part 8

Dirgantara putra 16.04 |



Sekarang kami berempat disatukan dalam satu kelas unggulan lagi, namun sekarang lebih ketat lagi persaingannya. Aku pun harus belajar lebih giat lagi. Agar aku bisa membuktikan kepada orang tuaku, bahwa aku bisa bersaing dengan siapapun. Aku satu bangku kembali dengan Nicko. Arif satu bangku dengan Kevin. Namun sejak dari awal masuk kelas ini, aku melihat Nicko seperti jaga jarak dengan Kevin. Begitupun dengan Arif, ia seperti berusaha menjauhkanku dari Kevin dan semakin mendekatkanku dengan Nicko. Aku memang senang semakin dekat dengan Nicko, aku menyadari bahwa aku telah jatuh cinta padanya. Tapi kenapa aku harus dijauhkan dengan Kevin?
Suatu sore Kevin mendatangi rumah Nicko. Nicko heran dari mana Kevin tau rumahnya.
“Nicko, gua tau lo suka sama Guntur, dan gua lihat Guntur juga suka sama lo. Tapi gua juga suka Guntur, dan gua juga lihat Guntur seperti suka dengan gua juga, meskipun gua lihat rasa suka Guntur ke loe lebih besar” ujarnya datar
Nicko hanya diam seribu bahasa. Ia tak tahu harus mengatakan apa.
“Gua mau, kita bersaing secara sehat aja” lanjutnya
“Bersaing apa, gimana pun juga gua lebih dulu kenal sama Guntur?”
“Itu bukan alasan. Siapa yang nilai UN nya paling besar, dia yang boleh terus deket sama Guntur, sedangkan yang kalah harus jauhin Guntur” ujarnya sambil tersenyum licik
Nicko diam sejenak. Ia menimbang. Kevin bukanlah lawan yang mudah dalam bidang pelajaran. Namun karena Nicko gengsi, ia pun menerima taruhan Kevin.
“Ok” ucap Nicko singkat
Setelah itu Kevin pergi meninggalkan Nicko tanpa permisi dengan sejuta perasaan berkecamuk menggelayut dibenak Nicko.
“Oh Tuhan, semoga aku memenagkan taruhan konyol ini, aku benar-benar tak bisa jika menerima konsekuensinya jika aku kalah” desis Nicko dalam hati.
*****
Hari ini adalah pengumuman hasil UN. Kami semua optimis akan lulus dengan nilai yang sesuai dengan harapan kami, karena kami sudah melaksanakan TO yang entah sudah berapa kali, saking banyaknya tak terhitung dan tentu belajar mati-matian. Dan ternyata benar, Alhamdulillah semua siswa-siswi disekolah kami lulus semua.
Jumlah nilai UN ku adalah 53,71 atau dengan rata-rata sekitar 8,95an. Cukup fantastis, karena ini murni hasil kerjaku, bukan dengan kunci jawaban yang bocor.
“Nicko, kamu berapa jumlahnya?” tanyaku dikelas setelah melihat hasil pengumumanku
“53,62” ujarnya lesu
“Lho kok udah segitu masih ngga semangat sih?” tanyaku heran
“Nng..ngga kok” ucapnya
“Oh yaudah, kekantin aja yuk” ajakku
“Ngga ah, aku mau disini aja”
“Oh yaudah, aku kekantih ya” ujarku seraya meninggalkan Nicko
Nicko sekarang harus siap dengan konsekuensi yang akan ia terima. Ya, Nicko kalah tipis dengan Kevin. Jumlah nilai UN Kevin adalah 53,63. Sangat tipis, namun tetap Kevin lah pemenangnya.
Sebuah suara yang tak asing lagi ditelinga Nicko menyapanya dengan nada penuh kemenangan. Dan itu membuatnya muak.
“Hei bro”
“Ngapain lo” ucap Nicko datar
“Tenang bro, lo emang kalah, tapi konsekuensinya nanti aja deh pas kita udah masuk universitas, biar lo bisa merasakan dulu betapa sakitnya perpisahan dengan Guntur” ujarnya dengan nada penuh kemenangan.
Nicko tak menyangka orang sepintar Kevin bisa selicik ini. Ia pun geram, lalu ia dengan cepat menonjok muka Kevin, namun yang ditonjoknya malah diam saja. Untung kelas dalam keadaan sepi. Saat Nicko akan menonjok lagi, Guntur dan Arif datang.
Arif melerai Nicko, dan menenangkannya. Sedangkan aku malah membela Kevin.
“Nicko, kenapa sih!” bentakku
Nicko seolah tak percaya dengan bentakanku. Ia diam saja. Lalu Arif membela Nicko.
“Lo itu yang kenapa sih Gun, udah jelas-jelas Nicko sahabat lo!” bentak Arif padaku
Semua hening. Nicko masih terlihat geram pada Kevin dan ia masih kecewa padaku. Aku bukannya tidak mau membela Nicko, namun tadi yang aku lihat adalah Nicko yang salah. Arif juga terlihat kesal padaku.
Waktu terus bergulir dan tak terasa sekarang aku sudah masuk salah satu universitas bonafit di DIY. Tepatnya aku masuk di Fakultas Kedokteran, sebenarnya aku tidak mau masuk FK, namun orang tuaku memohon padaku agar aku mau masuk FK, akhirnya akupun menyetujuinya karena aku tidak ingin membuat mereka kecewa lagi. Arif dan Nicko satu fakultas denganku. Aku disini susah untuk bisa santai-santai, karena system kuliahnya blok dan 2 minggu sekali ujian, jadi aku harus giat belajar. Sedangkan Kevin masuk Fakultas Kedokteran Gigi di universitas yang sama.
Meskipun aku dan Nicko satu jurusan denganku, aku dan dia tidak pernah tegur sapa lagi semenjak kejadian itu. Sudah berkali-kali aku mencoba minta maaf padanya, namun tak mendapatkan respon yang baik darinya. Kuminta bantuan Arif, namun ia seperti ogah-ogahan membantuku. Separah itukah salahku? Jujur aku jadi merasa sangat kesepian, aku sedih. Bagaimana pun juga, aku telah memupuk cinta padanya, namun mengapa ia malah menjauh.
Meskipun aku setiap hari bertemu dengan Nicko, namun kami seperti orang tak kenal. Nicko terlihat lebih pendiam, dan tak seceria dulu. Terkadang Arif lah yang mencoba menghiburnya, aku selalu perhatikan Nicko. Namun, tetap saja itu tak dapat mengembalikannya seceria dulu.
Kevin setiap hari selalu datang kekostanku, jujur aku sudah tak ada rasa padanya, karena aku telah sadar bahwa gara-gara aku membelanyalah aku jadi dijauhi Nicko, sahabatku yang sangat aku cintai.
Nicko semakin hari semakin jauh dariku, aku pun tak tahan dengan kondisi ini. Aku akan mencoba mendekatinya lagi. Sepulang kuliah, segera aku hampiri ia diparkiran mobil.
“Nicko, kamu kenapa? Apa kamu masih marah?” tanyaku putus asa
“Ngga” ucapnya datar seraya bergegas masuk kedalam mobilnya
Aku buru-buru pegang tangannya.
“Nicko, aku sayang kamu melebihi sahabat” ucapku pelan
Nicko tak menjawab. Ia malah melepaskan pegangan tanganku dan langsung masuk kedalam mobilnya. Aku kecewa dengan reaksinya. Tapi aku merasa ia senang dengan ucapanku barusan, namun seperti ada gunting besar yang memotong rasa senangnya itu. Aku tak tahu apakah gunting itu.

0 komentar:

Posting Komentar