak kapan guru itu ada dibelakangku, aku diam tak berkutik, kulirik teman-temanku, mereka semua melihat kearahku, ada yang khawatir, ada juga yang cekikikan kecil. Aku makin malu saja.
Tiba-tiba bell istirahat berbunyi menyelamatkanku. Aku tidak jadi dipanggang deh sama Bu Nani.
“Gun, kamu gila banget tadi, untung bell nyelametin, kalau ngga, bisa panjang urusannya”
“Hehe, tadi aku ngga tau Rif, sorry ya”
“Iya ngga apa-apa, lain kali hati-hati kalo mau ngomong yang aneh-aneh”
“Iya, aku mau kekelas Nicko dulu ya, kamu mau ikut ngga?”
“Emang kamu belum tau?” tanyanya penasaran
“Kenapa emangnya?”
“Nicko kan sakit. Tadi pagi dia nelpon aku”
“Hah? Sakit? Waduh, pasti gara-gara kemarin” ucapku merasa bersalah
“Kamu jangan nyalahin diri kamu sendiri Gun, kita kekantin aja yuk”
“Iya, tapi…”
“Udah yuk kekantin aja”
“Yaudah”
Aku sebenarnya malas kekantin, setelah tau Nicko sakit, namun aku tidak enak hati menolak ajakan Arif, jadi aku terima saja ajakannya.
Tak terasa bell pulang telah berbunyi, daritadi aku belajar sama sekali tidak bisa konsentrasi, aku tidak enak hati dengan Nicko.
Segera aku bergegas menuju rumah Nicko.
Aku ketuk pintu rumah Nicko, lalu keluarlah seorang wanita yang sudah cukup berumur, namun tetap terlihat segar dan modis. Dia adalah mamanya Nicko.
“Eh ada Guntur” sapanya ramah
“Iya tante, Nicko sakit ya tante, maaf ya tan, gara-gara aku, Nicko jadi sakit” jelasku merasa bersalah
“Ngga apa-apa kok Nak, tadi pagi juga Nicko udah kedokter kok, kamu langsung kekamar Nicko aja ya, Nicko ada disana”
“Ya tante”
Aku berjalan menuju kamar Nicko, dan dengan perlahan aku buka pintu kamar Nicko, agar jika ia sedang istirahat, ia tidak terganggu. Aku lihat Nicko sedang berbaring ditempat tidurnya, namun matanya masih tetap terjaga, dan ia menatapku dengan senyuman simpul. Aku dekati ia, dan aku duduk disisi ranjangnya. Kulihat mukanya agak sedikit pucat, aku jadi tak tega melihatnya.
“Gimana keadaan kamu Nik?” tanyaku khawatir
“Udah agak baikan kok Gun”
“Oh syukur deh kalo gitu, tapi ngomong-ngomong maafin aku ya, gara-gara aku, kamu jadi sakit”
“Ngga apa-apa kok, emang badanku aja yang kurang baik” jawabnya menenangkan
“Oh iya, maaf ya aku ngga bawa apa-apa, soalnya tadi aku buru-buru kesini, khawatir ama kamu”
“Nyantai aja kali Gun, kamu kesini aja aku udah seneng banget kok, lagian besok juga udah sembuh kok”
“Hehe, tapi kalo belum sehat betul kamu jangan sekolah dulu deh”
“Iya. Ehem, aku belum makan siang nih”
“Mau aku suapin tah?” ledekku
“Boleh” jawabnya singkat
Dih anak ini selalu saja begitu, tapi aku senang juga. Aku ambil bubur yang sudah disiapkan dimeja belajarnya, entah sejak kapan bubur itu didiamkan disitu tanpa sedikitpun disentuh Nicko. Aku suapi Nicko perlahan-lahan. Aku berkali-kali menahan tawa, karena melihat ekspresinya yang lucu ketika aku suapi. Tak terasa bubur dimangkuk yang aku pegang, telah berpindah keperut Nicko semuanya. Aku pun pamit pulang.
“Aku pulang dulu ya, kamu cepet sembuh, biar kita bisa ledek-ledekan lagi” candaku
“Iya, makasih ya”
******
“Gun, nanti hari minggu kelas kita diajak tanding futsal sama kelasnya Ruben, kamu mau ikut ngga”  tanya Arif saat sedang jam istirahat dikelas
“Aku nonton aja deh, soalnya hari senin aku mau ikut pekan olahraga tingkat kota untuk kejuaraan renang” terangku
“Oh yaudah, semoga kamu menang ya, oh iya kamu tanya Nicko coba, dia mau ikut maen ngga”
“Ok deh, nanti pulang sekolah aku tanyain”
“Sip”
Baru selesai aku menutup pembicaraan dengan Arif, tiba-tiba Nicko masuk kekelasku dan ia melewati bangku Kevin , lagi-lagi aku melihat tatapan Kevin terhadap Nicko, kali ini seperti tatapan tidak suka, berbeda dengan tatapan waktu itu, pada waktu itu masih biasa-biasa saja.
Aku sekarang tidak begitu mengharapkan untuk berteman dekat dengannya, toh aku sudah dekat dengan Arif dan juga ia sepertinya agak sulit untuk aku dekati, ia mainnya sama anak-anak yang paling pintar dikelas unggulan ini.
“Gun, kamu ikut main lawan kelasnya kak satria ngga?”
“Ngga”
“Yah, payah banget sih” ledeknya
“Seninnya aku mau ikut pekan olahraga tingkat kota untuk kejuaraan renang, jadi aku ngga boleh kecapekan” jawabku
“ Oh ciyee ada atlit nih” ledeknya lagi
“Apaan sih lo”
“Hahaha”
Kulihat Arif memandangku dan Nicko dengan tatapan aneh, namun aku tidak mengerti apa maksud dari tatapannya. Dan kulihat Kevin menatap Nicko dengan tatapan semakin tidak suka.
Lalu Nicko beranjak ingin ke kantin, padahal bell masuk mau berbunyi, katanya ia mau membeli minunm, ia melewati bangku Kevin lagi, dan entah kenapa tiba-tiba Nicko terjatuh tepat didekat bangku Kevin.
“Sialan lo, lo ngapain nyeladungin gua!” bentak Nicko seraya mengarahkan tinjunya kemuka Kevin
Aku hanya diam terpaku melihat drama ini, aku belum pernah melihat Nicko semarah ini terhadap cowok yang baru ia kenal karena Kevin adalah siswa baru. Arif pun bergegas menghampiri Nicko, dan dengan sigap menahan tangan Nicko, agar tinjuannya tidak kena kemuka Kevin. Nicko pun meninggalkan kelasku dengan kesal. Arif menghampiriku lagi.
“Kayaknya Kevin ngga suka sama Nicko deh, dan sepertinya ada hubungannya dengan kamu” bisiknya
“Iya, aku juga ngerasa gitu, tapi aku sama dia aja ngga pernah ngobrol, pasti ngga ada sangkut pautnya sama aku deh” jawabku

0 komentar:

Posting Komentar